23.

20.2K 2K 263
                                    

Tatapan mata yang teduh kini berubah menjadi tajam, perkataan yang seharusnya tidak terucap malah menjadi boomerang bagi dirinya. Mendengarkan permintaan konyol putra bungsunya membuat ia marah, bukan hanya mendengarkan menuruti saja ia tidak sudi.

Terlebih dengan kedatangan Kevin yang baru saja masuk ke kamar adiknya, mendengarkan dengan jelas apa kemauan Ranga malah menjadi rumit. Pemuda itu masih tidak menyangka dengan permintaan adiknya, pernikahan bukan sebuah mainan.

Tidak tahukah jika ia sangat membenci dengan kata perpisahan, masa lalu membuatnya membenci dengan kata pisah. Semua orang terkejut mendengar permintaan Rangga, tak terkecuali dengan Bunga.

Tatapan kecewa jelas terpancar dikedua matanya, sebegitu bencikah Rangga terhadap kuarga barunya. Disatu sisi ia harus bertanggungjawab dengan suaminya, disisi lain Rangga yang membutuhkan ayah kandungnya.

Apakah sanggup ia bercerita tentang masa pahitnya kepada putranya, jika ia apakah Rangga masih ingin dirinya berpisah dengan Jeyrald ? Ntahlah, yang ia pikirkan hanya satu. Jika ia bercerita, semuanya akan berantakan.

Ya, berantakan.

"Apa kau sadar dengan apa yang kau ucapkan ?"
Tanya Kevin

"Rangga jaga bicaramu, papa tidak suka kau berkata seperti itu"

"Sekarang makan makananmu, jangan sampai kakak turun tangan menyuapimu dengan cara kakak" Ujar Alvan menahan amarahnya, Rangga dari tadi sulit untuk dikendalikan.

"Kau senang membuat mama sedih ? Lihat mama, kau tidak kasihan ?" Sahut Gavan yang dari tadi diam.

"Sayang.." Perkataan Bunga yang tiba tiba terpotong dengan suara Rangga.

"CUKUP!" Suara keras dari Rangga membuat semuanya diam, dirinya dipojokkan. Seakan salah, semuanya menghakiminya.

"Apa kalian tidak memikirkan perasaan Rangga ? Kalian pikir gua senang dengan kalian ? Gua masih ga terima sama pernikahan mama dengan Om ! Dan lo semua, dateng dateng cuma ngatur kehidupan gua, batasi pertemanan, waktu main gua. Lo semua harus tau, kalau gua menderita dengan adanya kehadiran kalian!" Masalah yang ia pendam sendiri akhirnya ia keluarkan, sesak yang ia rasakan selama ini tidak lagi ia rasakan.

"RANGGA" Bentakan dari Kevin tidak membuat remaja itu takut sekalipun, tatapan marah benar benar terlihat dikedua mata abangnya.

Gavan memilih keluar dari kamar, ia sangat marah dengan ucapan adiknya. Suara gesekan mangkuk dengan nampan terdengar, remaja itu dipaksa untuk membuka mulutnya agar perutnya terisi makanan. Tidak tanggung tanggung Jeyrald memasukkan satu sendok bubur tanpa berhenti.

Amarah yang menguasai dirinya membuat hilang kendali, sudah dikatakan bukan jika Jeyrald sangat jelek dalam hal mengontrol emosi. Anak itu berkaca kaca, memohon untuk berhenti.

Hal yang ia inginkan sudah ia katakan, lantas mengapa Papanya marah ? Sejauh ini, kali pertama ia diperlakukan seperti ini. Buruk sekali, Rangga hanya dapat mengeluarkan air mata. Berontakpun sia sia, tangan dengan kakinya ditahan. Tidak dapat bergerak sedikitpun.

Hiks..

Hiks..

"Berhenti, uhukk uhukk" Pintanya dengan menggeleng brutal.

"To-tolong berhenti" Rangga terbatuk batuk, mata anak itu memerah karena menangis dan terbatuk beberapa kali.

"..Papa"

Tersadar dengan perbuatannya, Jeyrald menghentikan suapannya kepada Rangga. Terlihat anak itu langsung meringkuk ketakutan, mengusap wajahnya kasar ia langsung memeluk putra bungsunya.

Ia hanya marah dengan perkataan putranya, pernikahan bukan main main. Permintaan yang diminta oleh putranya itu sangat tidak sanggup untuk ia kabulkan. Jika memaksa satu satunya cara untuk putranya dapat makan maka ia lakukan. Seperti tadi.

"Maaf"

"Maafin papa nak, jangan katakan itu lagi"

"Jangan buat Papa marah"

Dalam dekapannya, Rangga hanya diam. Tidak melakukan pergerakan atau pun suara, anak itu terlalu takut dengan amarah Papa nya tadi. Usapan yang diberikan Jeyrald untuk Rangga mampu membuat anak itu berangsur angsur membaik.

"Jangan katakan itu lagi, janji ?"

"B-baik"

"Sekarang istirahatlah, biarkan kakak memeriksamu" Pinta Jeyrald

Rangga menggeleng, sedikitpun ia tidak ingin bersitatap dengan semua putra Jeyrald. Ya, mereka sedari tadi memberikan tatapan tajam untuk dirinya. Maka dari itu, ia menghindari tatapan itu saat ini.

"Sayang, menurut untuk kali ini ya ? Biar kakak periksa adek. Adek mau sembuhkan." Ujar Bunga mengusap rambut lebat anaknya, untuk perkataan Rangga tadi ia masih belum menyangka.

"Mama.."

"Mau ketemu a- ayah"

"Istirahat sekarang, kakak akan periksa kamu. Jangan membantah Papa boy"

"Turuti Papa ya ? Mama keluar dulu sama Papa"

Setelah mengucap satu kalimat, dua orang paruh baya benar benar menghilang dari pintu kamar. Kini tinggal kedua pemuda di kamar Kevin. Tidak ada pergerakan dari keduanya, hanya tatapan tajam yang terus ditujukan kepadanya membuat Rangga sangat tidak nyaman.

"P-permisi, mau tidur"

"Baring yang bener, kakak mau periksa" Titah Alvan menuntun adiknya untuk berbaring dengan benar. Posisi Rangga meringkuk akan membuat ia kesulitan untuk memeriksa kondisi adiknya.

Gelengan brutal dua pemuda itu dapatkan, dengan sisa kesabaran yang menipis Rangga dipaksa untuk berbaring dengan benar. Untuk suhu badan, Rangga masih belum cukup pulih. Tekanan darah remaja itu sedikit tinggi, dan tubuhnya masih terlalu lemas jika harus beraktifitas.

Mungkin dalam beberapa hari kedepan, Rangga akan sedikit mendapatkan perilaku istimewa dari keluarganya. Tangan yang sedari tadi berada diatas perut langsung disembunyikan kala Kevin abang pertamanya membenahi tiang yang dapat ia tebak untuk IV.

Tentu tidak mudah untuk Rangga agar terlepas dari kedua setan dihadapannya, saat benar benar berusaha menyembunyikan tangannya diwaktu bersamaan Alvan langsung mencekal kedua tangannya.

Sakit, juga takut membuat Rangga malas berurusan dengan hal yang berbau medis. Menurutnya, benda benda tersebut hanya akan membuat dirinya kesakitan.

"Ish, lepasin tangan Rangga" Titah Rangga berusaha melepaskan cekalan kakak keduanya. Remaja itu memberikan tatapan tajamnya kepada Alvan. Bukannya takut, Rangga malah terlihat menggemaskan.

"Diem, biarin abang pasang injek buat kamu" Ujar Alvan datar saat adiknya terus berusaha memberontak.

"Tidak akan sakit, tenanglah" Sahut Kevin menenagkan.

"Abang bohongi saja anak kecil"

Remaja itu dipeluk, kepala yang disembunyikan di dada agar Rangga tidak melihat bagimana jarum menusuk kulitnya. Jika tidak, remaja itu mungkin akan kesakitan walau juga akan terasa sakit nantinya.

"Arghh..stop stop, sakit bangsat"

"Udah udah, sakit hiks hiks"

"Sekarang tidur, abang mau keluar dulu. Kau akan ditemani oleh Alvan" Ujar Kevin setelah selesai membereskan peralatan kedokterannya.

"Tidak perlu ditemani, Rangga mau sendiri"

"Abang tidak meminta persetujuanmu"

**
Tu kan dh up, vote yaw

Assenlio RanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang