9.

28.7K 2.4K 307
                                    

Rangga keluar dari mobil, berjalan tergesa memasuki rumah. Tidak tahu kenapa perutnya terasa melilit, bahkan dirinya mengabaikan kekhawatiran dari mama Bunga dan Jeyrald. Sedikit menghangat hati Rangga ketika melihat pancaran khawatir di mata mamanya.

Gavan yang berada di belakang tidak tahu, pasalnya dirinya tidak menoleh sama sekali kepada Rangga, dirinya tengah marah dan juga kesal karena acara kabur adiknya.

Rangga membanting pintu dengan cukup keras dan menguncinya. Dirinya duduk bersandar di bawah ranjang nya dengan tangan yang terus meremas perutnya.

Sesekali Rangga mendesis saat ulu hatinya seperti dihantam benda tajam. Sungguh ini sakit sekali, Rangga meraih gelas air putih di atas nakas berharap dapat mengurangi rasa sakit yang menyerang perutnya.

Bukannya sembuh rasa sakit malah terus bertambah. Rangga menjambak rambutnya sendiri untuk mengalihkan rasa sakitnya.

Arrgh

Rangga berteriak, dirinya tidak kuat lagi. Pintu kamar telah terbuka, Mama bunga dan Jeyrald serta anak anaknya masuk ke dalam kamarnya.

"Keluar"

"Rangga sayang, kamu kenapa nak?"
Panik Bunga.

"Keluar Rangga bilang" Rangga mendorong pelan Bunga, dirinya berusaha bangun tapi malah terjatuh. Alvan yang paham situasi langsung membantu Rangga berdiri dan berbaring.

"Gavan ambilkan tas dokter di meja ruang kerja kakak" Perintah Alvan, Gavan mengangguk. Sedangkan Kevin tengah duduk di samping ranjang Gavan dan mengusap bulir keringat yang jatuh dari kening adiknya.

"Gue bilang keluar, gue mau sendiri." Rangga berbalik membelakangi keluarga mamanya, dirinya sakit dan mereka tetap tidak ingin keluar dari kamarnya. Ayolah, bahkan untuk berdebat saja tubuhnya masih lemas dan tidak bertenaga.

"Hadap sini dulu dek" Ujar Alvan lembut.

Rangga diam, tidak menyahut dan tidak ingin menuruti permintaan putra atasan mamanya yang sialnya kini tengah menjabat sebagai suami mamanya. Alvan menghela nafas sabar untuk menghadapi sikap Rangga.

"Turuti perkataan kakakmu, jangan keras kepala kamu butuh pertolongan Rangga. Atau kamu mau abang pakai paksaan heum?" Ancam Kevin.

Rangga melenguh, perutnya makin tambah sakit saja. Untuk kali ini ia akan menurut tidak untuk lain kali. Jika saja bukan karena perutnya Rangga tidak akan mendengarkan perkataan Alvan.

Kevin dengan teliti memeriksa Rangga, adiknya mempunyai maagh. Kevin menatap tajam Rangga kala aroma rokok melewati penciumannya.

Bahkan Rangga sampai merinding merasakan tatapan dingin dan tajam milik Kevin. Rangga mengalihkan pandangannya, tidak ingin melihat mata milik Kevin.

"Mencoba merokok huh?"

"Bukan urusan lo"

"Rangga mulai sekarang Papa melarang kata lo-gue keluar dari mulut kamu, enggak sopan dek" Rangga memutar bola matanya jengah akan sikap sok atasan mamanya kepada dirinya.

Mama nya saja tidak mempersalahkan lah dia yang belum siapa siapanya seenaknya mengatur dirinya. Dirinya tidak suka diatur.

"Rangga kamu denger kan apa yang Papa bilang?"

Rangga tidak menyahut dirinya memejamkan matanya, berharap semua keluar dari kamarnya. Benar saja suara helaan nafas terdengar disusul dengan derap langkah kaki yang menjauhi ranjangnya dan berakhir dengan penutupan pintu.

Rangga membuka matanya, terkejut dengan keterdiaman dan tatapan dari putra Jeyrlad yang membuat dirinya takut. Kevin dengan setelan dokternya menatap dirinya dingin dan datar, sedangkan keduanya menatap dirinya tajam. Dapat David lihat jika mama dan suami barunya meninggalkan kamarnya.

Seharusnya orang asing yang keluar, ucapan nya hanya bualan. Rangga butuh Bunga di sisinya, dirinya butuh Bunga seperti saat sakit pasti dirinya akan terus merengek kepada Bunga.

Lagi, Rangga menepis kasar tangan Kevin yang menyentuh permukaan punggung tangannya. Alvan yang mengambil injeksi dan Gavan yang memegang tangan dan kakinya.

"Mau apa! Lepasin"

"Kamu sakit Rangga, abang mau kasih infus bantu kamu supaya mempunyai tenaga." Rangga menggeleng berusaha melepaskan dirinya dari titisan setan yang ada di depan nya.

"Diam"

"Arggh gue nggak mau. Gue udah sembuh nggak usah pakai infus segala, jangan lebay nggak usah ngurusin hidup gue" Teriak Rangga buliran air mata malah jatuh ke pipinya, antara takut sama sakit di perutnya dapat ia rasakan.

"Kenapa huh? Takut?" Ejek Gavan.

"Dih enggak"

Gavan tertawa jika tidak takut kenapa menangis ? Dasar, covernya saja yang seperti preman. Tapi isinya seperti kerupuk lunak, tidak ada apa apanya.

Rangga meringis ketika jarum masuk menembus kulitnya, padahal saat dirinya sakit tidak pernah sampai di infus. Rangga menolak keras ketika Bunga menyuruh rawat inap di rumah sakit.

Takut sebenarnya, gengsi dirinya mengakui di depan putra baru mamanya terlebih lagi mereka semua dokter, hanya Gavan saja yang masih kuliah.
Ntahlah, sangat sulit untuk Rangga menyebut mereka semua saudaranya.

Kevin dan Gavan meninggalkan kamar milik Rangga, hanya Alvan yang masih setia berdiam di kamar Rangga.

"Keluar, gue-"

"Jaga bahasanya dek"

"Keluar saya mohon, saya ingin sendiri"

Alvan menggeleng menolak permintaan adik nakalnya itu, bisa saja jika dirinya meninggalkan kamar Rangga bisa berbuat hal yang ada di luar nalar.

"Kakak bakal jaga kamu. Kakak akan pergi setelah kamu tertidur."

"Tck, bangsat udah dibaikin malah ngelunjak. Gue bilang pergi dari kamar gue, budeg ya lo!" Rangga mendengus semakin kesal lantaran Alvan yang pindah duduk di sofa dan menyalakan ponselnya.

Jika begini sulit bagi dirinya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Sulit bagi dirinya untuk mendapat kenikmatan, dimana kenikmatan itu yang akan membuat dirinya senang karena lupa dengan masalah di dunia.

***

Rasa bersalah sekilas menghampiri Bunga, apakah dirinya keterlaluan dengan putranya. Bunga menyadari perubahan yang kentara pada diri Rangga, ia kira setelah menikah Rangga akan mendapat kesenangan dengan adanya sosok ayah dan kakak bagi kehidupan putranya.

Apakah ini salah ?

Pernikahan dengan mantan suaminya dulu adalah kecelakaan, kecelakaan dimana Prass harus menikahi dirinya dan membuat dirinya hancur waktu itu. Tentu saja dirinya belum bercerita mengenai masalahnya dengan Rangga.

Bunga takut akan mengganggu mental putranya. Masalah ini hanya diketahui suami dan ketiga putranya, Bunga takut jika Rangga tidak menerima keluarganya. Rahasia besar yang Bunga jaga sampai sekarang masih belum diketahui Rangga.

Ya Tuhan, apa yang harus dirinya lakukan?

Apakah membeberkan yang sebenarnya terjadi jika ketiga putranya memiliki hubungan darah dengan Rangga hanya saja beda sesosok ayah ?

Atau..

Dirinya memendam ini semua sampai ntahlah yang pasti bisa membuat Rangga kecewa dengan dirinya.

Bunga meremas besi balkon kamarnya, menangis sesenggukan ketika takdir kembali mempermainkannya. Dunia begitu kejam terhadap dirinya, Bunga takut jika Rangga tidak menerima takdirnya.

***

Keknya bakal lama lagi nggak akan publish cerita Rangga dulu, soalnya cerita Lingga hilang dipikiran ku huhu.. Jan lupa vote koment !

See U

Assenlio RanggaWhere stories live. Discover now