"Apa yang bisa kamu lakukan dengan aku yang tak seperti orang-orang normal?" tutur isi kepalaku.
"Ada aku yang bakal selalu buat kamu diterima oleh masyarakat bahkan syurga," ucapnya dengan penuh keseriusan, ia yang tengah nyaman bersemayam dalam relung kalbu paling dalam.
Dalam pojok hening, aku yang berada di hadapan cermin, memantulkan seorang yang sama. Namun, dengan nada pikiran yang berbeda. Awam tak akan semudah itu menerimaku sepenuh jiwa. Mana mungkin mereka membiarkanku bertandang sebagai benalunya.
Dua kubu yang tak seirama, bagai satu kemudi dua penumpang, dengan kemauan yang berbeda. Antara arah kiri dan kanan. Tak akan berjalan dengan nyaman, bahkan tak akan ada deru roda-roda yang berputar.
Entah apa yang tengah mereka perdebatkan pada saban-saban shyam berpulang. Antara belas kasihan maupun realistis kenyataan. Tampak jelas, mereka beradu argumen yang dinalari oleh masing-masing regulasi.
Antara 'hati' maupun 'egosentris' yang terpatri, harap-harap kusematkan pada Sang Ilahi, tak ada perdebatan yang akan terjadi (lagi). Hanya dinaungi oleh kebahagiaan yang haqiqi. Akan tetapi, tak dapat dipungkiri jika kita punya harapan. Namun, takdir milik kenyataan.
🌺 Terima kasih sudah sudi singgah & membaca :')
YOU ARE READING
Hati dan Egosentris
Short StoryMasih dengan 174 kata dengan satu tanda tanya. 🌺 Selamat membaca karya tak bermakna 🌺