Saat ia sedang memakaikan kalung, aku baru sadar ia mengubah panggilannya. Ia menyebut dirinya Mas, sepertinya aku paham ia ingin dipanggil dengan sebutan apa, bukan lagi hanya nama seperti sebelumnya.

"Mulai sekarang kita persiapkan semuanya ya. Juga pengajuannya nanti, udah tahu kan?" godanya padaku ia tahu bahwa aku tahu tentang persyaratan pengajuan nikah sebelum aku melangkah ke sana. Tentu saja aku mendapat sumber dari teman-temanku yang kebetulan adalah ibu persit. Kalau dulu sih untuk bahan nulis, sekarang tentu saja untuk mendampingi laki-laki di sebelahku ini.

Dua minggu telah lewat sejak lamaran dadakan waktu itu. Kami sudah mulai sibuk mempersiapkan semuanya. Dari rangkaian acara permintaan keluarga dan juga paling penting pengajuan nikahnya. Sejak awal kami tak mengumumkan kepada siapapun tentang rencana pernikahan kami. Mungkin setelah semua tahap yang harus kami urus selesai baru akan kami umumkan. Terkecuali keluarga besar kami juga tentu saja pasangan fenomenal yang kami kenal, Luna-Devanka.

Hari itu tiba-tiba Fella, sosok yang berpengaruh pada hubunganku dengan sosok lelaki di masa lalu memohon untuk bertemu. Sebenarnya aku sudah tahu apa yang ingin ia katakan. Tapi, mari kita ikuti permainannya.

Sebelum bertemu aku memang sudah menceritakan pada Mas Fatih untuk pertemuan ini. Justru dia yang mendorongku agar mau bertemu. Pada awalnya aku enggan.

"Kamu bisa Naura, Mas masih kerja nanti kalau sudah beres Mas nyusul," ucapnya di seberang telepon sebelum aku turun dari mobil tadi.

Aku mulai memasuki cafe yang menjadi tempat kami bertemu. Kuedarkan mataku di sekeliling cafe. Ternyata ia masih belum datang. Kuputuskan untuk memesan minum dulu. Baru namaku dipanggil saat minuman pesananku jadi, Fella masuk ternyata ia tak sendiri. Aku hanya memutar bola mataku malas. Ternyata ada lelaki itu.

"Kamu nggak bilang ajak dia, Fel?" ucapku saat mereka baru saja duduk di hadapanku.

"Maaf, memang aku yang nyuruh Fella nggak ngomong ke kamu kalo aku ikut," jelas lelaki di depanku ini, Regan. Aku hanya mengangguk.

"Baik, silahkan ngomong. Saya ada janji setelah ini!" perintahku agak sedikit ketus.

"Maaf Ra, kalau aku nyakitin kamu. Awalnya memang berawal dari perjodohan hingga aku akhirnya menikah dengan anak komandan, jadi maaf jika mendadak kamu tahu bahwa aku telah menikah kemarin," Regan menjelaskan padaku. Aku hanya diam membiarkan mereka bicara.

"Lalu, aku juga maaf Nau, aku nggak bilang ke kamu waktu itu takut kamu tersakiti." Aku hanya tersenyum sinis saat mendengar penjelasannya.

"Sudah?? Terima kasih uda meluangkan waktu kalian untuk menjelaskan kebohongan kalian!" Aku mengangkat kedua tanganku tanda menyuruh mereka diam saat aku mengatakan mereka bohong.

"Aku nggak peduli anda mau nikah dijodohin, atau ta'aruf seperti yang Fella woro-woro ke semua temanku. Yang paling membuat aku kecewa adalah serangkaian kebohongan kamu Fel, dan juga anda Regan." Aku berhenti sejenak.

"Kalau emang udah dijodohin bilang aja dari awal. Nggak perlu kebanyakan drama. Itu untuk anda Regan. Sedang kamu Fel, jangan mengumbar apapun ke temanku. Kenapa nggak menjelaskan ke aku langsung kalau kamu tahu sejak awal, malah bohong sama aku bahwa kamu nggak tahu apa-apa? Saya kecewa sama kamu Fel! Sebagai seseorang yang mengaku teman baikku, ternyata sejak awal nggak menghargai aku!" jelasku panjang.

"Tapi Nau..!" Suara Fella terhenti saat ada sosok laki-laki menghampiriku. Mereka pun menoleh ke arah lelaki yang baru datang itu, Mas Fatih.

"Penjelasan kalian nggak akan merubah apapun. Terima kasih atas penjelasan kalian. Dan maaf saya harus membawa calon istri saya pergi, kami ada janji dengan WO." Aku menoleh ke arah Mas Fatih. Ia datang masih dengan seragam PDLnya.

"Lho, kok nggak kasih tahu pas jalan ke sini Mas?" tanyaku pada Mas Fatih. Ia hanya tersenyum tipis padaku. Aku pun beranjak berdiri. Bisa aku lihat dari pandangan Regan ia sedang memindai seragam Mas Fatih.

"Permintaan maaf kalian saya terima tapi, maaf untuk menjalin pertemanan seperti dulu saya nggak bisa. Buat anda Fella, berhenti menjelaskan sesuatu pada Luna dan juga Wulan. Nggak ada pengaruhnya buat mereka karena merekalah yang pantas disebut true friend. Bukan seseorang yang mengaku true friend tapi menjatuhkan temannya," terangku.

"Ah iya Fel, ini calon suami saya. Nggak usah woro-woro ke orang-orang kalo aku drop gara-gara ditinggal nikah. Saya sudah bahagia dan dipertemukan oleh orang yang terbaik. Paham Fel? Permisi."

"Permisi," ucap Mas Fatih lebih ke arah Regan.

"Oh, ya, Bang silahkan!" respon Regan reflek.

Kami pun pergi dari hadapan mereka. Mereka pada akhirnya harus tahu rencana pernikahan kami agar membungkam fitnah yang disebarkan oleh Fella.

"Good job sayang," ucap Mas Fatih lirih saat kami duduk di mobil. Aku menoleh kaget.

"Hah? Mas manggil apa?"

"Nggak ada."

"Ihh, diulang dong!"

"Nggak ada pengulangan, besok aja kalau udah sah."
———

Hari-hari berlalu bahkan sudah berbulan-bulan sejak lamaran Mas Fatih waktu itu. Di mobil, di parkiran taman. Kadang aku geli, kenapa tempat lamarannya nggak se-estetik tokoh-tokoh di tulisanku sih.

Proses pengajuan nikah kami berdua pun masih berlangsung. Sudah tahap bertemu dengan para pejabat dari kesatuan Mas Fatih. Banyak pesan dan nasihat dari Luna juga Devanka. Luna lebih cerewet ketimbang Mas Fatih, aku sampai heran. Yang nikah aku sama Mas Fatih apa Luna sama Devanka sih?

Tak banyak drama yang terjadi saat pengajuan. Hanya ngambek di mobil, merengek bahkan sampai menangis sewaktu rencana kami gagal untuk bertemu dengan salah satu pejabat penting di kesatuan Mas Fatih. Apalagi aku yang bekerja dengan sistem shift harus berkali-kali tukar jaga dengan temanku. Beruntungnya para rekan kerjaku sangat membantuku terutama Luna.

Hari H pernikahan kami pun tiba. Perias sudah menyelesaikan riasan di wajahku. Aku hampir terkejut dengan wajahku sendiri. Manglingi kalau kata orang.

"Hey Naura sayang, wahh pengantinnya cantik banget!" seru Luna yang baru datang. Ia memang kuminta untuk mendampingiku dari akad hingga resepsi.

"Eh baru dateng?"

"Hehe iya, tadi pagi teler aku Beb."

"Loh sakit??"

"Biasa Tante, calon ponakan Tante kalo pagi bikin Bundanya teler." Aku sontak menoleh ke arah Luna yang tengah tersenyum lebar.

"Kamu dihamili Devanka?" Luna langsung memukulku.

"Bahasanya dong jangan dihamili!" Aku pun tertawa.

"Selamat ya Luna sayang, semoga sehat sampai lahiran ya!" Aku pun memeluk Luna. Kami tersenyum bahagia.

Terima kasih Tuhan engkau mengirimkan orang-orang yang mencintaiku. Terima kasih atas kebahagiaan yang engkau beri pada kami di hari bahagiaku ini.

————-
The end????

Lihat saja nanti hehe..
Maaf karena ada berbagai hal its okay love belum bisa lanjut 🙏🏻🙏🏻

Semarang, 25/3/2021

The FootpathsUnde poveștirile trăiesc. Descoperă acum