Bab 4 - A Week That Feels Like a Year

903 60 19
                                    

A Week That Feels Like a Year

Sekarang Arnette tahu, kenapa dulu Javas berkata bahwa satu minggu itu waktu yang lama. Pria itu benar. Sangat benar. Bahkan, satu hari berjalan sangat lama. Dan ini masih hari di mana Arnette nyaris meremukkan hidung Javas. Hanya, hari sudah hampir gelap ketika Arnette mampir ke kafe untuk membeli iced chocolate sembari mengecek keadaan hidung Javas. Ia menepati janjinya untuk bertanggung jawab dengan mengecek setiap pagi dan sore.

Tak bisakah waktu berjalan cepat di saat seperti ini?

Arnette menutup mata selama tiga detik ketika melihat Javas duduk di kursi yang paling dekat dengan pintu. Arnette menarik napas dalam sebelum membuka mata. Seolah sudah menunggu Arnette, Javas menatap ke luar, celingukan setiap kali melihat ada orang lewat. Arnette kembali menarik napas dalam sebelum akhirnya melangkah ke pintu kafe.

"Kamu datang juga akhirnya!" seru Javas ketika melihat Arnette sembari menjungkitkan kursi ke arah Arnette.

Mengabaikan reaksi pria itu, Arnette pergi ke counter pemesanan dan memesan, membayar, barulah setelahnya ia menghampiri Javas. Pria itu tersenyum lebar.

"Hidungmu nggak pa-pa?" tanya Arnette tanpa basa-basi.

Javas seketika langsung mengerang kesakitan dan memegangi hidungnya. Arnette menghela napas, tahu pria itu hanya berpura-pura.

"Kayaknya kamu baik-baik aja dan aku udah ngelakuin tugasku, jadi aku pergi," pamit Arnette.

Ia sudah akan pergi, tapi Javas merentangan lengan, menghalangi jalannya, membuatnya urung pergi.

"Kalau ngecek yang benar, dong. Kamu bahkan belum mastiin aku makan," pria itu berkata.

Arnette mengerutkan kening. "Apa hubungannya kamu makan sama hidungmu? Kamu makan pakai hidung?"

Javas mendecak sembari menggeleng-geleng. "Ck, ck, ck. Lihat, nih. Kamu tuh, kurang peduli sama temanmu. Gara-gara hidungku sakit, aku jadi nggak nafsu makan dari tadi siang. Tanggung jawab!"

Seminggu, Arnette. Seminggu. Lalu, tendang orang ini jauh-jauh dari hidupmu.

Dengan pikiran itu, Arnette mengangguk. "Aku ambil pesananku dulu, habis itu kita pergi cari makan."

Javas mengangguk bersemangat sebelum akhirnya melipat kedua lengan di meja, seperti anak TK yang menurut pada gurunya. Arnette hanya bisa menghela napas lelah sebelum pergi ke counter pemesanan.

***

Javas menatap Arnette kesal meski gadis itu tampak santai memakan French fries-nya.

"Ini makan malam?" Javas menunjuk sebungkus burger di depannya.

"Tadi kamu milih itu," sebut Arnette.

"Haha. Aku yang milih? Kamu yang bilang, 'Itu aja, sekalian satu set'. Milih apanya?" sinis Javas.

Arnette tampak tak peduli. "Buruan habisin makan malammu. Aku harus pergi."

"Makan malam? Ini makan malam?" Javas menusuk burger yang masih terbungkus di depannya dengan dari telunjuk.

Arnette berdehem. "Kalau nggak mau, jangan dirusak. Biarin utuh aja. Nanti bisa dikasih ke orang lain."

Javas tertawa sinis. "Kamu tuh, sama orang lain baik juga. Cuma sama aku doang nih, jahatnya?"

Arnette kembali mengabaikan Javas. Saat itulah, ada chat masuk di ponselnya. Arnette tersenyum membaca isi chat dari editornya itu. Naskah novel yang sudah ia revisi kemarin sudah masuk proses layout.

Lost in Your Eyes (End di Karyakarsa allyjane)Where stories live. Discover now