Kerusuhan

8 3 2
                                    

Drink beer with the guys
And chase after girls
I’d kick it with who I wanted
And I’d never get confrotnted for it
‘cause they’d stick up for me

Lagu dari Beyonce berulang-ulang diputar di mobil Mareta petang itu. Dia sengaja tidak langsung pulang hari ini. Ini hari Jumat. Saatnya untuk bersenang-senang. Mareta telah menyiapkan baju ganti di dalam bagasi mobilnya. Kali ini ia menyiapkan sackdress yang bila dipakai hanya akan beberapa sentimeter dari atas garis batas pantatnya. Warnanya emas dan terbuat dari payet-payet halus. Dress yang dibelinya melalui online-shop dan dikirim dari Tiongkok itu nyatanya tidak terlalu mengecewakan bahannya. Sebaliknya, Mareta sangat menyukai. Bagian leher berbentuk asimetris pada bagian kiri. Bagian kanan berlengan panjang, tetapi pada bagian kiri tidak berlengan, sehingga menampilkan tato naga yang tergambar dari lengan hingga bahu belakang. Tidak perlu memakai bra untuk membungkus dadanya yang berukuran 34C itu. Dia tidak akan peduli dengan kerling mata para lelaki yang melirik malu-malu ketika bajunya yang ketat menjiplak di bagian dada. Mareta berencana akan memakan choker hitam beludru untuk melengkapi penampilannya nanti malam. Tidak lupa ia menyiapkan heels setinggi 12 cm.

Mareta akan terlihat lebih menjulang tentunya.

Jam di dashboard mobilnya baru menunjukkan pukul 19.00. Masih lama untuk sampai pada pukul 22.00. Mareta berpikir cukup keras di mana ia akan menghabiskan waktu sambil menunggu sekitar 3 jam. Konyol bila harus terjebak di dalam arus lalu lintas akhir pekan.

Alih-alih berpikir lebih lama, Mareta memilih untuk memarkir mobilnya di halaman kafe yang cukup lebar di sisi kiri. Sebagai orang yang kerap berbuat spontan, Mareta sudah terlatih untuk menerima umpatan pengendara mobil di belakangnya akibat tindakan keputusan yang mendadak itu.

“Mas, caramel macchiato less ice, ya. Sama sandwich tuna satu,” pinta Mareta sambil menyodorkan kartu yang berwarna hitam itu. Platinum card.

“Atas nama siapa, Kak?” tanya barista yang merangkap kasir di hadapan Mareta.

“Tulis saja: Reta. Nanti diantar ke meja, kan?” Mareta bertanya balik.

“Iya, Kak. Nanti kami antar. Ini nomor mejanya,” kasir laki-laki yang nada bicaranya halus setengah melambai itu menyodorkan nomor meja pada Mareta.

Mareta celingukan mencari meja yang menurutnya nyaman untuk menyepi.

Tentu saja meja yang dilengkapi dengan fasilitas stop kontak.

Sambil berharap sofa incarannya tidak diisi orang lain saat proses pembayaran. Kasir menyodorkan mesin EDC di depan Mareta. Setelah Mareta memencet pin dan kasir menyerahkan kembali kartu beserta struk pembayaran, Mareta melenggang menuju sofa yang telah diincarnya.

Dia melewati beberapa pasangan yang duduk berhadapan. Dan Mareta hampir yakin beberapa lelaki yang duduk bersama pasangan mereka itu sedikit banyak melirik pada Mareta yang hari itu memakai baju kerja berupa rok merah yang tingginya hanya setengah paha dan blouse satin putih dengan kerah berbentuk V. Mareta sengaja membuka dua kancing teratasnya. Padahal bra yang dipakainya juga berwarna merah menyala seperti roknya. Dengan dibukanya dua kancing teratas itu membuat belahan dadanya mengintip malu. Apalagi kerah blousenya yang  berbentuk V tentu memancing ekor mata para lelaki.

Mareta terlalu percaya diri untuk ukuran perempuan timur.

Namun, hal ini sebenarnya mencerminkan pemikiran Mareta yang terbuka. Mareta menghargai tubuhnya dan merdeka atas tubuhnya.
Setengah membanting tubuhnya di sofa, Mareta memilih tempat duduk di pojok bagian belakang. Sambil mendengus kesal bahwa masih akan melalui tiga jam lagi untuk berangkat clubbing sebenarnya Mareta ingin sejenak memejamkan mata.

Alih-alih tidur, Mareta justru membuka media sosial dan mulai scrolling lini masa. Tidak hanya itu, dia mengecek adakah pesan yang masuk di dalam inboxnya.

Tidak login akun selama tiga hari belakangan ini, rupanya banyak sekali pesan yang masuk ke dalam inboxnya.  Postingan fotonya tiga hari lalu juga menuai puluhan komentar. Saat itu Mareta menguggah fotonya yang baru bangun di pagi hari masih dengan lingerie berenda warna merah menyala yang menampilkan dada hingga paha, tentu saja tanpa bra di dalamnya. Putting payudaranya tampak menjiplak di balik lingerie itu. Seperti biasa Mareta tidak menampilkan wajahnya dalam setiap foto yang diunggahnya.

Mareta membalas satu-satu dari bawah. Baik komentar di dalam unggahan maupun di dalam kolom inbox.

Nouva VitaWhere stories live. Discover now