"Hai, James."

Lantas anak muda itu terkejut dan buru-buru bangkit. "N–Nen. Kau sudah kembali."

Nen tak membalasnya, tetapi langsung menyuruh. "Aku ingin kau melakukan pencarian." Dari dalam tas kopernya dia menyerahkan beberapa lembar kertas pada anak itu.

James mengangguk, dan kembali pada kursi. Jari-jarinya menari cepat di atas keyboard, sementara matanya berpindah dari satu layar ke layar lainnya. "Baiklah ini dia. Neal Gregson dan Gina Sage." Terpampang di masing-masing layar informasi lengkap tentang kedua nama tersebut. Termasuk alamat, nomor ponsel, bahkan keluarganya yang masih hidup dan sudah mati.

"Masih ada?"

Nen terdiam sejenak, membaca sebagian tulisan yang terpampang pada layar. James merasa ada yang sangat berbeda. Biasanya Nen tersenyum dan tidak pernah sampai setegang ini, sekarang hanya ada kerutan di wajahnya. "Ya, buat lagi pesan berantai untuk Ischar High."

"Pesan spam? Tentu. Apa isinya?"

***

Baru tiga hari sejak ayahnya dimakamkan, dan hal yang sama seperti saat ibunya tewas terjadi kembali. Sebuah pesan spam diterima oleh hampir seisi sekolah. Kini semua orang tahu kalau Ayah Ken adalah pria yang ditemukan terbunuh di jurang perbatasan.

Ken tidak tahu siapa pelakunya dan dia sungguh ingin tahu. Karena pesan-pesan itu benar-benar mengganggunya. Banyak murid lain mulai memandangnya aneh, beberapa juga menjauhinya dan tidak sedikit yang takut padanya.

Shiro mengatakan kalau Ken cukup mengabaikannya. Cyan sendiri menawarkan bantuan untuk ikut mencari siapa sebenarnya pengirim pesan tersebut. Lucy dan teman-temannya yang lain juga ikut membantu dengan menjelaskan ke seluruh sekolah kalau berita itu benar dan Ken tidak ingin ada yang membicarakannya.

Pesan tersebut juga mempengaruhi latihannya bersama klub musik. Pada latihan sebelumnya personel lain mau duduk dan berdiskusi dengan Ken, sekarang mereka semua memalingkan wajah jika mereka saling bertatapan.

Kapten klub musik, Victor menyadari hal tersebut dan tidak ingin ada masalah di dalam timnya. Jadi saat sesi latihan individu, Victor mengambil kesempatan untuk berbicara dengannya.

"Hei, Ken. Bagaimana kabarmu?"

Ken semula mencoba fokus pada kertas-kertas not, tetapi dia memang tak bisa berpikir dalam keadaan seperti ini. Cowok itu mendesau. "Hei, Victor. Aku baik."

"Baguslah. Dengar, entah ini membantu atau tidak, tapi aku sudah berbicara dengan semua tim agar mereka tidak ... menjauhimu. Aku tidak tahu bagaimana rasanya kehilangan orang tua, dan aku tidak ingin menilai siapapun yang telah melaluinya."

"Tentu, Vic, dan terima kasih." Ken tersenyum, tetapi Victor tahu itu sedikit dipaksakan.

Ken mengangkat kepala, bukan untuk menatap anggota klub musik lain yang sangat jelas menjaga jarak dengannya, tetapi selama tiga minggu ini Ken menyadari tak banyak alat musik yang dimainkan.

"Kenapa tak ada yang memainkan benda itu?" tanya Ken menunjuk salah satu yang hanya bersandar di dinding.

Victor berbalik untuk mengikuti arah pandang Ken, dan menemukan Cello. "Cello? Pemain terakhir memutuskan untuk keluar, dan tak ada yang ingin memainkannya, tapi pendaftaran klub akan tetap dibuka sampai seluruh personel kita lengkap. Kenapa tanya?"

Ken menggeleng. "Aku hanya penasaran."

Victor merasa sudah cukup berbicara dengan Ken. Dia menepuk tangan, tanda perhatian seluruh tim harus tertuju padanya sekarang. "Baiklah, sudah cukup sesi pembacaan not. Kita kembali pada bagian intro, jadi semua tolong ambil posisi masing-masing."

You Just Met The Wrong PersonWhere stories live. Discover now