Kebucinan Yang Haqiqi

145 10 4
                                    

"Ran/Rio..." Ujarku dan Rio serempak,
saling pandang lalu kami pun tertawa...
"Ya udah luh dulu dech!" ujaríku dan Rio lagi lagi barengan kembali, kami pun tertawa kembali.

Entah kenapa kalimat kalimat receh seperti itu saja aku rasa lucu sekali,
"ooh... Ini mungkin yang dirasakan Rara kala Arief mengeluarkan jurus joke jokenya yang super garing itu" bathinku merasa konyol.

Rio tertawa sampai mengeluarkan air mata, bahagia rasanya lihat Rio tertawa lepas seperti itu
Sejak pertemuan kembali antara aku yang bertubuh Huma dan Rio, baru kali ini melihat Rio begitu ceria, terlihat jelas dari perubahan Auranya. Yang tadinya warna auranya kelabu, kelam seperti langit mendung, sekarang warna auranya berubah menjadi biru, sebiru warna langit yang cerah tanpa awan.

"Ran kamu mau ngomong apa tadi?" tanya Rio setelah beberapa saat kami terdiam.

"cie... Cie... Aku kamu lagi,  manggilnya" godaku, tersenyum manja. Sebenarnya aku senang, berarti Rio mengistimewakanku di banding yang lain.
"kan kamu seperti kota Jogja buatku Ra" tanggap Rio sambil senyum simpul. "Kok Jogja sih... Yoo?" tanyaku pura pura gak mengerti.
"iya kamu kaya kota Jogja..... Istimewa" jawab Rio malu malu.

"jiaaaaahhh.... Garing luh yoo.... Uups!! Sorry yo kelepasan, maksudku.... Iiiih kamu co cweeeet deh yoo..." godaku sambil menahan tawa, iya tawa bahagia.

"pa'an siih Ran, nyesel deh gw ngomong gituu" gerutu Rio keliatan malu.

"eeh gw lagi.... Udah aku kamu aja yoo yaa, aku seneng dengernya...."  ucapku manja.

"Yoo, ceritain dong, kehidupanmu selama hampir tiga tahun ini yo, aku pengen mengganti waktu kita yang hilang dengan mendengar cerita kamu" tanya ku.

"Diih... Ngikutin kan pake aku kamu juga" kata Rio tersenyum seraya menyikut mesra lenganku.

Entahlah diluar sana siang atau malam, yang jelas saat ini aku merasakan kebahagiaan yang teramat sangat.

"Aku cerita yaa Ran, hampir tiga tahun yg lalu, sesaat setelah kamu menghilang di gunung ini, dan hanya aku satu satunya survivor yang selamat dari teror nyai Lastri atau ratu siluman atau wanita simuka Rata yang katanya bang Dika berhasil di binasakan sama pak kyai guru nya bang Dika persis di luar gua ini" kenang Rio.

"Aku mengalami koma yang cukup lama Ran, walaupun aku merasa hanya sekejap saja, Dan aku tidak merasakan apa apa, kan katanya kalo orang koma, jiwanya melayang kemana mana, tapi aku tidak merasakan itu semua" Rio terdiam sejenak.

"Setelah tersadar dari koma dan semua luka yang ku alami sembuh aku langsung ajak bang Dika untuk cari kamu Ran, hampir tiap minggu kami cari kamu" ujar Rio

"Nilai Pelajaranku anjlok, karena pikiran dan jiwaku di fokuskan buat kamu Ran, untungnya kepala sekolah dan guru guru kita mengerti, walau aku sering bolos dan semua mata pelajaran nilainya anjlok semua" lanjutnya.

"Aku dan bang Dika tiap minggu tetap selalu mencarimu di gunung ini walau hasilnya nihil..." Rio menunduk sambil menarik nafas panjang, lalu mengeluarkan SAPPEK 12 nya, lalu di bakarnya sebatang, di hisap dalam dalam dan di hembuskannya ke atas,

"Sebat dulu lah Ran" tawar Rio sambil menyodorkan SAPPEK 12 nya padaku
"boleh laah yoo" sahutku sambil mengambil sebatang dan menyulutnya, hal yang sama kulakukan, kuhisap dalam dalam lalu kehembuskan ke atas

"tetap yoo masih tinggian Asapku" ujarku seperti dulu aku sering ucapkan ke Rio, kami tertawa sejenak lalu terdiam.

"aku teruskan yaa Ran"  lanjut Rio, lalu membenarkan posisi duduknya.

"setelah aku dan bang Dika menemukanmu, melalui mimpi mimpi aneh bersamamu Ran, begitu juga bang Dika, dan mungkin sebenarnya waktu itu kamu ada dan memberi petunjuk lewat lonceng pemanggil pangeran impianmu itu, kok kamu bisa kepikiran menggunakan lonceng itu sih Ran?" tanya Rio)

"Hehehe.... Nanti aku jawab yoo, lanjutin dulu ceritamu" jawabku, membiarkan Rio supaya menyelesaikan terlebih duilu ceritanya.

Nah setelah selesai penguburan jasadmu, hari hari selanjutnya terasa hampa sekali Ran, hari Hariku hanya di dalam kamar, gunung dan sekolahan. Setiap Hari seperti itu, ooh iya loncengmu sengaja aku bawa bawa, biar ngerasa di temenin sama kamu" ujar Rio sedikit malu malu. Yang mau gak mau membuatku tersipu, lalu ku hembuskan asap rokokku kemukanya Rio.

"Ibu sepertinya khawatir kepadaku, sehingga suatu hari ibu pernah bilang, bahwa ibu itu indigo, ibu bisa lihat sesuatu yang orang lain tak bisa lihat, pas di hari kamu di temukan kamu sempat datang ke Rumah pohon kita, kata ibu dan ibu mendengar gemerincing suara lonceng, lalu katanya ibu saat di bc pun ibu ketemu kamu dan bahkan sempat berbincang, dan kamu ikut ke Rumah" Rio terdiam sejenak dan menghisap rokoknya.

"Lalu malamnya ibu mengadakan Ritual untuk memanggil arwah arwah yang keluar dari jasadnya atau dalam keadaan mati suri mungkin ya termasuk yang koma, banyak yang mendatangi ibu, tapi ibu merasa banyak yg tidak cocok buat kamu, sampai datanglah jiwa seorang gadis, yang nampak kebingungan dan seperti ketakutan, dia bercerita pada ibu, dan entah apa yg di ceritakannya karena ibu gak ngomong. Tapi intinya kata ibu, kamu pergilah ke Jogja di sana kamu akan ketemu sama Rani" Rio melirik padaku sejenak.

"awalnya Aku gak percaya Ran, masa iya ibu indigo orang sama kecoa aja takut, aku pikir ibu hanya menghiburku saja, Namun kuturuti juga ibu agar aku kuliah di Jogja, yaa itung itung aku wujudkan mimpi kita untuk kuliah di jogja" lanjut Rio lalu Rio menghisap sisa rokok yg sedikit lagi dan mematikannya di lantai gua lalu di masukannya puntung rokok itu kedalam kantong dari kain tempat puntung Rokok yang memang selalu Rio bawa setiap pendakian. Dan di masukannya kembali kantong itu ke saku jaketnya.

"masih tetep dipake tuh kantong yoo?" tanyaku sambil senyum menggoda.

"masihlah Ran ini kan kantong Ajaib, kecil tapi bermanfaat" jawab Rio sambil tersenyum.

"setelah kelulusan berangkatlah aku ke Jogja untuk mengikuti seleksi masuk ke universitas negeri, dan Alhamdulillah aku lulus Ran, karena aku bukan dari kalangan anak orang kaya Ran, maka aku cari cari kerja buat tambahan biaya kuliah dan biaya hidup di Jogja, sampai akhirnya ketemu kamu di tempat ku kerja" lanjut Rio.

"Ran.... Sebenarnya, sudah lama aku ingin ngomong sesuatu sama kamu, mungkin sekarang saatnya aku ngomong, Rani Puspa Ranukumbolo, sebenarnya Aku...." belum selesai Rio berbicara dan jantungku sudah berdegup kencang, tiba tiba...

"Kak Rani....!! Di panggil nenek" Ningsih berteriak di depan gubuk, aku lalu bangkit

"Ran...?!!" panggil Rio,
"Aku tau Yoo... Apa yang mau kamu ungkapin, saat kamu melihat lihat foto kita di tenda dulu waktu kamu sama bang dika mencariku, aku ada di sana, saat kamu berbicara pada jasadku di acara pemakaman, aku juga dengar apa yg kamu omongin" aku tersenyum lalu

"Aku juga punya perasaan yang sama ke kamu Yoo... Sejak lama sekali, cuman kamu gak peka, jawabanku Iya yoo... Aku mau" jawabku sambil berpaling dengan muka merah dan berlari meninggalkan Rio yang berteriak "YEESSS....!!!"  sambil mengangkat tinjunya ke atas...

JIWA TANPA RAGA ( HUMA )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang