26. FOLLOWING YOU

678 104 166
                                    

"Jangan berani keroyokan kalau lo semua nyadar laki-laki!" teriak Genoa kini berada di hadapan korban yang baru saja dipukuli.

"Minggir! Bukan urusan lo. Urusan gue cuma sama dia."

"Nggak. Siapa lo berani perintah gue!"

"Anjing!" umpatan itu jelas siap ingin menonjok wajah Genoa detik itu juga. Namun dengan cepat Genoa menyangkalnya dan balik memukul orang yang tak dikenalnya.

Mereka sama-sama masih mengenakan baju sekolah, tapi kelakuannya tidak mencerminkan bagaimana status mereka. Bayangkan saja, Genoa yang sendirian harus mengalahkan tujuh orang di hadapannya ini. Hampir kewalahan tapi akhirnya Genoa berhasil membuat semuanya babak belur.

"Gue punya dendam sama lo!" ujar kumpulan itu pergi menjauh dari sana.

Dira yang melihat situasi seperti itu sejak tadi tidak bisa berkata apa-apa. Ia lalu berlari menghampiri Genoa yang wajahnya penuh memar.

"Gen, kamu ngapain sih?" tanya Dira khawatir menyentuh wajahnya.

Genoa membiarkan Dira menyentuh wajahnya, walaupun perih tapi ia suka melihat Dira terlihat khawatir padanya. "Gak apa-apa, Dir."

Genoa lalu membantu seseorang yang baru saja ditolongnya. "Lo gak kenapa-kenapa, kan?"

"Thank's ya udah bantu. Gue Chandra."

"Genoa. Lain kali kalau lo dipukul mereka jangan lemah, makin suka mereka mukul lo."

Chandra mengangguk mengerti. Sementara Dira yang sejak tadi menahan dirinya untuk tidak menghampiri perkelahian itu ingin rasanya memukul wajah Genoa. Tapi melihat kondisi wajah cowok itu Dira hanya bisa meraih tangannya dan menggenggamnya erat-erat.

"Kita gak usah sekolah, Gen."

"Dir, cuma berdarah dikit."

"Nggak, Genoa, yang ada kamu bakal ditanyain banyak orang karena muka kamu begini."

Genoa menurut dan balik menggenggam Dira kembali ke motornya. Dan motor itu kembali berjalan namun bukan menuju ke sekolah.

"Ke mana, Dir?"

"Ke mana pun tempat yang bisa buat aku obatin luka-luka kamu."

Mereka memutuskan untuk berhenti di salah satu tempat yang sebenarnya ramai pengunjung namun untuk jam sekarang masih sepi karena terlalu pagi. Bisa dibilang tempat ini biasa dijadikan rekreasi hanya saja mungkin dalam hal santai karena tempatnya yang penuh dengan penghijauan jadi begitu sejuk untuk duduk sebentar di sana.

Dira turun dari motornya dan menunggu Genoa memarkirkan motornya di tepi jalan. Sebelum akhirnya mereka memilih tempat duduk di dekat pohon rindang. Sembari menunggu, Dira lebih banyak memainkan sepatunya.

Tak lama Genoa sudah duduk di sampingnya. Menunggu Dira mengucapkan kata-kata yang mungkin sejak tadi ditahan olehnya. Dira menoleh lalu mengeluarkan tisu dari dalam tasnya dan ia membasahi tisu itu menggunakan air.

"Aku gak ada obat merah jadinya pake air aja biar gak infeksi."

Genoa menatap Dira yang sedang fokus membersihkan luka di wajahnya. Ia tidak tahu harus mengucapkan apa ketika Tuhan menghadirkan seseorang yang mencintai dirinya dengan sangat tulus seperti Dira.

"Lo gak marah sama gue?" tanya Genoa ketika menyadari kalau Dira tidak banyak mempermasalahkan hal tadi. Padahal biasanya cewek itu akan memarahi hal yang mungkin tidak disukainya. "Genoa suka berantem kan? Dia pernah mukul orang?"

Dira menghentikan kegiatan membersihkan itu. "Kamu memang pernah pukul orang," ujarnya namun disertai helaan napas. "Tapi kalau untuk orang yang kamu gak kenal gak sampai kayak tadi."

"Bagus mana, gue yang sekarang atau dulu?"

"Sekarang." Dira mengakui itu. "Untuk hal peduli kepada orang lain."

Genoa terdiam mendengar itu. Ternyata Dira masih saja melihat bayang-bayangnya yang dulu. Kenapa gak nerima gue yang sekarang aja gitu? Seolah Dira lebih jatuh cinta kepada dirinya yang dulu hingga sulit lepas.

"Gak lo, gak orang tua gue, pasti selalu bandingin sama gue yang dulu."

Ucapan itu menyentuh hati Dira. Ia sudah selesai mengobati luka Genoa. Namun tanpa disangka dia malah bercerita seperti itu. Sudah lama Dira juga tidak menanyakan bagaimana orang tua Genoa bisa menyesuaikan diri cowok itu yang dulu dan sekarang.

"Kata nyokap, nilai gue turun dan kamar berantakan. Kata bokap, gue orangnya diam dan gak seramai dulu. Kata lo, gue gak puitis dan aneh."

Genoa mengatakan hal yang terus memenuhi isi pikirannya sejak ia membuka matanya. "Padahal apa yang gue ingat, gue adalah orang yang seperti sekarang. Terus siapa yang buat gue berubah kayak gitu?"

Mengerjapkan matanya, Dira merasakan sesak di dalam hatinya. Memang awalnya Genoa dikenal seperti itu, cowok itu lebih banyak diam dan tertutup dari siapapun.

Hanya keluarga saja yang tahu setidaknya ia masih bisa tersenyum.
Hingga semua hal kecil, seperti rajinnya cowok itu atau juga semangatnya dia adalah dorongan Dira.

"Aku yang selalu bilang untuk gak buat orang tua kamu kecewa. Mungkin kamu ingat kata-kataku dan orang tua kamu suka dengan perubahan itu."

"Tapi lo gak maksa gue buat berubah, kan?"

Dira menggeleng pasti. "Kamu yang berusaha atas kemauan sendiri. Aku memberi hal positif aja agar semuanya baik."

"Bagus. Jadinya gue gak merasa tertekan karena itu." Genoa menyahut dengan bahagia. "Gue gak suka diatur. Gue suka sama hal yang menurut gue itu pasti cocok sama gue."

"Memangnya kamu mau ngapain, Genoa? Kamu mau lakuin hal aneh?" Dira mulai takut dan memberi pertanyaan itu.

"Gak aneh kok." Genoa mencoba tersenyum sebagai jawaban. Namun notifikasi dari ponselnya mengalihkan fokus Genoa.

@likafalegra_ started following you

* * *

ABSEN YANG MASIH TERUS BACAA?

SHARE JUGA NIH KE TEMAN-TEMAN KALIAN BUAT BACA CERITANYA❗❗❗

LANJUT KAN?!

NEXT?

SPAM KOMENTAR YUK SUPAYA TERUS LANJUT

SEMOGA SUKAAA

TERIMA KASIH

FOLLOW INSTAGRAM
@ERLITASCORPIO
@ERLITASCORPIOWP
@FIRLANAGRANDE

Titik TerendahWhere stories live. Discover now