Melihat hal itu sontak membuat teman-teman Neal langsung ikut menyerang. Salah satunya maju dan berhasil meninju perut Ken, tetapi remaja itu juga memberikan serangan balasan.

Dia tidak pernah sempat untuk menghindar, tetapi setiap satu pukulan Ken langsung membalasnya. Memberikan kepalan tangan yang keras ataupun tendangan dari sepatunya yang tebal. Ken tahu dia akan kalah, apa yang dilakukan hanya bertahan lalu melarikan diri saat ada kesempatan.

Hingga tekanan yang besar mendarat di punggung Ken. Kali ini cukup keras hingga menyentakkannya, dan membuatnya jatuh ke tanah. Tidak lagi ingin memberinya kesempatan, dua orang sigap mengangkat Ken yang masih coba memulihkan diri, lalu menahannya ke dinding.

"Lepaskan aku sialan!" amuk Ken dengan wajah yang memar.

Dengan kesal Neal meremas tangannya. Kemudian dia meludah ke samping. Ada darah juga. Dia terkesan Ken bisa memukulnya sekeras itu. Namun, amarahnya jauh lebih besar. Neal membuang kayunya, dan memukul perut Ken sangat keras hingga dia langsung terbatuk dan memuntahkan air liurnya.

Namun, tidak hanya sekali, Neal terus memukulnya di tempat yang sama sampai yang keluar seutuhnya darah. Ken dilepaskan karena mereka yakin anak itu tidak akan lagi bisa melakukan apapun. Benar saja, tubuhnya sudah kehabisan tenaga, Ken terjatuh begitu saja sembari meremas perutnya yang kesakitan.

Napasnya tak beraturan. Seluruh tubuhnya kesakitan. Ken bahkan belum sempat untuk melakukan apapun dan Neal meraih lehernya dengan kasar, kemudian mencengkeramnya dan berusaha mengangkatnya ke atas. Lalu dengan emosi yang meluap-luap membanting tubuh Ken yang sudah mengenaskan kembali ke dinding.

Kini udara benar-benar menipis. Kedua tangannya berusaha mencakar Neal, tetapi dia benar-benar tak mampu. Seluruh penglihatannya menjadi buram dan menghitam.

"BERHENTI DI SANA!"

Hingga suara teriakan yang sangat keras mengejutkan Neal dan teman-temannya. Sontak tangannya melepaskan Ken. Menoleh ke kanan, mereka menemukan remaja perempuan berdiri di sana memperhatikan mereka.

"AKAN KULAPORKAN KALIAN SEMUA PADA POLISI!" Mereka langsung berlari terbirit-birit meninggalkan tempat itu. Membiarkan Ken di sana yang bahkan tak lagi bisa bergerak.

Gadis tadi sontak mendekat, dia hanya bisa terkesiap saat mendapati kondisi Ken yang terkapar tak berdaya.

"Ken! Astaga, mereka benar-benar keterlaluan."

Dengan panik dia meraih ponselnya dan mengetikkan nomor panggilan darurat. "A--Akan kuhubungi rumah sakit. Bertahanlah, Ken!"

Belum bahkan sempat memanggil, Ken malah menaruh tangannya ke lengan gadis itu untuk menghentikannya.

"Arthur. Ponselku. Olivia," ucapnya terbata-bata dengan suara hampir serak.

"Arthur? Apa maksudmu?"

"Aku mohon!" Ken berteriak, gadis itu sontak terkejut. "Jangan ... rumah sakit."

Suaranya memelan, dan kemudian terdiam. "Ken?! Ken?! Sadarlah! Bicara padaku!"

Gadis itu sadar Ken sudah kehilangan kesadaran. Meski telah menepuk pipinya berkali-kali, tak ada apapun yang terjadi.

***

Panik, begitulah yang Ken tengah rasakan. Besok adalah ujian Fisika dan dia belum sempat belajar karena tugas seni yang memakan waktunya selama seminggu.

Dia berusaha untuk tetap fokus, mencoba berpikir kalau soal ujiannya tidak akan terlalu sulit. Bahkan hatinya sempat berharap kalau ujian akan dibatalkan jadi dapat mengambil kesempatan untuk belajar lebih baik.

You Just Met The Wrong PersonWhere stories live. Discover now