Tentang Aku.

57 10 3
                                    

Namaku Nara. Gahyaka Naraya nama lengkapnya. Orang terdekatku biasa memanggilku dengan sebutan Aya.

Namun hanya sedikit sekali orang yang memanggilku dengan sebutan itu. Alasannya sederhana, aku tidak memiliki banyak orang terdekat.

Aku tidak suka bergaul. Lebih tepatnya, aku tidak suka berinteraksi dengan manusia. Terdengar aneh memang, aku sebagai seorang manusia tidak suka berinteraksi dengan manusia lainnya.

Tetapi pada kenyataannya memang seperti itu. Alasannya sungguh sederhana dan mungkin terdengar sangat tidak masuk akal; aku tidak suka konflik. Entah itu hanyalah sebuah konflik kecil yang biasanya sering terjadi di diskusi kelompok, atau konflik besar yang bisa membuat dua orang yang awalnya dekat menjadi seperti tidak saling mengenal.

Berada di tengah-tengah konflik sungguh melelahkan bagiku. Terlalu membuang-buang waktu. Manusia bisa berubah menjadi sangat jahat saat tengah berada didalam konflik. Bahkan di beberapa kasus, mereka bisa membunuh manusia lainnya hanya karena sebuah konflik.

Maka dari itu, aku tidak suka jika harus membuang-buang waktu ku untuk berdebat di tengah-tengah diskusi kelompok, berbasa-basi dengan seseorang yang bahkan tidak ku kenal di angkutan umum, atau sekedar menjawab pertanyaan seseorang disaat aku sedang presentasi didepan kelas. Hal-hal seperti itu menurutku merupakan awal pemicu bisa terciptanya sebuah konflik. Entah konflik kecil yang sesaat saja kemudian akan berlalu, atau konflik besar yang bisa mengubah isi pikiran dan hati manusia.

Nampaknya kalimat takut dengan konflik terlihat lebih cocok untuk mendeskripsikan diriku, daripada kalimat tidak suka dengan konflik.

Karena sepertinya, aku bukannya tidak suka dengan konflik. Namun aku takut bila terjadi konflik.

Aku takut apakah perkataan yang aku ucapkan akan menyinggung perasaan orang, sehingga mengakibatkan terjadinya konflik.

Takut apakah pendapat yang aku utarakan tidak sepaham dengan isi pikiran mereka, sehingga membuat mereka tersinggung dan akan menimbulkan konflik.

Ketakutan-ketakutan seperti itu selalu menghantuiku, membuat aku merasa enggan untuk berinteraksi dengan manusia.
Mungkin, yang aku takutkan bukanlah sebuah konflik. Namun manusia lah sebenarnya yang aku takutkan.

Intinya, aku sangat tidak suka berada ditengah perdebatan. Aku tidak suka dengan situasi yang menegangkan.

Aku tahu bahwa diriku aneh. Aku menyadari hal itu. Manusia yang takut berinteraksi karena enggan menghadapi konflik.

Manusia yang takut dengan manusia lainnya padahal kami sama-sama memakan nasi.

Orang lain pasti akan menertawakanku karena ketakutanku itu.

Namun mau apa lagi?

Aku juga tidak ingin seperti ini.

Aku ingin merubahnya.

Tetapi, bagaimana?

Dihidupku, aku hanya memiliki dua orang teman.

Temanku yang pertama namanya Aruna. Dia satu-satunya teman yang aku miliki di Kampus. Kami saling mengenal karena berada di satu kelas yang sama, dan tidak sengaja berada dalam kelompok yang sama untuk salah satu tugas mata kuliah.

Aruna anak yang ceria. Ia juga cukup aktif mengikuti kegiatan organisasi dikampus. Entah mengapa perempuan itu bisa menjadi temanku. Mungkin karena ia sering mengekoriku dikelas. Di saat aku mengusirnya agar ia bergaul dengan anak kelas yang lain, ia selalu menolak, dan mengatakan bahwa anak-anak yang lain tidak mengasyikkan.

Lalu apa bedanya denganku? Bukankah aku lebih tidak mengasyikkan?

Namun meskipun begitu, aku suka berteman dengan Aruna. Meskipun dapat dikatakan kepribadian kita berbeda 360 derajat, ia dapat mengerti aku. Ia tak pernah memaksaku untuk ikut masuk ke organisasinya. Tidak pernah juga memaksaku untuk ikut nongkrong bersama teman-temannya yang lain.

Cerita Renan | Renjun.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang