Sang Bintang

6.8K 580 153
                                    

Ceritanya mau konsisten bagi-bagi spoiler biar sering ditagih terus diomel2in ... 😂😂🤣🤣
Maklum lagi bawaan males tuh butuh dipaksa2 kan ... Masalahnya dirumah siapa sih yang berani maksa akooh 🤣🤣🤣

Jangan berharap banyak kayak yang kemaren loh yaa karena ini beneran dikit 😋. Cuma pengen ngasih kenal aja siapa-siapa aja yang bakalan jadi kandidat yang tukang angkut pasir Arabia balik ke Indonesia 😂😂😂

Sore hari Annisa bersama Putra sengaja datang lebih awal ke studio utama tempat acara pencarian bakat yang menjadikan Kania salah satu jurinya.

Dengan akses khusus berupa kartu ID, Putra dapat membawa Annisa melenggang bebas melewati penjagaan ketat tim sekuriti yang dipekerjakan oleh media televisi yang mengadakan acara menuju ruang ganti tim juri dan artis pendukung acara.

Putra menarik Annisa kesalah satu bagian lorong saat melihat Nana, asisten pribadi Kania yang berdiri di depan salah satu pintu ruang tunggu. Benar saja rupanya Kania sedang di make up di dalamnya.

Yang megejutkan ternyata dia tidak sendirian. Annisa terperangah saat melihat personil The Maroon tengah tertawa-tawa bersama wanita itu.

Rain Kenarya, si sulung dari putra musisi kenamaan Andrean Kenarya bahkan menyandarkan tangannya dengan santai ke kursi rias di mana Kania duduk sambil memejamkan mata, sementara seorang make up artis sedang membubuhkan eyeliner ke matanya.

“Hei!” Kania berseru sambil mengerjab-ngerjabkan mata saat melihat sosok Putra dan Annisa di muka pintu. “Masuk dong, sini aku kenalin sama tiga cowok paling di buru seindonesia.”

“Diburu! Memang kita kancil!” protes Eon, vokalis band sekaligus si bungsu dari ketiga Kenarya itu. Putra mendorong bahu Annisa yang terlihat tegang … kemungkinan karena tidak menyangka mendapati ketiga Idola remaja dan Ibu-ibu itu berada dalam satu ruangan—yang tidak terlalu luas—bersama Kania Adirangga.

Eon Kenarya langsung tanggap dan berdiri seraya menyodorkan tangan pada Annisa dan Putra saat keduanya mendekat.

Disusul oleh Rain yang tinggi dan ditasbihkan sebagai Kenarya dengan jumlah fans base terbanyak diantara kedua adiknya.

Jika saat menjabat tangan Eon Annisa masih sanggup untuk tersenyum meski Kaku, saat menjabat tangan Rain, entah kenapa Annisa merasa dirinya sudah menjadi batu.  

Rain begitu tinggi, dengan wajah ganteng namun menyiratkan sisi maskulinnya yang dominan. Seperti kebanyakan anak sulung, aura pengontrol terlihat jelas dalam ketegasan dan kemantapan jabat tangannya saat menyentuh tapak tangan Annisa.

Dan senyum yang terkembang di bibir lelaki itu menegaskan aura sensualnya yang kuat. Rain seakan memang diciptakan Tuhan untuk menjadi godaan terbesar kaum hawa.

Annisa melepaskan jabatan tangannya yang gemetar dengan gerakan tidak kentara dia berusaha menyembunyikan rasa groginya dengan menggenggam jemari dan menyembunyikannya ke sisi tubuhnya sendiri.

“Robin, kamu jangan kurang ajar ah!” Kania berseru seraya melihat pada sofa yang terletak sejajar dengan pintu masuk. Annisa menoleh dan tidak dapat mengerjabkan mata saat melihatnya.

Sang dewa pencipta lirik-lirik romantis yang disenandungkan The Maroons. Dalam remang tempatnya duduk, dari sinar mata yang menatapnya Annisa bahkan bisa langsung menyadari jika Robin Kenarya adalah Lucifer diantara saudara-saudaranya.

“H-hai!” Annisa memutuskan untuk menyapa saat dilihatnya lelaki itu masih juga belum bergerak dari tempatnya berada. Tidak ada kekecewaan di hatinya melihat reaksi Robin, dia justru mensyukurinya … karena diam-diam dirinya merasa gentar dengan cara Robin menatapnya. Rasa gentar yang membuat perutnya melilit dan ingatannya melayang pada saat pertama dan terakhir kali dirinya terpilih sebagai pelayan yang menyiapkan hidangan bagi Pangeran Yousoef.

“Bro, kamu jangan melihat Annisa kayak gitu dong!” Rain memperingatkan sang adik. “Nggak sopan banget.”

“Kenapa?” suaranya rendah dan dalam, untuk sesaat Annisa merasa ikatan tak kasat mata yang melilit perutnya terurai ketika dirinya tidak lagi menjadi objek tatapan penuh permusuhan Robin Kenarya.

“Kamu natapin Annisa kayak mau ngebunuh aja.” Kali ini Eon yang menimpali sambil tertawa, tatapannya teralih pada Annisa.

“Abang gue yang satu itu emang rada-rada … jangan diambil hati ya!” katanya sambil tersenyum menggoda Annisa.

Annisa mengangguk pelan. “Nggak apa!” sahutnya pelan.

Seorang wanita muncul di muka pintu, dari penampilannya tampaknya dia produser acara dari pihak televisi. “Guys, kemana aja sih dicariin juga!” gerutunya kesal. “Kalian harus ganti kostum, orang butik mau ngelihat apa yang kurang …” kemudian tatapannya teralih pada Kania. “Mbak Nia siap-siap loh mbak … sebentar lagi juri-juri harus segera kepanggung.”

“Oke sip!” Kania mengacungkan kedua jempolnya kemudian mengambil tisu untuk mengelap ujung hidungnya yang berkeringat. “Aku sudah oke kan?” katanya meminta pendapat pada Rain.

Lelaki itu tersenyum lebar, Annisa bahkan bisa melihat sorot matanya melembut saat menatap Kania. “Banget dear! Eh … kami ke fitting room dulu yah.” Pamitnya seraya mencuri kecup pada pipi Kania yang disambut kekehan tawa Kania. Dua saudaranya ikut berdiri mengiringi.

Saat melewati Annisa dan Putra, Rain hanya mengangguk sambil tersenyum. Sementara Eon malah mengedipkan mata menggodanya.

Annisa menunduk sambil menggeser tubuhnya hingga menempel di pintu ruang ganti Kania saat Robin lewat.

Meski demikian seakan menganggap dirinya tidak ada lelaki itu bahkan sama sekali tidak menoleh kearahnya. Annisa menghela nafas lega saat dia sudah lewat, hanya untuk sesaat sebelum dirinya menyadari sesuatu yang membuatnya membeku.

Paduan nada wewangian itu demikian kental merasuk ke ingatannya. Sesuatu dalam parfum Robin kenarya mengingatkannya pada seseorang.

Seorang yang sangat ingin dirinya lupakan.

tbc

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 16, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TKI (Tenaga Kerja Istimewa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang