0.1 (end)

10 3 0
                                    

Setelah aku cukup tenang, aku lalu memutuskan untuk kembali ke kamar ku. Kembali duduk, membuka laptop, memasang earphone, lalu menekan rekaman ketiga.

"Eros Silvera"

Dua kata pertama yang terdengar dari rekaman ketiga, yang cukup untuk membuatku kembali menekan tombol jeda. Memejamkan mata, kembali menarik napas panjang, lalu menghembuskannya. Kemudian aku menekan tombol lanjut.

"Eros Silvera, laki-laki terbaik yang pernah kukenal. Kamu mungkin bukan termasuk dari beberapa alasan kenapa aku melakukan hal ini. Tapi Ros, aku benar-benar ingin kamu untuk mendengarkan semua rekaman ini. Eros, terima kasih telah menjadi orang yang sangat baik bahkan ketika semua orang memandangku seolah aku sampah. Kamu betulan berbeda dengan laki-laki lain yang pernah ku kenal. Aku merasa hidupku berharga tiap kali bersamamu. Terima kasih telah tertawa bahkan ketika lelucon yang ku lontarkan hanyalah lelucon garing ala bapak-bapak. Mungkin memang kita tidak terlalu dekat. Namun, kamu menjadi salah satu alasan untuk diriku berpikir dua kali saat ingin mengakhiri hidupku. Terima kasih untuk selalu ada untuk menampung segala keluh kesahku. Kamu hangat Ros, pelukannmu yang selalu kamu berikan ketika aku sedang tidak dalam kondisi baik maupun kepribadianmu, keduanya begitu hangat. Terima kasih Eros, untuk menjadi manusia terbaik yang pernah kutemui."

Tanpa terasa air mataku turun sepanjang rekaman ketiga terputar. Aku terisak kecil, mengingat sosok Michelle. Gadis yang telah menarik perhatianku semenjak pertama kali kita bertemu. Mentorku saat aku masih menjadi barista junior di Starbucks. Temanku, cinta pertamaku. Air mataku seolah enggan berhenti turun. Tanganku terulur mengambil tisu untuk mengelap ingusku yang sebentar lagi jatuh. Aku merasa sangat bersalah, mengapa diriku tidak berhasil mencegah Michelle untuk melakukan semua ini. Harusnya aku mau saat diajak duduk bersama di kantin, harusnya aku mau saat diminta menemani Michelle ke pesta ulang tahun Isabel pada saat itu, sehingga semua kejadian ini tidak akan terjadi.

Setelah tangisanku agak reda dan diriku sudah agak tenang, aku mendaratkan tanganku ke kursor laptop, menekan rekaman keempat.

"Selamat datang di rekaman keempat. Untuk Adam Malik, ayah tiriku, rekaman ini tentangmu. Dari awal semenjak kamu menikahi ibuku, tidak pernah sekalipun aku menganggap dirimu keluarga. Aku tahu betul bagaimana tabiatmu di luaran sana. Namun aku memilih bungkam karena ibuku sedang dimabuk cinta pada saat itu. Aku memilih untuk berusaha tidak peduli akan keberadaanmu. Namun, tidak sampai dimana kamu mulai memukuli ibuku, memperlakukan ibuku bahkan lebih buruk daripada binatang. Itulah mengapa aku memilih membunuh ibuku sebelum akhirnya membunuh diriku sendiri. Karena pada akhirnya, bila ibuku kubiarkan hidup, ia hanya akan mati ditanganmu. Ditambah juga, aku tahu betul ibuku takkan bisa hidup tanpaku. Jadi Adam, terima kasih telah menjadi jelmaan iblis dan menjadi manusia terburuk yang pernah kutemui."

Sebenarnya aku bahkan tidak tahu kalau Om Adam adalah ayah tiri Michelle. Aku selalu mengira bahwa ia merupakan sepupu Michelle karena Michelle selalu memanggil dirinya dengan sebutan 'Om'. Aku juga sangat jarang bertemu Om Adam. Paling hanya saling melempar senyum saat dirinya menjemput Michelle di tempat kerja atau di sekolah. Sungguh, aku tidak menyangka bahwa orang murah senyum seperti dirinya merupakan orang sejahat itu.

Tanganku lalu menekan file kelima, untuk mendengarkan rekaman kelima.

