Eunsang mengangguk membenarkan apa yang diucapkan oleh Jinwoo. "Iya, kamu benar. Padahal orang orang memperhatikan nilai kita aja enggak, tapi yang ada di pikiran kita berkata lain. Orang orang punya ekspektasi tinggi, lihat berapa banyak orang orang yang mandang kamu rendah kalau nilai kamu jatuh?"

Jinwoo mengangguk. Ia juga sedikit senang bisa berbicara sepanjang ini bersama Eunsang. "Benar banget, kak. Tapi karena sering mikirin perkataan orang lain sampai lupa kalau diri kita sendiri itu sebenarnya capek."

"Hm... Aku udah berusaha untuk waktu remaja ku dihabiskan dengan hal seru seru bukannya stress mikirin hal yang harusnya dipikirin lebih lama lagi." Ujar Eunsang. "Sekarang aku kelas sebelas, setidaknya menghabiskan satu tahun full untuk bermain sebelum akhirnya fokus pada ujian akhir."

Diam sejenak. Tidak ada pembicaraan lain antara mereka.

"Kak Eunsang paham gak rumus tentang pajak? Kok disini penjelasannya kurang rinci ya?" Tanya Jinwoo menunjukkan buku tebal itu.

Eunsang berpikir. Ini pelajaran sudah beberapa tahun lalu, jelas Eunsang melupakannya. "Itu persen pajaknya berapa?"

"10 persen." Jawab Jinwoo.

Eunsang menganggukkan kepalanya mengingat kembali materi beberapa tahun lalu. "Ini masih tingkatan easy, haha." Eunsang tertawa renyah membuat Jinwoo berkedip berkali kali melihat Eunsang. Jarang sekali Eunsang tertawa ketika bersamanya, bahkan laki laki itu sering menatapnya datar ketika bertemu.

"Gampang banget ini mah." Ujar Eunsang dan menarik kertas buku catatan milik Jinwoo dan pena. "10 persen berarti itu 10/100 dikali sama harga awalnya. Misal harga awalnya itu 150.000 berarti. 10/100 dikali 150.000. Nol di sepuluhnya coret, nol di seratusnya coret dua, nol di 150.000 nya juga dicoret satu. Jadi 15.000. untuk harga bayarnya gampang, harga awal ditambah harga pajaknya. Harga awalnya 150.000 dan harga pajaknya 15.000, jadi hasilnya 165.000. wah gila, aku masih ingat ternyata rumus ini padahal udah lama banget loh." Eunsang membanggakan dirinya, padahal ini mah memang easy pelajaran anak kelas tujuh.

Jinwoo tersenyum lebar dan tertawa. "Sebenarnya aku sudah tahu, hanya ingin ngetes kakak aja."

Eunsang cemberut menatap Jinwoo. "Loh kok gitu? Yaampun kamu ini ya, otakku udah berputar cepat biar bisa ingat rumusnya tau."

"Ya maaf kak, haha. Aku kira kakak sudah lupa." Ujar Jinwoo.

"Emang udah lupa, tapi inget sedikit sedikit." Jawab Eunsang lalu berdiri. "Aku mau mandi dulu. Oh ya, siap siap gih, aku mau ajakin kamu jajan keluar. Di taman sana kalau malam ramai yang berjualan makanan pinggir jalan." Ajak Eunsang.

Tanpa berpikir Jinwoo mengangguk cepat. "Ayok!!! Aku gak pernah jajan gituan."

Eunsang tersenyum. Ternyata hidup dia bahkan lebih nyaman daripada Jinwoo yang gak pernah mencoba makanan pinggir jalan seperti itu. Eunsang paham, gak ada orang pintar tanpa belajar dan mengorbankan waktunya. Semua orang pintar pasti karena sering diasah dan belajar, meskipun waktunya lebih banyak terbuang untuk belajar.

Dari dapur ada mamanya bersama kak Jinhyuk yang mengintip kedua kakak adik berbeda ibu itu. Mamanya dan kak Jinhyuk tersenyum bangga, setidaknya Eunsang sedikit demi sedikit merubah pandangan buruknya ke Jinwoo.

***

"Ini namanya telur gulung, ini makanan legend banget loh. Bikinnya pun gampang tapi enak banget apalagi pakai saos kayak gini." Ujar Eunsang memberikan sebungkus telur gulung harga seribuan itu.

Sebenarnya Eunsang tidak dibolehkan makan saos bungkusan seperti itu, namun ia membujuk mamanya agar mengizinkannya makan ini. Eunsang itu minggu kemarin sudah jajan banyak sekali makanan yang dikasih saos bungkusan, makanya ia tidak diperbolehkan. Tapi berkat aegyo Eunsang ditambah aegyo milik Jinwoo, mamanya lemah dan mengizinkan anak anak itu untuk jajan meskipun dipantau Jinhyuk dari jauh karena tidak ingin mengangguk waktu kakak adik yang baru saja dekat hari ini.

Rival, Katanya (Junsang)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt