Bab 2.1 - The Girl and The Wolf

999 81 9
                                    

Bab 2.1

The Girl and The Wolf

Satu minggu yang terasa seperti setahun itu akhirnya berakhir. Detik ketika Javas melihat sosok gadis itu di counter pemesanan, waktunya barulah kembali berjalan normal. Setelah semua hal gila yang ia lakukan!

Setelah satu minggu ia duduk berjaga di samping jendela kaca kecil ruang kantor Wildan yang mengarah langsung ke counter pemesanan kafe! Setelah sekian ledekan Wildan karena Javas bertingkah seperti idiot gila di kantornya! Setelah bermalam-malam mengawasi rekaman kamera CCTV kafe hanya untuk mencatat waktu-waktu kemunculan gadis itu!

Begitu gadis itu muncul dalam balutan jaket merahnya, Javas mengendap-endap keluar dari kantor Wildan. Ia berhati-hati agar mangsa yang sudah diburunya itu tak lari. Tidak setelah apa yang harus Javas lewati karena gadis itu!

Maka, begitu gadis itu menunduk menatap ponselnya, Javas masuk ke counter penjualan dan mengambil alih pesanan gadis itu. Ia meletakkan pesanan gadis itu di atas meja.

"Makasih," ucap gadis itu seraya meraih gelas minuman yang barusan diletakkan Javas. Ia bahkan masih menunduk ke layar ponselnya.

Javas mendengus pelan sembari membuka pintu pembatas di samping counter pemesanan. Sebelum gadis itu melarikan diri lagi, Javas memastikan menangkapnya. Ia menangkap pergelangan tangan gadis itu, seketika menahan langkah gadis itu, bersamaan dengan jatuhnya segelas iced chocolate di tangannya. Gadis itu akhirnya mendongak menatapnya.

Javas memastikan pegangannya di pergelangan tangan gadis itu cukup kuat.

"Aku nggak pernah tahu, satu minggu itu waktu yang lama banget," Javas berkata sembari menyeringai.

Di depannya, perlahan wajah gadis itu memucat. Sementara, cara gadis itu menatap Javas ... seolah ia melihat ancaman terbesar dalam hidupnya. Namun, detik berikutnya, ekspresinya berubah datar, tanpa ekspresi. Seperti saat ia mengabaikan Javas dulu.

"Ini pelecehan," ucap gadis itu dengan suara tenang.

Javas menaikkan sebelah alis. Apa yang gadis itu bicarakan?

"Ini." Gadis itu mengedik ke tangan Javas. "Perlu aku lapor polisi sekarang?"

Javas belum sempat bereaksi ketika seseorang menarik lepas tangannya dari tangan gadis itu. Javas tak perlu menoleh untuk tahu Wildanlah pelakunya. Ia lebih tertarik memerhatikan bagaimana gadis itu mengusap pergelangan tangannya, berulang kali. Bukan karena kesakitan, tapi seolah ia berusaha menghapus bekas tangan Javas di sana. Sama seperti waktu itu.

Mengingat itu, emosi Javas kembali naik.

"Pelecehan? Lapor polisi?" Javas menghempaskan tangan Wildan yang masih memegangi tangannya.

Javas melangkah maju hingga hampir tak ada jarak di antara dirinya dan gadis kurang ajar itu. Javas harus menunduk untuk menyejajarkan wajah mereka karena gadis itu lebih pendek darinya.

"Seenggaknya, aku perlu ngelakuin apa yang kamu tuduhin itu biar polisi punya alasan buat nangkap aku." Javas lalu sengaja menurunkan tatapan ke bibir gadis itu.

Detik itu juga, gadis itu mundur. Ia gentar. Javas seharusnya menaikkan tatapannya. Namun, matanya seolah terpaku pada bibir mungil berwarna pink pucat itu. Apa gadis itu sakit?

Saat itulah, memanfaatkan kelengahan Javas, gadis itu berbalik dan berlari pergi. Javas sudah akan mengejarnya, tapi lagi-lagi Wildan menahannya. Kali ini, Javas memaki Wildan kasar sebagai balasan.

"Kalau kamu nahan aku lagi, aku akan ngehancurin kafe ini sebagai gantinya. Aku nggak peduli meski kamu laporin ke Mama. Sialan, aku nggak peduli lagi!" ultimatum Javas.

Wildan menyipitkan mata. Ia akhirnya melepaskan pegangannya pada Javas. Namun, langkah Javas terhenti di pintu ketika mendengar seruan Wildan,

"Kalau kamu naksir cewek itu, lakuin dengan benar! Jangan kayak gini!"

Apa katanya? Naksir? Javas? Pada gadis kurang aja itu?

Wildan jelas minta dihajar.

Javas melangkah marah ke arah Wildan, tinjunya terangkat. Namun, tinju yang sudah nyaris menyentuh wajah Wildan terhenti di udara ketika Wildan kembali berbicara,

"Ya, aku suka sama cewek itu. Jadi, jangan ganggu dia. Kecuali kamu emang naksir dia. Kalaupun kamu naksir dia, kita akan bersaing dengan cara yang benar."

Javas memaki marah dan berbalik. Ia menendang meja kosong yang dilewatinya sebelum meninggalkan kafe.

***    

Lost in Your Eyes (End di Karyakarsa allyjane)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang