Cemas

15 0 0
                                    

James menatap kosong kamarnya yang penuh action figure koleksinya. Masih memikirnya tentang kejadian sore tadi. Dia cemburu kepada bossnya yang baru dikenalnya hari ini. Mengingatnya saja dia sudah pusing. Banyak pertanyaan dalam benaknya sekarang.
"Apa yang sedang mereka lakukan sekarang?"
"Apa mereka hanya makan malam bersama saja tadi? Ataukah ada urusan lain"
"Tidak bisakah mereka tidak pergi bersama?"
"Apa mereka beneran pacaran ?"
Ahhh...pertanyaan terakhir sungguh menyayat hati.
Walaupun James sudah curhat kepada Sarah, tetap saja perasaannya masi belum tenang.
"Sebelumnya aku ga pernah begini. Baru kali ini. Apa aku benar-benar sudah jatuh cinta ? Ohh Tuhan, jika benar, tolong biarkan aku mendapatkan jawaban yang pasti tentang wanita yang kucintai ini. Jangan biarkan aku sampe mati penasaran karenanya. Amin." Doa James dalam hati.

Irene baru saja sampai di rumahnya dari makan malam bersama Nico sahabatnya. Banyak hal dan canda tawa tadi. Nico benar-benar sahabat sejatinya. Dia berharap bisa terus seperti ini. Banyak yang bilang di luaran sana mereka berdua sangat cocok, tetapi semakin dia mendengar hal tersebut, semakin Irene merasa bahwa mereka benar-benar teman dan tidak lebih dari itu. Dia juga berharap Nico merasakan hal yang sama.
"Kok bisa sih lu ga suka sama Nico ? Kalian sangat cocok dan banyak yang berharap kalian jadian." Irene mengingat ucapan Tamara teman kerjanya yang lain.
Irene memang pernah mencari-cari jawaban kenapa dia merasa tidak bisa lebih dari teman dengan Nico. Irene pernah bereksperimen dengan perasaannya terhadap Nico. Dan semua jawaban NIHIL. Irene tidak pernah menemukan alasan yang tepat untuk mencintai Nico selain menyayanginya sebagai sahabat. Entahlah.

"Haruskah aku berkata jujur kepada Irene tentang perasaanku padanya ?" Tanya Nico dalam hati.
Selama ini ia sudah terlalu sering menunjukkan bahwa ia mencintai Irene tetapi tak ada tanggapan dari Irene. Entah dengan apa lagi harus ia tunjukkan perasaannya ini kepada Irene.
Friendzone ini benar-benar menguras perasaannya. Cepat atau lambat Irene pasti mengetahui perasaannya tetapi bagaimana caranya ?

Sudah enam bulan berlalu. James sudah terbiasa dengan pekerjaannya, dan perasaannya pada Irene tidak berubah sama sekali. Hari ini seperti hari-hari biasanya, James sudah ada di kantor lebih pagi dan berharap seperti hari-hari kemarin bisa memulai harinya dengan senyum manis Irene, bossnya.

Seperti dugaan Irene memang sudah ada di kantor dan berada di pantry, tempat biasa James dan Irene bertemu. Tetapi hari ini Irene tampak berbeda. Dia pucat.
"Pagi bu Irene, apa ibu baik-baik saja ? Ibu tampak pucat sekali. Mau saya buatkan sesuatu ? Teh manis mungkin ?" Tanya James cemas.
"Pagi James, saya baik-baik saja. Hanya sedikit lelah dan...hachuuu.... ahh maafkan saya dan...hachuuu...." Balas Irene kepada James dengan suara bengek dan bersin-bersin.
"Tampaknya ibu sakit banget. Saya buatkan teh Lemon untuk ibu Irene ya. Setidaknya untuk mengurangi flu bu Irene." Langsung gerak cepat James membuatkan Teh Lemon untuk Irene.
"Ahhh...tidak usah ja..hachuuu.."
James tidak memerdulikan permintaan Irene. Tak berapa lama sudah jadi teh lemon buat James untuk Irene.
"Ini bu silahkan. Setidaknya untuk sementara." Disodorkannya kepada Irene.
"Terima kasih James" Dengan senyumnya yang masih manis Irene berterima kasih.
James membalas senyum Irene dengan wajah khawatir.
Segitu cintanya James kepada Irene sampai-sampai dia sangat cemas kepada Irene.

Sepuluh menit mereka masih bersama di pantry dan orang-orang mulai berdatangan.
"James saya duluan ya, masih ada yang harus saya...." belum selesai kalimat Irene, dia sudah terhuyung ke pelukan James.
Badannya panas. Rupanya Irene demam.
"Bu..Irene..Irene..saya antar ke dokter ya." James bergegas menggendong Irene berlari ke luar pantry. Tidak lupa ia berpesan kepada rekan kerjanya yang melihat kejadian barusan bahwa ia akan mengantarkan Irene ke rumah sakit.

Bergegas James membawa mobilnya ke rumah sakit tempat dokter  keluarganya yang kebetulan searah dengan kantornya. Wajahnya panik dan Irene tertidur dengan wajah kesakitan. Tangan James masih memengan tangan Irene dengan cemas.
"Aku mohon Irene, bertahanlah. Kita hampir sampai." Pinta James kepada Irene.

Di rumah sakit Irene di bawa ke UGD dan James terus berada di sampingnya. Baru kali ini dalam enam bulannya bekerja bersama Irene, dia melihat wanita yang dicintainya itu sakit.
James sudah menghubungi dokter keluarganya sehingga cepat penangannya terhadap Irene.

"Siapa dia James ? Pacarmu ?" Dokter Daus bertanya.
"Ahh dia temanku dok. Bagaimana keadaannya ?"
"Teman atau teman ?" Tanya dokter Daus.
"Dok, aku mohon apa Irene baik-baik saja ?"
"Kenapa ga jawab pertanyaan saya ?" Goda dokter Daus.
"Dok aku mohon."
"Baiklah-baiklah. Pacarmu itu kecapean. Dia perlu istirahat beberapa hari dan saya sarankan dia menginap di sini sehingga saya gampang mengontrolnya. Ataukah kau mau mengurusnya di rumahmu ? Apa dia terlalu sibuk berpacaran denganmu sehingga lupa istirahat ? Uruslah administrasinya di depan. Saya akan menjaganya sampai kau kembali james."

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang