The End

267K 8.7K 462
                                    

Acara pembukaan Le Empang sukses, acara tujuh bulanan aku juga alhamdulillah lancar. Namun cobaan belum berakhir, laki aku masih dihadang seabrek pekerjaan yang membuat kami terkurung di Empang kesayangannya.

Rumah bini kedua, nyebelin ngga tuch. Aku kan phobia Lele tapi disuruh satu domisili sama makhluk item, panjang, idup, dan susah matinya. Lele kan susah tuch matiinnya, mau digetok itu pala pake balok segede apapun tetep aja kejet-kejet idup iiihhh...

Mengerikan!

"Masih lama, No?" tanyaku terduduk lesu di depannya, megangin perut yang mules kebanyakan makan sambel.

Untung Enno udah bikin kantor dadakan dari bekas kamar kosong dekat saung yang sebelumnya dipakai untuk Musholla, untuk Musholla sendiri dibuatkan khusus mirip saung tapi lebih keren karena ditambah mimbar kecil,

"Sebentar lagi." jawabnya masih asyik sama kerjaan dan tumpukan kertas yang sepertinya harus segera aku bakar, sebelum rumah tangga aku terancam.

"No!"

"Hemm!"

"Anterin pipis." pintaku lirih dan malu-malu.

Enno hanya melirik jam di tangannya dan berkata, "Sendirian aja ya, ay. Kerjaanku masih banyak."

"Serem... di sini cuma tinggal kita berdua, yang lain udah pulang No." alesan padahal cuma pengen lebih diperhatikan.

Enno menghela nafas panjang, berat memilih antara aku dan kerjaannya. Kasian sich sebenarnya tapi kalau ngga gini, kerja mulu dia.

"Ya, udah." balasnya dengan wajah lelah.

"Maaf, ya." ucapku sambil bergelayutan di bahunya.

"Iya." jawabnya singkat dan balas memelukku dengan hangat dan lembut. Ditambah ciuman di kening yang bikin melting.

Biar udah nikah, mau punya baby tapi rasanya masih kayak waktu pacaran. Seneng banget, bahkan jantung masih sering mau copot.

"Ayo!" aku mengangguk mendengar ajakannya.

Belum beberapa langkah menuju pintu, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang hangat merembes dari selangkanganku. Masak ngompol?!

"Kenapa, Ay?" tanya Enno kaget melihat reaksiku yang malu ketahuan ngompol di celana.

"Ngompol." jawabku ragu tapi bukti sudah di depan mata.

"Kok bisa?" Enno tidak mengerti, sedangkan aku cuma bisa menggeleng lalu lari ke kamar mandi yang paling dekat, sendirian.

"No, ambilin ganti yang di tas donk!" teriakku dari dalam kamar mandi sambil buka celana.

Ada yang aneh?

Ada bercak darah di celana dalamku.

"ENNO!"

.

.

.

Dalam sejam kami sudah sampai di rumah sakit, NGEBUT! Pakai motor, terpaksa ngga ada mobil malem-malem. Semua orang juga kompakan mendadak ngga bisa dihubungi, tinggal berdua masuk ke rumah sakit.

Aku sendirian di ruang bersalin berjam-jam, Enno harus menyelesaikan masalah administrasi sementara. Ini gila, beneran gila!

Aku ngga pernah nyangka bakal melahirkan tepat diusia kandunganku tujuh bulan, kata perawat ini masih normal tapi... tetep panic attack!

Sakitnya luar biasa... sampai ngga bisa dilukiskan dengan kata-kata. Mewek sendirian, meringis menahan sakit.

Mama, maafin Nana...

Kanadia ChantiqTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang