Chapter 16-Penasaran

35 13 0
                                    

"Apa kabar, Nas?"

Suaranya mengagetkanku yang sedang fokus mengayuh sepeda ontel.
Kok tumben Kin menyapa? Selama ini juga cuek bebek aja. Sama sekali gak pernah ngelihat aku. Sekarang tiba- tiba dia menghampiriku, menyapa dengan senyum manisnya. Manggil aku dengan sebutan "Nasha".

Rasanya sengak di kuping ( Sengak alias bau yang yang menyengat). Kok aku jadi gak terima dipanggil namaku sendiri? 'Kan memang aku bukan gebetan, selingkuhan ataupun pacarnya lagi. Aitss... Opo meneh iki? (Apa lagi ini?). Duch, jantungku rasanya gak karu- karuan gini?

"Kalau kamu sedang mengendarai motor, jangan jadi penghalang dong buat motor yang lain! Cepat pergi sana! Bikin aku jadi tambah berat saja mengayuh sepeda," ucapku sinis.

"Orang aku di belakangmu. Iya kali kalau aku di sampingmu, itu baru namanya aku menghalangi motor lain. Masih sengak saja kata- katamu, kebanyakan makan bawang putih, ya? Baik, aku turuti katamu, aku duluan."

Kin berlalu mendahuluiku. Tumben banget dia nyapa aku? Jadi semriwing deh. Kayak ada angin sejuk semilir di dalam hati.. heemmm!!! Mengayuh ontelpun jadi ringan rasanya.

Sekelebat rasa sadar menghinggapi hati ini. Meyakinkan diri sendiri supaya gak GR cuma gara-gara Kin nyapa, "Ingat Nasha! kamu itu sudah pernah ngatain dia, kamu juga sekarang bukan siapa-siapanya lagi!"

Aku melanjutkan perjalanan menuju sekolah. Ini hari pertama ujian kelulusan. Hari yang menentukan bagi masa depan semua anak SMA. Dua bulan sudah berlalu sejak kejadian mas Genta ngamuk di galeri pakde. Aku hanya fokus belajar, belajar, dan belajar.

Setelah kejadian itu, aku juga tidak pernah melihat ataupun sekedar berpapasan dengan Kin. Baru kali ini lagi aku jumpa dengan Kin, itupun dengan ramahnya dia menyapa.

Tentang Pakde, pakde memberikan kesempatan kepadaku untuk mengedepankan belajar dan mengesampingkan masalah kerja. Boleh kerja setelah semua rangkaian kegiatan ujianku selesai. Kurang apa coba, kebaikan Pakde? Pakde is the best dah!

Bel tanda ujian dimulai sudah berbunyi. Hampir saja aku terlambat, Aku percepat langkah untuk memarkir sepeda dan segera masuk ke ruang ujian.

Aku gunakan sebaik mungkin untuk menyelesaikan soal dan belajar disela waktu istirahat. Mungkin ada siswa yang berbisik- bisik tentangku yang bersikap dingin dan tidak bersahabat saat ujian, terkhususnya para sahabatku-the NURA gengs-yang sama sekali aku tidak memperdulikan mereka selama ini.

-----

Kriiinggg

Akhirnya, selesai juga ujian hari ini. Lega rasanya! Aku bergegas pulang dan mengambil sepeda ontelku di parkiran. Terlihat geromobolan the NURA gengs sedang asyik bercuap- cuap di parkiran. Aku menghela nafas, menata hati terlebih dahulu sebelum melangkah.

"Maaf, teman- teman! Aku MASIH dan HARUS seperti ini. Walau aku sebenarnya sangat rindu berkumpul lagi bersama kalian, walau masalah biaya sekolahku sudah terselesaikan, tapi masih ada hal yang mengganjal di hati dan pikiranku," kataku membatin sambil menuntun ontelku keluar parkiran.

"Nasha!"

"Jangan begini terus sama aku! Aku gak kuat, Nas! Aku gak kuat kalau harus jauh darimu terus," ucap Rani dengan suara manja sambil berlari kecil menghampiri dan memelukku.

Sangat hangat, sangat nyaman rasanya dipeluk sahabat. Tanpa sadar senyumku mengembang dihadapan mereka.

"Apapun masalah kamu sekarang, kita gak akan bawel kok. Kita gak akan KEPO. Janji! Asalkan kamu gak dingin lagi sama kita. Kita rinduuuu seriinduu rindunya sama kamu," kata Ulya mengharukan.

kinnas- Seorang KekasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang