teman baik

197 12 7
                                    

•○•

NA JAEMIN baru saja akan berbaring di bawah selimut begitu ponsel pintar miliknya berdering dari atas meja belajar.

Meski sudah mengantuk berat, ia tetap bergerak mengambil benda persegi itu. Menghela nafas kemudian begitu melihat nama kontak di layar. Alih-alih mengambil si ponsel, Jaemin malah membuka laci meja belajarnya. Menyiapkan airpods lalu berbaring di atas kasur lagi.

"Ada apa lagi hari ini?"

Suara tawa sumbang mengalun dari seberang.

"Apa tidak ada sapaan lain, Na?"

Namanya Lee Jeno, pengisi setia setiap log panggilan milik Jaemin. Setiap malam, tidak pernah absen.

"Tidak, aku mengantuk." Ujarnya final.

"Aku ingin bernyanyi," suara dari seberang.

Jaemin diam, begitu petikan gitar terdengar ia memilih menyamankan diri dalam selimut.

Malam berikutnya Jaemin mendapat telfon saat ia sedang menyusun buku. Ia belum mengantuk jadi membaca novel mungkin tidak buruk.

Ponselnya di biarkan tersambung dengan panggilan dari si penelfon setia yang kini sangat antusias menceritakan harinya.

"Padahal aku yakin jaringnya sudah digantung dengan benar, tapi Jisung bilang bolanya tercecer di gudang sore tadi," katanya dengan nada lesu. "Menurutmu apa yang terjadi?"

Jaemin diam sejenak, meski tidak sepenuhnya fokus pada Jeno, ia tetap ingin memberi jawaban terbaik.

"Mungkin saja pakunya patah, 15 bola itu tidak ringan." Jawabnya yakin.

Setelahnya Jeno ber-oh panjang, lalu menutup telfon setelah mengucap selamat malam.

Jaemin meregangkan pinggangnya yang sedikit kaku, niatnya ingin mencuci muka lalu tidur. Tapi, ponselnya kembali berdering, nama guru pembimbingnya dalam olimpiade fisika itu terpampang jelas.

"Selamat malam bu,"

"Ya, malam. Jaemin langsung saja ya, saya sangat menyesal mengatakan ini," ada jeda yang sebenarnya tidak lebih dari 2 detik tapi jantung Jaemin berdetak lebih kencang rasanya. "Kamu harus mundur dari olimpiade provinsi yang akan di adakan minggu depan. Koeun sudah kembali pulih, tetap semangat ya, Nak."

Ya, harusnya Jaemin tetap semangat. Harusnya ia tidak terpukul dan merasa di dihianati seperti ini. Karena pada dasarnya ia hanya peserta olimpiade cadangan saja. Harusnya ia tidak belajar begitu keras karena ia memang seharusnya sadar pada posisinya.

Malam berikutnya Jeno menelfon tepat pukul tujuh malam. Tapi Jaemin tidak berniat mengangkat telfon itu. Ia tetap bergelung dalam selimutnya.

Sudah 5 kali berdering, artinya sudah 5 panggilan pula yang di biarkan begitu saja oleh Jaemin. Merasa muak, ia menyambar ponselnya cepat.

"Hei, kenapa tidak masuk ha-"

"Aku baik-baik saja! Jangan ganggu aku! Kau menelfon setiap malam dan itu mengangguku!"

Emosi memuncak dalam dirinya, tanpa pikir panjang menutup panggilan sepihak dan melempar ponselnya ke kasur sembarangan.

Seminggu berlalu, tidak ada telfon yang masuk dari Jeno sama sekali. Jaemin mulai merasa was-was. Apa kata-katanya waktu itu menyakiti si penelfon setia, ia gelisah tiba-tiba.

Satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah dengan menanyakan langsung. Untuk pertama kalinya Jaemin mencoba menghampiri Jeno di sekolah. Sebelumnya tidak pernah karena mereka memang sepakat tentang itu.

Tapi mungkin hari kedelapan setelah malam itu bukan waktu yang tepat. Benar-benar tidak tepat.

Jeno ada di sana, bersama teman-temannya, seperti biasa. Tapi sekarang ada seorang siswi yang duduk malu-malu di sampingnya. Beberapa teman Jeno nampak menyoraki keduanya.

Jadi, Jaemin pilih untuk kembali ke kelasnya sendiri. Mengambil kesimpulan bahwa Jeno tidak marah atau bahkan merasa tersakiti. Ia hanya telah menemukan orang yang tepat untuk di telfon setiap malam. Untuk itu Jaemin tidak di butuhkan lagi di sini.

Beberapa hari setelahnya terasa buram. Berlalu dengan cepat secara repetitif. Tidak ada yang menarik. Kecuali kini Jaemin bisa bangun lebih pagi karena tidak perlu begadang untuk mendengar ocehan Jeno dari telfon. Ah, rasanya agak berbeda tapi cukup menyenangkan. Sebenarnya tidak, hanya di senang-senangkan saja.

Satu malam saat badai, ponsel Jaemin yang sudah sebulan terakhir tidak lagi berdering saat malam hari, kini kembali pada rutinitasnya.

Jaemin buru-buru menyibak selimut, tapi kemudian dia ingat kalau Jeno tidak menelfon lagi sebulan terakhir. Jadi mungkin itu hanya telfon salah sambung.

Dering-dering berikutnya dijawab kehampaan. Jaemin tidak sedikitpun hirau. Tapi ia juga penasaran hingga bergerak menyambar ponselnya secepat kilat, persis seperti kilat yang baru saja menyambar kota hingga kamarnya yang remang-remang nampak terang selama beberapa saat.

"Tolong buka pintu rumahmu, hujannya semakin mengerikan." Setelahnya panggilan di matikan sepihak.

Masih sambil bertanya-tanya ia menuruti perkataan si penelfon setia, Jeno yang setelah sekian lama kembali menelponnya malam ini.

Nyawanya seperti masih berada di awang-awang sampai tidak sadar kalau Jeno sudah bergelung nyaman dalam selimutnya. Dengan tidak sopannya ia sedang mengotak-atik ponsel Jaemin.

"Apa kamu sudah merasa baikan?" Katanya setelah meletakkan kembali ponsel Jaemin, tanpa rasa bersalah.

Jaemin mendengus pelan, "Aku baik," katanya.

Mendengar jawaban singkat itu, kini gantian Jeno yang mendengus pelan. Ditariknya Jaemin yang baru saja duduk di tepi kasur untuk mendekat padanya.

"Kamu tau aku tidak akan melepaskanmu 'kan?" Jaemin mengangguk takzim, tidak menatap Jeno sama sekali. "Jangan merasa terganggu jika aku menelfonmu, kita sudah sepakat 'kan? Atau perjanjiannya di batalkan saja lalu kita meni-"

"Tidak!" Sama Jaemin cepat. "Itu tidak perlu, kamu sudah punya pengganti yang baru."

"Dia sangat mengekang, aku tidak suka. Lagi pula itu hanya untuk membungkam mulut Jisung dan Hyunjin, aku tidak suka dia pokoknya."

Meski merasa lega, Jaemin tetap melayangkan tatapan tajam pada Jeno.

"Itu namanya mempermainkan perasaan orang lain,"

"Aku tidak peduli." Jeno mengangkat bahunya, benar-benar tidak peduli. "Aku tidak pernah menelfonnya, kontaknya tidak ku simpan, aku tidak suka dia jadi lupakan saja."

Jaemin tetap diam meski kini tubuhnya didekap erat oleh Jeno. "Selagi aku masih memilikimu aku tidak peduli apapun." Well, apa yang bisa Jaemin lakukan.

•○•

Terima kasih sudah mampir, have a nice day!!

29/03/21
-zinzoe

Best Friend 《Nomin》 ✔Where stories live. Discover now