"Selamat datang di rekaman kelima. Untuk Amelie Hardinanta, rekaman ini tentangmu. Saat itu, saat ketika aku begitu kesepian, kamu datang. Seolah bagai cahaya terang dari segala rasa kesepianku. Kita mulai menjadi dekat setelah banyak hal yang ternyata sama diantara kita. Aku sangat merasa cocok denganmu. Sampai pada saat itu. Aku ingat bahwa kamu mengajakku untuk menginap di rumahmu karena orang tuamu sedang berada di luar kota. Tentu saja aku mau. Aku bahkan tidak bisa tidur malam sebelumnya karena terlalu gelisah tidak sabar menginap di rumahmu. Mel, aku tidak menyangka kamu merupakan serigala berbulu domba. Saat aku akan berganti baju dari seragam ke piyama, kamu memotretku. Aku sudah memaksamu untuk menghapus foto itu. Tetapi, kamu menolak dan berkata bahwa itu hanya akan kamu simpan sendiri dan kamu jadikan sebagai kenang-kenangan. Akhirnya aku pun membiarkan. Dua hari kemudian, saat aku melewati lorong sekolah akan menuju kelas, pandangan semua orang seolah tertuju padaku. Beberapa laki-laki bahkan melakukan pelecehan verbal padaku. Sambil menahan tangis, aku berbalik lari menuju toilet, memasuki salah satu bilik disana. Menutup wajahku dengan tangan, agar tangisanku tidak terlalu terdengar. Pada saat aku melepas tanganku dari wajahku kemudian mendongakkan kepalaku, aku melihat berbagai tulisan yang mengataiku sebagai pelacur, murahan, dan kata-kata kasar lainnya. Hal yang sama kutemukan ketika aku berada di depan lokerku. Lokerku penuh dengan coretan kata-kata kasar. Saat aku membuka lokerku, terdapat sebuah foto berukuran polaroid jatuh. Aku lalu membungkuk mengambilnya. Ternyata foto itu adalah foto yang Amelie ambil saat aku menginap di rumahnya. Dan ternyata kamu telah menyebarkan fotoku itu ke seluruh penjuru sekolah. Terima kasih Amelie Hardinanta, telah menjadi manusia terlicik yang pernah kutemui sepanjang hidupku."

Sebenarnya dari awal nama Amelie disebut, aku sudah cukup kaget. Amelie yang kutahu merupakan seseorang yang sangat baik. Namun, mengingat ucapan Amelie tadi pagi, bahwa tidak ada yang mustahil dan sifat manusia yang bisa cepat berubah merupakan hal yang tepat untuk mendeskripsikan dirinya.

Kurang satu lagi rekaman yang belum kudengarkan. Rekaman keenam. Jariku kemudian menekan file nomor 6 tersebut.

"Selamat datang di rekaman keenam. Untuk Pak Hendrawan, rekaman ini tentangmu. Di hari itu, hari dimana aku memilih untuk mendatangi kantor BK untuk menemuimu, adalah hari dimana aku memberikan kesempatan sekali lagi untuk diriku agar tetap hidup. Aku yakin bahwa dengan memberi tahumu masalahku, semua akan menjadi lebih ringan dan mungkin kamu bisa memberikanku alasan agar tetap hidup. Aku duduk cukup lama untuk menunggumu yang sedang menerima telepon. Senyuman menenangkan yang kamu berikan saat duduk di hadapanku pun menjadi salah satu harapanku. Hari itu aku menceritakan segalanya padamu, tentang kejadian yang dialamiku. Tentang Isabel, Jindra, Amelie, dan ayah tiriku, tentunya tanpa menyebutkan nama mereka. Namun, yang ada Anda malah menyalahkanku atas segalanya. Tentang aku yang tidak bisa berkata tidak pada saat dilecehkan, atau saat masalah Amelie, Isabel, dan ayah tiriku. Bahkan aku sudah memberi Anda kode soal aku yang ingin mengakhiri hidupku. Namun, Anda malah menganggapnya sebagai lelucon. Daripada mendapatkan semangat untuk terus hidup, aku semakin ingin mengakhiri hidupku. Pulang sekolah, aku membuatkan ibuku teh yang sudah kucampuri dengan kalium sianida. Kupastikan dulu ia telah minum dan mulai kejang. Selanjutnya, aku mengganti seragamku dengan pakaian terbaikku. Dan bila kalian berenam mendengar rekaman ini, artinya rencanaku berhasil."

Lagi-lagi aku menangis. Dari yang kudengar, Michelle meninggal dengan memotong urat nadinya di bathup kamar mandi miliknya. Kembali kusalahkan diriku, mengapa aku tidak bisa mencegah dirinya melakukan hal tersebut. Namun, semuanya telah terlambat. 

6 Reasons Why I Kill MyselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang