GLS: I Knew It's a Love (Part 1) created by @rifqaimelda

Start from the beginning
                                    

Tapi ternyata tidak.Ini nyata.Aku meraba dinding pesawat.Memastikan ini nyata atau hanya sekedar mimpi buruk. Tapi... ini nyata! Butiran bening meluncur dari mataku ke pipiku.Mengalir.Perlahan.Lalu, deras.

“Mengapa kamu menangis, Yn?”tanya Ayah yang tampak kebingungan.

Aku tetap bergeming, dengan masih terus menangis. Ayah menoleh pada Ibu. Memastikan jawaban disana, kurasa.Andai saja mereka tahu, aku tidak suka kepindahan ini.Andai saja mereka tahu, betapa aku merindukan Alvin.Aku mengusap air mataku.Aku tidak ingin melihat kedua orang tuaku kalang-kabut lebih dari ini.

“Maaf, Ayah, Ibu. Tiba-tiba saja, aku teringat sahabat-sahabatku di Indonesia. Mereka semua baik padaku ya..”kataku sambil menatap menerawang, aku tidak berani menatap mereka. Karena mereka akan tahu aku berbohong.

It’s ok, Yn. It’s alright. Kamu akan dapat sahabat lagi disini,”kata Ayah sambil menatap yakin padaku.

“Hahaha, baiklah... semangat!Ayo, Ibu tidak mau menjadi penumpang yang turunnya paling terakhir,” kata Ibu.

Aku hanya tersenyum.Ya, tersenyum.

***

“Nah, bagaimana dengan rumah baru kita?Kau suka?”tanya Ayah setibanya Ia, aku, dan Ibu di sebuah rumah yang lumayan luas dilengkapi dengan kebun dan taman yang aku akui sangat.... mengagumkan!

“Sangat suka. Kapan Ayah berencana membelinya?”tanyaku penasaran.

“Teman Ayah kan banyak, jadi kamu tidak perlu khawatir. Teman Ayah yang menawarkannya.” jawabnya. Aku hanya senyum-senyum kagum melihat ke arah kebun.Rumah ini tidak terlalu buruk.Mungkin aku bisa membuat rumah pohon di kebun itu, menghabiskan waktu disana dengan membaca novel, dan mendengarkan musik. Mungkin aku akan menyebutnya.... rumah kedua. Well, itu hanya sebuah rencana jika pun Ayah mengizinkannya dan dengan senang hati membuatkannya untukku.

“Ayah?”tanyaku.

“Ya?”

“Maukah membuatkan rumah pohon untukku disitu?Please...”

Ayah mengangguk tersenyum. Yes! Rumah keduaku, sebentar lagi akan terwujud.

“Yn! Yn, sweetieCome hereA little help here...”terdengar suara Ibu dari luar rumah.

Yup!What’s up?”tanyaku ketika aku melihatnya dengan setumpuk kotak besar disampingnya.

“Baru saja ada yang mengantar barang-barang ini.Sepertinya ini pesanan Ayah. Ayo, bantu Ibu memindahkan barang-barang ini ke dalam..”

“Tapi..Bu.. Ini pasti berat sekali..”

May I help you?”tanya seorang anak laki-laki yang sepertinya seumuran denganku. Dia bersama tiga orang temannya yang aku tidak tahu sejak kapan sudah berada di teras rumahku.Tunggu sebentar. Kalau dilihat, anak laki-laki itu sedikit mirip dengan.... Alvin. Ah, sudahlah! Tak ada yang bisa menyamai Alvin!

Surewhat’s your name?”tanya Ibu ramah kepada anak laki-laki tadi.

WhatShe don’t know him. How awkward!”terdengar salah seorang temannya berbisik kepada teman disebelahnya.

Anak laki-laki itu tersenyum sebelum akhirnya menjawab, “My name is Greyson. Greyson Michael Chance.”

WhoaWhat a good name. Hey, we are your new neighbor. Well, this is my daughter, her name is YFN. You can call her, Yn.”kata Ibu memperkenalkanku pada anak laki-laki itu. Aku mengulurkan tangan agak malas.

“Yn, nice to meet you,”kataku berusaha tersenyum.Aku terlihat biasa saja.

“Greyson, nice to meet you too,”katanya. “Dan, apa yang harus saya bantu, tante?”

“Angkat barang-barang ini ke dalam. Dan... taruh saja disitu.”kata Ibu menunjukkan sudut ruangan. Kemudian tersenyum.

Sementara Ibu dan si Greyson itu mengurusi tumpukan kotak itu, aku mengobrol pada ketiga temannya.

“Hey, yang benar saja Ibumu tidak mengenal Greyson?”tanya teman Greyson yang berambut pirang sambil terkekeh. Ternyata namanya Cody Simpson.

“Memangnya dia siapa? Aku juga tidak mengenalnya, bahkan aku tidak peduli,”kataku lebih malas dari lima menit yang lalu.

“Apa?Kau juga?Dia Greyson Michael Chance!”katanya lagi.

“Memangnya kenapa dengan itu?”tanyaku.

“Ampun!Dia itu penyanyi terkenal. Dia bahkan pernah konser di negaramu! Indonesia kan? Iya! Dia pernah konser disana.Bahkan, padaku dan Austin saja kau tidak kenal? Anak perempuan macam apa kau? Disaat semua remaja perempuan mengenal Greyson Chance, Cody Simpson, dan Austin Mahone, dan kau mengenal siapa?” tanya Cody padaku.

“Kau kira apa peduliku?Aku tidak punya waktu untuk mengurusi selebriti.”jawabku santai.

“Apa?Kau aneh!”kata temannya yang memakai behel, namanya Austin Mahone. Kulihat, temannya yang satu lagi, sangat pendiam.Dia seorang anak perempuan berambut pirang, dan bertubuh kurus.Tapi lumayan cantik.Kalau tidak salah, namanya Lauren Westaphalen.

“Hei, apa kau tidak bosan berteman pada dua laki-laki cerewet ini?Kalau aku, mungkin sudah ku tinggalkan dari setahun yang lalu,”tanyaku pada Lauren.Dia hanya terkekeh.

“Apa maksudmu?”Cody dan Austin serempak.

“Well, aku rasa aku harus masuk ke dalam. Ibuku dan Greyson mungkin butuh bantuanku.”kataku sambil berlalu.

Samar-samar, aku mendengar Cody berkata pada Austin, “Perempuan macam apa itu?Hahh, lihat saja, akan aku ceritakan ini pada Greyson!”

***

Aku melirik jam yang tergantung di dinding kamarku. Jam 07:00PM. Aku sibuk memikirkan sekolah baruku.Aku melirik lagi ponselku.Aku belum mengganti SIM Card nya menjadi kartu dari Oklahoma.Itu masih kartu dari Indonesia.Ya, kau tahu?Aku masih menunggu balasan dari seseorang. Alvin.

“Yn! Yn! Your new friend is coming!”suara Ibu terdengar dari lantai bawah. New friend?Siapa?Sebaiknya aku cepat-cepat turun ke lantai bawah.

Ternyata itu Greyson.Aku lihat, Ibu sedang bercakap-cakap akrab dengannya.Di selingi sedikit tawa.Ibu... dia memang mudah akrab.Mungkin itu salah satunya yang membuatku bangga punya Ibu sepertinya.

“Nah, itu Yn!Kata Greyson, ia ingin mengajakmu berkeliling daerah sini. Agar kamu bisa lebih akrab. Ayo!”kata Ibu semangat. Greyson yang di sebelahnya, hanya tersenyum lembut.

“Mmm, tapi... Bu..aku sedang tidak dalam moodyang baik. Besok saja ya?Yayaya?”kataku malas.

“Besok kamu harus sudah fokus pada sekolah barumu.Malam ini saja, pun, masih jam 7. Kasihan Greyson, dia sudah mau meluangkan waktunya.”kata Ibu. Haahh, aku jadi tidak tega.

“Ok, sebentar, aku ambil jaketku dulu,”kataku, masih terdengar malas.Greyson tersenyum makin lebar.

***

“Ibumu cepat sekali akrab, ya.Aku senang sekali bisa bertemu dengannya,”kata Greyson memecah keheningan.Sekarang, aku dan dia sedang berjalan santai mengitari daerah tempat tinggal baruku ini.Sesekali Greyson menunjukkan ini rumah siapa, itu rumah siapa.

“Mmm, yeah,”tanggapku singkat.

“Yn?”

“Hmm?”

“Bolehkah aku tanya sesuatu?”

“Sure,”kataku pendek tanpa melihatnya lagi. Aku hanya melihat ujung sepatuku.

Nah? Greyson akan bertanya apa? Tunggu GLS part 2! J

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 21, 2012 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

GLS: I Knew It's a Love (Part 1) created by @rifqaimeldaWhere stories live. Discover now