0.4

49 6 0
                                    

Seokjin membuka pintu lapangan basket indoor guna mengajak Yoongi pulang bersama. Namun, baru dua langkah memasuki tempat itu kepalanya malah dihantam bola basket dan membuatnya terkejut. Ia terhuyung ke belakang tapi masih bisa menahan tubuh agar tak jatuh. Menggeram marah, ia mengangkat kepala seraya memegang tempat sakit.

"Sial, kenapa sampai sana? tanya Yoongi pelan pada diri sendiri. Terkejut, Ia bersiap-siap lari jika saja temannya akan mengejar. Dan benar saja Seokjin berlari mengejarnya disertai teriakan yang menggema.

Keduanya berlarian di koridor sambil menghindari beberapa murid yang menghalangi. Namun, Yoongi yang sesekali melihat ke arah Seokjin malah kurang hati-hati dan menabrak seseorang, membuat keduanya terjatuh karena tubrukan Yoongi yang tidak main-main.

Keduanya merintih, sedang Seokjin mengumpat di belakang sana. Mereka akan memulai perkelahian sebentar lagi, pikir Seokjin. Namun, Hoseok –si korban tabrakan— lekas bangun dan mengambil beberapa barangnya yang terjatuh, lalu meninggalkan Yoongi dan Seokjin yang melongo.

“Dia kenapa?” ucap Seokjin saat sudah berada di samping Yoongi yang masih terduduk, tatapannya tak lepas dari punggung Hoseok.

“Aku tidak tahu.” Yoongi masih terkejut dengan sikap Hoseok. Si pengganggu itu bahkan tak menghiraukannya, pikirannya melayang pada beberapa minggu lalu saat ia melihat Hoseok waktu itu, mungkin karena itu Hoseok menghindarinya. Namun, lamunannya buyar saat Seokjin memukul kepalanya.

“Akh... Seokjin,” ujarnya geram sembari memegang kepalanya, “kau curang sekali aku kan belum siap. Kau tidak lihat aku sedang berpikir.”

“Makanya jangan hanya berpikir, perbanyak tindakanmu juga,” balas Seokjin asal, lantas berbalik menuju gerbang sekolah berada.

“Hah? dasar aneh.” Yoongi bingung. Namun, buru-buru bangkit setelah teringat sesuatu. Kemudian berlari cepat mengejar Seokjin, “Hey, Super Mario, tunggu aku!”

                                ***   

     
Malam ini langit gelap tanpa bintang, tapi Seokjin tidak ikut suram sebab tidak ada bimbel hari ini. Dan lagi tugas-tugas dari bimbel atau sekolah juga tersisa sedikit. Ayahnya juga sedang keluar kota, mungkin sudah berangkat dari sore. Membuatnya bebas melakukan apa pun di rumah,  Namun, sahabatnya malah menghancurkan niat Seokjin yang ingin bersantai.

“Lagipula sejak kapan kau peduli pada tugas?” Seokjin diajak ke rumah sendiri untuk mengerjakan tugas. Yoongi bilang ia malas pulang karena rumahnya jauh, padahal jelas-jelas rumah Seokjin lebih jauh dari sekolah dibanding rumah Yoongi.

Bilang saja tak mau pulang, Seokjin tahu bibi Min dan Yoongi memang sedang banyak perbedaan pendapat belakangan ini. Sikap Yoongi yang malas pulang sejak waktu itu bertengkar dengan ibunya, membuat Seokjin kelewat mengerti.

"Jangan bertanya seperti itu," balas Yoongi.

"Memangnya kenapa."

"Nanti semangat belajarku hilang."

Seokjin berdecak malas, melanjutkan langkah tanpa suara. Keduanya berjalan dalam kesunyian menuju rumah Seokjin.

Tak keberatan dengan Yoongi memaksa ikut ke rumahnya, ia juga sering melakukan hal yang sama. Lagipula tugasnya juga sedikit dan tidak perlu buang tenaga dan emosi untuk mengajari orang keras kepala seperti Yoongi, sebab ia pintar. Kendati nakal dan suka mencari masalah, Yoongi bisa jadi juara satu walaupun tak belajar.

Tak adil dengan Seokjin yang mati-matian belajar tapi selalu mendapat peringkat dua di kelas.

Keduanya sampai rumah setelah berjalan kaki beberapa menit selepas turun dari bus. Tamu tanpa sopan santun itu langsung masuk dan duduk di meja makan rumah Seokjin. Ruang tamu dan dapur rumah Seokjin tak ada tembok yang menghalangi, jadi kelihatan tambah luas yang memang sebelumnya sudah luas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NuragaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang