[FIRE] Bursdag

15 4 2
                                    

Di sela-sela mengerjakan tugas harian, aku bertanya perihal Jathin'gar lebih banyak. Urd setia di depan kaca jendela yang sengaja kubuka kala malam.

"Kapan kita ke Jathin'gar?"

Urd menjawab, "Menunggu Anda berusia 14 tahun. Akan ada seseorang dari Jathin'gar yang menjemput Anda."

Aku terdiam. Bolpoin yang kugunakan untuk mencatat kutaruh begitu saja di atas buku.

"Umm, kira-kira siapa orang itu?"

"Tidak tahu pasti, Tuan."

Di sela perbincangan hangat, Max seketika datang. Ia berdiri di daun pintu sembari menatapku heran. Aku buru-buru menunjukkan sikap normal layaknya seorang bocah yang sedang menyendiri di depan soal-soal matematika. Apa dia melihat aku bercakap-cakap bersama Urd, ya?

"Sedang apa kau?" tanya Max.

"Emm, mengerjakan tugas sekolah. Perlu sesuatu?"

"Ibu memanggilmu."

Ibu? Ah, maksudnya pasti Bibi Lovjer. Tumben sekali wanita itu memanggil di jam-jam seperti ini. Biasanya ia hanya akan butuh aku datang ketika waktu makan malam. Kan itu sudah lewat satu jam yang lalu.

"Aku segera ke sana." Kutinggalkan singgahsana, memenuhi titah sang bibi. Tetapi ini benar-benar hal yang jarang terjadi. Seingatku, aku tidak melakukan kesalahan apa pun.

Di ruang tengah, Bibi Lovjer dengan daster bermotif bunga-bunga duduk anggun. Tak ada Lothi atau Max. Kulihat lelaki sulung itu pergi ke kamarnya. Mungkin sama-sama mengerjakan sesuatu sepertiku tadi.

"Gladio, duduklah!"

Perintah Bibi Lovjer segera kupenuhi. Canggung rasanya. Wanita setengah baya itu tersenyum bak habis memperoleh satu koper berlian. Itu ... terlalu berlebihan, sih.

Aku memposisikan diri di samping kiri Bibi Lovjer. Tatapan matanya amat mendalam. "Ada apa, Bibi?"

Bibi Lovjer membuang napas berat sebelum akhirnya kembali berfokus pada pertanyaanku. "Kau sudah besar. Besok adalah hari ulang tahunmu. Ada sesuatu yang perlu kujelaskan sebelum besok kau benar-benar mengerti akan semua keanehan akhir-akhir ini."

Keanehan? Jangan-jangan, maksud dari semua ini ....

"Bibi melihat semuanya. Makhluk api itu, surat wasiat, negeri Jathin'gar. Bibi juga melihat kau keluar dari ruang bawah tanah kemarin malam," jelas Bibi Lovjer perlahan-lahan. Sedang aku masih terdiam tanpa menanggapi. "Kau pasti bertanya-tanya kenapa Bibi bisa tahu semua ini."

"Kenapa?"

Bibi Lovjer terdiam selagi mengunci senyum.

"Bibi ... apa Bibi seorang-"

Seusai menghela napas, akhirnya ia mengaku, "Ya, karena Bibi seorang penyihir."

Aku mengerjap. Rasanya tidak masuk akal. Bibi Lovjer, wanita agak tua sebagai ibu rumah tangga. Sejak dulu itulah yang kutahu. Dan ia habis mengaku sebagai seorang penyihir. Benarkah aku hidup di bumi yang normal? Siapapun, tolong cubit aku.

Bibi Lovjer melanjutkan pembicaraan, memberikan padaku informasi yang mungkin ia pikir sudah saatnya aku tahu, "Bibi seorang perempuan dari keluarga Lovjesjnag, keturunan penyihir dari Oslo. Namun, kekuatan Bibi tidak begitu dilatih, membuat Bibi tidak mahir menggunakan sihir. Ditambah lagi Bibi menikah dengan lelaki biasa."

"Jadi, anak-anakmu juga penyihir?"

Bibi menggeleng. "Ketika seorang penyihir wanita menikah dengan laki-laki biasa, maka anak-anaknya pun akan menjadi orang biasa."

GladioWhere stories live. Discover now