00.

115 18 36
                                    

00 - KANYAAH

__

Setelah matahari beberapa akhir ini selalu menunjukkan eksistensinya, tadi pagi ia harus mengalah pada hujan untuk menggantikannya menyapa bumi. Bau tanah lembap juga masih tercium dan bulir-bulir air masih setia hinggap pada puncak tanaman Bunda.

Shea terpekur. Menatap langit mendung yang rasanya seperti sedang menyuruh manusia untuk istirahat sejenak dari apapun kegiatannya. Shea jelas bukan anak penikmat hujan yang mengganggap bahwa hujan itu adalah sesuatu yang bisa diromantisasi ketika kenyataannya adalah hujan merupakan penyebab banjir. Hanya saja, dulu, saat ia menginjak bangku kelas tiga sekolah dasar, kura-kura kesayangannya mati. Shea hanya bisa menangis tanpa henti dan kata Bunda, tidak perlu ditangisi lagi karena kura-kuranya pasti sudah pergi ke langit dengan bahagia. Mungkin terdengar konyol, tapi setelahnya, ia jadi percaya bahwa pada setiap tetes hujan yang turun, kura-kuranya akan selalu ikut serta.

"WHERE'S YOUR BROTHER?!"

Di tempatnya, Shea nyaris jatuh dari kursi jika ia tidak cepat-cepat berpegangan pada tralis jendela ketika teriakan itu tiba-tiba memenuhi isi rumah. Ia menghela napas, lalu memutar badan hanya untuk menemukan kakak ketiganya yang sedang berbicara pada kaus kaki.

"MAS APAAN SIH?! KAGET!"

Laki-laki itu menoleh. Menunjukkan kaus kakinya yang hanya ada satu. Sambil memasang wajah pasrah, Calum hanya bisa berujar, "ini.. satunya lagi hilang."

"Carinya pake mata!"

"Yaiyalah pake mata. Kalo pake hidung namanya sakti!"

Banyak film yang langsung terngiang di otak ketika ada yang menyinggung tentang tema kekeluargaan. Dari yang familiar di telinga lokal seperi Keluarga Cemara, kakak-beradik dengan kisah fantasi yang tidak terkesan masuk akal namun tetap keren seperti Narnia, isi yang sarat dengan pelajaran hidup seperti Wonder, atau film kartun yang tak akan bosan ditonton ribuan kali seperti Coco.

Namun, berhubung Shea dan keluarganya terlalu ramai untuk Keluarga Cemara dan tidak punya lemari ajaib yang akan membawa mereka ke negeri lain, mereka punya kisah sendiri. Mungkin tidak menarik, tapi menurut Bunda, anak-anaknya adalah yang terbaik. Tidak ada bedanya antara hari kerja dan hari libur di rumah ini. Setiap hari sama. Selalu berisik, seolah jam malam tak berlaku di sana.

Setiap hari juga berjalan konsisten seperti biasa. Diawali dengan eluhan-eluhan kecil tiga termuda di rumah ketika pagi telah datang dan mereka harus ke sekolah, hingga eluhan mereka makin menjadi ketika malam menjemput karena PR yang menumpuk mengalahkan tinggi piramida di Mesir sana. Yang tertua pun sama, membuat Bunda berupaya ekstra agar anak-anaknya tidak kehilangan semangat.

"Lagian mau ke mana sih, nyari-nyari kaus kaki?" Shea memberanikan bertanya. "Jalanan becek. Mending di rumah."

"Biasalah. Mau jemput ayangku."

"Emangnya udah pacaran?"

Calum langsung geleng-geleng kepala. "Jangankan diajak pacaran, diajak nikah juga Aya mau."

Calum itu casing-nya aja Popeye, tapi hatinya Hello Kitty. Kalau ada yang bikin dia bertekuk lutut selain Bunda, Cahaya orangnya. Gadis itu yang sejak dua tahun terakhir suka muter-muter di pikiran Calum tapi tidak tahu dengan Cahaya. Calum sampai repot-repot memanggilnya dengan sebutan 'Aya' karena capek dengar Michael yang terus-terusan meledeknya karena nama Cahaya mirip tukang jual pulsa. Padahal bukan tukang pulsa, tapi tukang bikin kangen.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 11, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Walk You Home | 5SOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang