Bab 4

71 8 0
                                    

Arum pening seketika. Ini baru satu minggu dirinya kerja dengan mantan sialannya itu, tapi entah kenapa Evan yang sekarang tampak lebih centil dan mengganggu, bukan Evan yang sok cool atau Evan yang kadang memang spontan bodoh. Arum tidak mengerti kenapa pria itu selalu berusaha mengusik hidupnya. Tidak cukupkah tujuh tahun lalu pria itu menghancurkan kepercayaannya, membuatnya tak mengenal pria manapun lagi, membuat Arum menutup hatinya rapat-rapat karena takut rasa dikhianati itu datang lagi. Sebenarnya apa yang Evan inginkan darinya? Arum masih tak mengerti.

"Liana." Teguran itu membuat Arum mendongak dengan wajah datar, walau ingin rasanya dia menampilkan wajah paling sengaknya. Bukan apa-apa, pria di depannya ini bosnya, dan dia memiliki etika sendiri sebagai bawahan yang harus menghormati atasannya.

"Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" Arum segera berdiri dengan hormat.

Evan menatap perempuan di depannya. "Makan siang?"

Arum mengernyit. "Tapi dalam agenda hari ini bapak tidak memiliki jadwal meeting diluar bersama klien ketika makan siang."

Evan menghembuskan napasnya dan menoleh ke arah Andini yang sedari tadi menguping pembicaraan mereka, Arum sudah tahu isi otak perempuan itu.

"Andini."

Andini segera berdiri. "Ya, Pak?"

"Bisa kamu antarkan dokumen perjanjian pada perusahaan Danuarta Grup. Perjanjiannya sudah diperbincangkan dua hari lalu tinggal ditanda tangani saja."

"Bukankah bisa melalui fax atau..."

"Saya mau kamu yang mengantarkan langsung pada Pak Rahardian."

Andini mengangguk. "Baik, Pak." Katanya dan melangkah pergi, mendumal dalam hati dengan berpikir keras akan hubungan Evan dan Arum yang sedikit ganjil. Entah apa itu.

Evan kembali memusatkan pandangannya pada perempuan dengan blouse biru dongkernya itu.

"Aku mengajakmu makan siang." Kata Evan dan melihat kernyitan di dahi Arum, "Bukan hanya kita berdua, tapi juga tiga sahabatku."

Mata Arum berbinar seketika. "Apa ada Kak Elga?"

Evan menelan ludah sakit seketika, Arum itu fans fanatiknya Ravelga Jonathan Danuarta yang kebetulannya sepupu Alvin, makanya perempuan itu tampak heboh sendiri kalau menyangkut Elga.

"Ya."

"Oke, tunggu sebentar." Katanya dengan senyum cerah dan segera membereskan tumpukan dokumen di atas mejanya, serta memasukan ponsel ke dalam tasnya. "Ayo."

Tsk! Evan mencibir dalam hati melihat tingkah mantan tunangannya yang sialnya masih dia harapkan. Evan jelas merasa hatinya panas ketika Arum dengan santainya bergembira mendengar nama Elga disebut, terkutuklah dokter es sialan itu.

***

Alvin, Devon, dan Elga kini berada di kafe dekat kantor Evan menunggu kedatangan Arum dan Evan, mereka sepakat untuk makan siang di sini, walau harus rela mendapati aura kelam Elga karena tempat praktik Elga jelas yang terjauh dari antara mereka kalau menuju kantor Evan.

Semua masih sama, tiga pria dengan pakaian berbeda namun mencirikan aura masing-masing, dengan meja berada di tengah-tengah ruangan, jelas itu adalah pesanan Evan, menjadi pusat perhatian adalah kebanggan Evan, si playboy yang suka mengintai perempuan cantik yang kebetualan lewat di depan.

(TGS 3) Oh! Liana!Where stories live. Discover now