#

Shindong masih menunggu. Kepalanya menyandar di tiang rumah Nyonya Eum. Dengan kepala menengadah dia melihat bulan yang terang. Waktu telah mendekati fajar dan bulannya masih begitu terang dan terang. Tapi hatinya kelabu.

Benarkah ini akibat dari Ibunya. Kyuhyun menjadi seperti ini. Masih tidak tahu harus ke mana dan bagaimana. Shindong hanya punya tempat ini untuk dituju. Tapi Nyonya Eum pun seolah tidak ingin ditemui.

Shindong melamun seperti itu sampai menyadari keberadaan Nyonya Eum di halaman. Dia bangun dengan tergesa. Meninggalkan undakan tempatnya duduk dan menyandar untuk menyongsong wanita itu.

Nyonya Eum menatapnya yang terburu dan tertekan. Tapi tidak mengatakan apapun.

Meneguk ludahnya dengan sulit, Shindong mengatakan ini dengan putus asa. "Kyuhyun buta. Dia tidak bisa melihat lagi."

"Hem." Dengung Nyonya Eum tidak acuh. Dia melangkah menuju rumahnya. Shindong merasa tersinggung dengan tanggapan remeh itu. Berbalik mengejar Nyonya Eum.

"Kau tidak mengatakan ini akan terjadi padanya!!"

"Aku sudah memberimu peringatan," sergah Nyonya Eum dengan tenang. Dia hanya menyentuh pintu rumahnya dan itu terbuka tanpa membuka kunci. Shindong sedikit terkejut namun segera sadar bahwa wanita itu telah masuk. Dia juga bergegas masuk. Tapi Nyonya Eum berbalik membuatnya tidak bisa melangkah lebih jauh.

Nyonya Eum menghela napas dalam. Dari tatapan Shindong, pria ini membagi kesalahan padanya. Menekan rasa frustasi dan rasa bersalah. Mendengus pelan, "itu hanya sementara."

"Jangan membodohiku lagi. Aku tidak percaya padamu! Sekarang berikan saja sesuatu yang bisa membuat putraku kembali melihat. Apapun itu!! Kembalikan penglihatan Kyuhyun!"

"Aku bilang itu hanya sementara." Nyonya Eum bersikap lebih kalem. Shindong meragu namun sedikit mendengarkan kata-kata Nyonya Eum.

"Ba-gaimana jika itu,"

"Aku berani menjamin!"

Shindong mengatupkan mulut. Dia menjadi tenang dan seolah beban terangkat darinya. "Kapan itu akan berakhir?"

Nyonya Eum menggeleng. "Tidak pasti."

"Apa?! Bagaimana itu menjadi tidak pasti!! Putraku akan hidup dalam kebimbangan seperti itu sepanjang waktu!! Ketakutan dan kebingungan!!"

"Kau yang menginginkannya menjadi normal! Aku mengatakan padamu, bukan kau yang akan menanggung resiko tapi putramu!! Kenapa sekarang kau datang dan mengeluh padaku?"

"A-aku,"

Nyonya Eum mengibaskan lengan. "Putramu akan kembali melihat. Itu pasti. Bisa sebentar, bisa lama."

Shindong menggeleng pasrah. Nyonya Eum menatapnya sebentar. "Kau hanya sampai satu tangan."

"Hn. Aku kehilangan Keris yang kau berikan."

"Aku mengambilnya kembali."

"Ha? Bagaimana mungkin?"

"Kau pikir itu hanya benda mati biasa?" Ejek Nyonya Eum. "Yang pasti, untuk sekarang itu cukup."

Shindong memicing curiga. Seolah apa yang dikatakan Nyonya Eum ganjil. "Itu apa Kyuhyun sudah normal?"

Nyonya Eum melirik Shindong. Tersenyum geli. "Shindong, Shindong. Kyuhyun adalah sesuatu yang rumit. Itu tidak akan bisa kau terima jika benar-benar kujelaskan."

"Rumit? Dia putraku! Apa yang tidak bisa kuterima, ha?"

"Kau juga tidak menerima Ibumu."

Mulut Shindong benar-benar mengatup rapat sekarang. Nyonya Eum ini menyinggung tentang orang-orang sekitarnya seolah dia mengetahui segala hal. Dia jadi sedikit waspada. Dan detik itu juga dia sadar bahwa Nyonya Eum telah menyebut nama putranya dengan sangat jelas, begitu pun namanya.

On The LimitWhere stories live. Discover now