Bab 7

71 7 2
                                    

      Alvin baru saja terlelap ketika suara ketukan – oh bukan tapi itu gedoran menggema di seluruh penjuru rumah. Alvin berdecak jengkel, dan berpikir jika kemungkinan yang menggedor pintunya adalah orang bodoh, sudah tahu ada bel masih nekat gedor pintu. Menyebalkan sekali.

Alvin menoleh pada Raina yang masih terpejam, mengecup pelipisnya sejenak sebelum beranjak keluar kamar dan bersiap melemparkan bogem terpanas yang dia punya. Keparat sekali orang yang menggedor pintu itu.

Alvin membuka kasar pintu rumahnya dan nyaris memaki keras sebelum dia mengerjap kaget lebih dulu.

Arum berdiri di depannya dengan pakaian loreng dan topi marun andalannya, membuat Alvin berdecak dalam hati karena Arum mendadak jadi gagah sewaktu masih usia dua puluhan dulu.

"Rum?"

Arum menatap datar. "Mau bermain?" katanya dengan memamerkan pistol milik Erlangga.

Tapi Alvin heran kenapa Arum mengajaknya bermain di malam hari begini. Otaknya mulai berasumsi jika perempuan di depannya ini pasti siluman yang menjelma jadi Arum.

"Otakmu benar-benar dangkal. Ayo kita bermain atau aku akan menyeret istrimu untuk bermain denganku."

Alvin melotot keji, membiarkan Raina yang tengah tertidur pulas begitu untuk bermain dengan Arum yang jelas bermain dengan Arum itu bukanlah jenis permainan monopoli, congklak, dan lain sebagainya. Mainan Arum jelas pistol, bukan pistol air tapi pisto api.

"Oke, tunggu, aku ganti baju dulu."

Arum hanya mengangguk dan Alvin segera pergi menuju kamarnya. Di sepanjang jalan menuju kamarnya itulah Alvin berpikir keras, karena Arum tidak suka bermain tembak-tembakan di malam hari. Jadi kemungkinan besarnya Arum tengah galau berat, entah karena apa.

***

Devon baru saja keluar dari gedung Vando Entertainment ketika menemukan sosok Evan yang duduk menggelandang di lantai lobi pintu keluar. Devon menghembuskan napasnya dan bergerak menuju Evan yang melamun.

"Apa ini masalah hati?"

Evan menoleh kaget tapi kemudian tersenyum miris dan mengangguk.

"Aku ingin menghilangkan penat."

Devon tersenyum dan mengedikan kepalanya. "Ayo. Mungkin permainanya akan sedikit meredakan emosimu."

Evan mengangguk dan berjalan menuju mobil Porsche milik Devon, melambai kaku pada Arnara yang hanya menaikan sebelah alisnya, istri Devon ini terkenal datar dan suka memaki, Evan saja sering terkena dampratnya kalau berbuat salah sedikit, jadi daripada bersuara yang akan meledakan emosi Nara, maka diam adalah emas benar-benar Evan benarkan untuk kali ini.

"Kita mau kemana?" Nara yang bersuara. Evan heran kenapa Devon begitu betah dengan Nara yang cuek dan terkenal datar ini, bahkan kadang mengerikan dengan tertawa-tawa sendiri.

"Ke tempat bermain untuk Evan."

Nara melongok ke belakang. "Kamu sedang patah hati rupanya."

Damn! Evan mengumpat dalam hati karena tidak memperkirakan bahwa seorang Nara ternyata lebih peka daripada suaminya.

"Memang bermain apa yang kalian maksud?" Iya, Evan bahkan tak tahu mau dibawa kemana dirinya ini oleh pasangan paling aneh menurutnya.

"Kamu akan tahu nanti."

"Dan ku pastikan akan bahagia."

See?! Evan benar-benar yakin kalau Devon dan Nara jodoh serasi karena mereka bahkan memiliki sifat yang nyaris serupa, sifat suka rahasia-rahasiaan itu.

(TGS 3) Oh! Liana!Where stories live. Discover now