02 - Your Type

1.6K 83 3
                                    

“Selama ini aku bertanya-tanya tentang tipe idealmu.” Tanya Karin saat kami sedang makan siang di kelas.

“Kenapa tiba-tiba kau bertanya seperti itu?” Tanyaku kemudian memakan ikan rebus buatan Ibu.

“Karena ku lihat sudah hampir beberapa kali kau menolak semua anak laki-laki yang menyatakan perasaannya padamu.”

“Lalu?”

Karin menoleh dan tampak memperhatikan sekitar. “Apa tipemu seperti ketua basket itu? Dia tinggi, putih dan pintar.”

Aku hanya menggelengkan kepalaku tanpa menoleh ke arah Ardi yang terdengar sedang bercanda bersama murid laki-laki lainnya. Bahkan suara tawanya saja sudah membuatku risih, bagaimana bisa aku menjadikannya tipe idealku.

“Apa kau menyukai tipe seperti Deny? Diam dan terlihat baik.”

Aku menghela napas panjang. Kalau saja Karin tahu bagaimana sifat Deny yang sebenarnya saat dia berada di luar sekolah, aku yakin dia tidak akan membiarkanku menjadi kekasihnya.

“Lalu apa kau menyukai tipe seperti dia?”

Aku mengikuti arah tunjuka Karin yang mengarah ke salah satu siswa yang ku tahu namanya adalah Reyhan. “Andai saja dia memotong rambutnya, mungkin dia terlihat lebih tampan.” Ucapku, lalu kembali memakan bekal siangku.

“Ya, aku berpikir hal yang sama denganmu. Bahkan dia tidak populer di antara para gadis karena wajahnya yang tertutup rambut itu.”

“Hm.” Gumamku tanpa berusaha untuk menjawabnya kembali.

*****

Pagi ini aku datang sedikit lebih siang dari biasanya karena ada sedikit insiden yang menimpaku di tengah jalan. Ya, insiden pengendara sepeda kayuh yang tiba-tiba saja menabrakku dari arah belakang. Pengendara bilang kalau remnya tiba-tiba tidak berfungsi dengan baik dan pada akhirnya menabrakku begitu saja.

“Hei, darimana saja kau? Kenapa lututmu?” Tanya Karin saat aku baru saja duduk di bangkuku.

“Aku jatuh saat berangkat.”

“Bagaimana bisa?”

Aku mengangkat bahuku, sedang malas untuk menceritakan hal-hal yang membuat moodku sedikit menurun pagi ini.

“Lilina.” Panggil Karin sambil menepuk punggung tanganku beberapa kali. “Kau ingat siswa bernama Reyhan yang kemarin kita bicarakan?” Bisiknya kemudian.

Sejenak aku mencoba untuk mengingatnya, kemudian mengganggukkan kepalaku setelah mengingat siswa berambut panjang itu.

“Hari ini dia memotong rambutnya. Lihatlah.”

Sesuai perintahnya, aku menoleh ke sekitar kelas dan sedikit terkejut saat melihat sesosok siswa di kejuhan yang sedang bercanda bersama teman-temannya. Siapa lagi kalau bukan Reyhan. Wajahnya terlihat berubah menjadi lebih manis setelah dia memotong rambutnya seperti itu.

“Jauh lebih tampan bukan?” Karin menyadarkanku.

“Ya lumayan. Mungkin sebentar lagi dia akan populer di kalangan para gadis.”

Tak lama kemudian bel masuk berbunyi. Semua murid langsung kembali ke tempat duduk mereka masing-masing termasuk Reyhan yang ku rasa sempat melihat ke arahku. Tapi mungkin hanya perasaanku saja karena baru kali ini aku melihat matanya yang berwarna cokelat terang itu.

Saat istirahat tiba, aku merasa kalau hujan akan turun beberapa jam lagi karena awan hitam yang terlihat mulai bergerumbul di langit dekat sekolah. Karena hari ini aku lupa membawa bekal makan siang, akhirnya aku memutuskan untuk keluar kelas sambil memperhatikan lapangan sekolah yang di padati oleh beberapa murid sekolah yang seakan tidak peduli jika hujan akan membasahi seragam mereka.

“Roti sesuai pesananmu.” Ucap Karin sambil memberikan roti isi kacang merah padaku.

“Terima kasih.” Jawabku, kemudian kembali memperhatikan lapangan.

“Lihat lihat, Kak Dion sedang latihan karate. Apa kau suka tipe seperti dirinya? Kuat tapi baik.”

Aku hanya menghela napas saja saat mendengar sahabat baikku ini selalu bertanya perihal tipe idealku seperti apa.

“Atau kau suka seseorang seperti kutu buku itu? Ku dengar sudah ada Universitas yang merekrutnya. Pasti dia sudah belajar mati-matian.”

“Kalau ada seorang siswa yang memakai hoodie di balik jas seragamnya, maka aku akan menyukainya.” Ucapku asal sambil memakan roti milikku.

Karin terlihat bersemangat mencari setelah aku mengatakan hal seperti itu. Lagipula aku yakin tidak akan ada seorang siswa pun yang memakai hoodie hari ini karena tadi pagi cuaca masih terlihat sangat cerah.

“Oh, dia memakai hoodie di balik jas sekolah—tunggu bukankah dia Reyhan?” Tanya Karin setelah melihat siapa pemilik hoodie itu.

Aku terkejut saat mendengar dia menemukannya dan lebih terkejut lagi adalah ternyata Reyhan lah yang memakai hoodie tersebut. Sesaat aku merasakan jantungku berdegup dengan sangat cepat, kemudian tanpa mengatakan apa-apa aku masuk ke dalam kelas, meninggalkan Karin yang terlihat bingung.

“Kalau begitu bagaimana dengan tipe yang lain? Seperti dia pemberani mungkin? Menyatakan perasaanmu di depan orang banyak atau memberikan sebuket bunga dan kau akan menerimanya?”

Untuk kesekian kalinya aku meghela napas panjang. “Aku tidak suka cara seperti itu.”

“Lalu?” Karin masih terus penasaran sambil memakan rotinya.

“Laki-laki pemberani adalah dia yang berani menyatakan cinta padaku. Hanya di depanku saja, tidak di depan orang banyak. Aku sangat membenci juga laki-laki yang memberikan buket bunga padaku, memangnya aku sudah mati apa? Lebih baik dia memberiku coklat.”

Seketika Karin tertawa terbahak, lalu mengangguk mengerti. “Baiklah, semoga kau menemukan seseorang yang kau impikan selama ini.”

*****

Tak terasa bel pulang berbunyi setelah sekian lama aku berkutat pada angka-angka yang bahkan aku tidak tahu harus ku apakan sampai bisa mendapat jawaban yang diinginkan oleh Guru Matematika botak itu.

“Aku duluan, Bang Meka sudah menungguku di bawah. Sampai besok sahabatku.” Ucap Karin dengan tergesa berlari meninggalkan kelas.

“Iya.” Jawabku yang masih memasukkan buku pelajaran ke dalam tas.

Sejenak aku merenggangkan ototku yang terasa sangat kaku, kemudian memutuskan untuk meninggalkan kelas setelah merasa sudah tidak banyak murid yang memenuhi koridor.

“Lilina.” Panggil seseorang dari arah belakang saat aku akan menuruni tangga. Aku sedikit terkejut saat melihatnya memanggilku.

Siapa lagi kalau bukan Reyhan.

“Kenapa?” Tanyaku.

Dia hanya diam saja saat mendengar ada dua siswi yang berjalan melewati kami, kemudian tanpa mengatakan apa-apa dia memberiku coklat berukuran sedang sambil menatap lurus ke dalam mataku.

“Maaf aku mendengar pembicaraan kalian berdua. Tapi maukah kau menjadi pacarku setelah aku berhasil menjadi tipe idealmu?”

Dan pada detik itu aku merasakan jantungku berdebar sangat cepat setelah mendengar pengakuannya.

Sepertinya kali ini aku tahu apa arti dari debaran yang ku rasakan ini.


Salam sayang dari Lilina dan Reyhan <3 <3 <3

riz_rap•^•
30072018

One Shoot in Your Diary [Completed]Where stories live. Discover now