Silly, How It Feel!

Magsimula sa umpisa
                                    

Sera sontak menjentikkan jari. "Itu dia! Berita itu! Tengah malam aku pernah menonton berita tentang mayat yang ditemukan di belakang bar."

"Perkelahian di belakang bar?" Shiro menelan minumannya sebelum melanjutkan. "Dia mabuk atau semacamnya?"

Lang hanya mengedikkan bahu. "Entahlah, tapi satu hal, dia tidak mati dengan tenang."

"Kau tahu lagi hal lain? Aku sudah kehilangan nafsu makan," ujar Cyan mendorong maju makanannya yang masih setengah. "Bisa kita membicarakan hal lain sekarang?"

***

Nen tidak terlihat keesokan harinya. Ken mencari ke seluruh tempat, bahkan termasuk White Chamber, dan tak menemukan pria itu di manapun. Awalnya Ken berpikir kalau Nen ingin mencari orang lagi; menjebak orang putus asa lainnya, tetapi kemudian Furler berkata, "Dia pergi dengan Aster."

"Ke mana?"

"Tempat yang paling dia benci, pusat Dark Soul." Wanita itu tersenyum jahil, sebelum kembali pada urusannya untuk membaca buku. Ken sebenarnya ingin pulang ke rumah dan berharap Nen yang mengantarnya. Menggunakan taksi mungkin adalah pilihan terakhir.

Namun, remaja itu justru mengambil duduk di hadapan Furler. Berakhir penasaran dengan ucapannya. Nen tidak menyukai pusat organisasi ini, tetapi kenapa? Ken berpikir lebih jauh lagi, dan kembali teringat hari di mana Nen mabuk dan meracau.

"Memangnya apa yang ada di pusat organisasi?"

"Kau tidak akan mau tahu," ucap wanita itu lalu tertawa singkat.

"Ya, aku mau tahu. Nen bilang hari itu kalau kalian bertiga mungkin saja dibunuh Mr. Lam, dan Nen akan kembali ke pusat. Maksudku kalian—apa yang ada di sana?"

Furler menurunkan bukunya, melirik Ken yang nampak serius. Setelah mendesau, wanita itu meletakkannya, dan sebelum Ken dapat berkedip, dia sudah melesat maju, menjatuhkan Ken dan mengacungkan sebuah pisau lipat.

"Apa yang kau lakukan?!" protes Ken, tetapi pisau itu bergerak semakin dekat dengan ujung matanya.

"Apa kau takut mati, Ken?" tanya Furler dengan nada datar. Ken yang masih bingung sekaligus panik memilih untuk mengangguk saja. "Bagus. Karena kau bahkan tidak akan sanggup bernapas di detik berikutnya jika yang menyerangmu adalah Lam. Walaupun aku ragu dia akan membunuhmu begitu saja. Lam adalah Initiator terbaik, dia dapat akan mulai dengan gigi-gigimu, menarik satu per satu sarafnya sampai kau mati rasa di wajah, lalu mencabut ginjal atau limpamu dengan mudah, dan kau masih dapat hidup sampai dua hari ke depan."

Furler melepaskannya, lalu kembali duduk di sofa seolah tak terjadi apa-apa. Ken masih terdiam di lantai, mengusap lehernya.

"Berhenti menanyakan hal-hal konyol, Ken. Sadarilah kalau sekarang kau adalah Dark Soul, dan sebenci apapun kau dengan fakta itu, kau akan menghabiskan sisa hidupmu yang menyedihkan itu di sini. Maka cobalah untuk membuatnya jadi menyenangkan."

Furler kembali membuka bukunya, dan terpaku di sana seolah tak ada Ken atau siapapun. Remaja itu juga sudah tidak berniat menanyakan apapun.

James kemudian muncul, baru keluar dari kamarnya dan terdiam di depan pintu. Dengan segera menyadari kalau ada sesuatu yang terjadi, tetapi Ken akhirnya menyingkir dari sana untuk menghindari pertanyaan apapun.

Meski begitu, serangan mendadak tadi masih membuatnya terguncang. Tatapan Furler yang tanpa keraguan sedikitpun sungguh membekas di dalam kepalanya. Ken sungguh berpikir nyawanya akan habis saat itu.

Mungkin bukan hanya Furler. Bagaimana dengan Nen? Atau mungkin Lam? Karena jika ucapan Furler tadi benar, maka sekali lagi Ken telah menyadari satu hal. Dark Soul adalah monster, dan betapa tidak beruntungnya Ken juga bagian dari mereka.

***

Pada akhirnya Ken benar-benar mengambil taksi untuk pergi dari sana, lalu mengambil bus yang justru berakhir di stasiun berbeda karena tak memperhatikan rutenya. Sudah pukul sebelas malam, dia terpaksa berjalan kaki untuk sisanya.

Ken menyadari angin terasa lebih cepat, mengingatkannya kembali pada badai yang pernah menerjang kota beberapa minggu lalu, tepat di hari yang sama Ken membunuh ayahnya. Korban pertamanya.

Dia mempercepat langkah untuk menghindari hujan yang mungkin saja akan datang. Sesekali masih berpapasan dengan orang-orang yang juga terburu-buru untuk segera pulang. Namun, dia tak akan pernah menyangka untuk menemukan gadis dengan jas hujan bertudung dalam warna kuning terang.

Langkahnya terhenti untuk memperhatikan lebih jelas, berharap dirinya dapat salah lihat, tetapi gadis itu juga berhenti berjalan. Mereka lalu saling menatap. "Gina ...."

Bayangan di hari pemakaman Neal merasuki ingatannya lagi. Ketika untuk pertama kalinya, keadaan benar-benar berputar bagi Ken. Saat sebelumnya remaja itu yang selalu memohon agar Gina percaya padanya, tetapi gadis itu yang sekarang berlutut.

"Hei, Ken ...," sahut Gina. Awalnya dia tersenyum, tetapi kemudian diturunkan.

Ken merasa bersalah atas tindakannya hari itu, Gina pasti sangat kebingungan dan harus mencerna semuanya, tetapi di satu sisi juga harus dilakukan. Ken sendiri sudah pernah merasakannya, dan dia bertahan.

Dia melangkah pergi, merasa tak ada yang perlu mereka bicarakan, tetapi saat melewati Gina, gadis itu langsung berkata, "aku menggugurkannya."

Sontak membuat Ken berhenti, dan membeliak pada Gina di belakangnya. "Ayahku berhasil mendapatkan obat aborsi. Aku menelannya sekitar seminggu lalu. Kupikir kau harus mengetahuinya," sambung Gina.

"Apa dia—Apa Neal juga tahu?" tanya Ken, dan Gina mengangguk.

"Dia ada di sana saat aku menggunakannya." Ken bisa mendengar gadis itu mulai terisak. "Kenapa aku tidak bisa mengingat apapun di hari itu? Kenapa aku bisa tidak tahu kalau selama ini Neal lah yang melakukannya?"

Ken hanya terdiam. Pelakunya bukan Neal, tetapi juga bukan Ken. Entah siapapun yang melakukannya. Melihat Gina menangis sungguh membuatnya iba, tetapi dia juga tak tahu harus melakukan apa.

"Aku tidak tahu apa ini akan membuatmu senang, tetapi Gina akan pergi dari kota, jauh bersama ayahnya untuk memulai hidup yang baru," lanjut gadis itu, masih memunggungi Ken. "Kuharap kau mau memaafkannya ...."

Barulah saat Gina berbalik, dia menyadari Ken sudah tak ada di sana. Hanya melihatnya berjalan menjauh, dan kemudian menghilang dalam dinginnya malam.

Sekali lagi, Gina sendirian.

You Just Met The Wrong PersonTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon