Preamble (Rama's Part)

24 0 0
                                    

Suara karat yang beradu di antara rantai ayunan yang sedang kunaiki sudah membuat gigiku ngilu. Namun, aku masih belum tenang, jadi aku tidak bisa meninggalkan mainan yang selalu bisa membuatku serasa terbang dan dijatuhkan kembali ini. Di sebelahku, ayunan yang satunya lagi hanya bergoyang pelan. Seakan menemaniku yang sedari tadi menggila berayun tinggi-tinggi.

"Kaaaak Ramaaaaaaa..."

Aku menoleh pada suara yang berteriak memanggilku. Kupelankan terbang ayunanku, sampai anak laki-laki itu tepat berada di dekatku. Aku lalu berhenti.

"Hey,Kiddo." Sapaku pada Marlo, anak laki-laki kelas 2 SMP yang juga tetanggaku dekat rumah.

"Ayo latihan sekarang, Kak. Pokoknya kita harus latihan sekarang. I have class meeting next week, dan aku mau kelihatan jago di depan Nyala." Marlo menjelaskan sambil mengambil napas pendek-pendek.

"Wow, Kid, relax. Take a deep breath," aku meminta Marlo mengambil napas panjang, lalu ia mengikuti beberapa kali sampai napasnya kembali normal. "Sekarang ceritain pelan-pelan, kenapa kita harus latihan sekarang?"

"Jadi gini, Kak," Marlo lalu duduk di ayunan sebelahku, yang sedari tadi bergoyang pelan. Otomatis aku langsung menggerakkan bola mataku jauh ke belakang Marlo.

Sayup-sayup, aku mendengar Marlo bercerita bahwa minggu depan saat class meeting, kelasnya akan bertanding basket dengan kelas Nyala, anak perempuan yang ditaksirnya sejak kelas satu. Ia ingin saat pertandingan nanti, bisa membuat Nyala terkesan dengan permainannya. Bukannya antusias mendengar cerita anak laki-laki yang sudah kuanggap seperti adikku ini, aku malah menatap tanpa berkedip laki-laki yang kini berdiri di belakang Marlo, yang seharian tadi menemaniku bermain ayunan.

"Marlonya didengerin, dia lagi butuh saran lo." Kata laki-laki itu sambil tersenyum dingin, menyebalkan.

"KAK!"

Aku tersentak waktu Marlo memanggil namaku dengan penekanan. Wajahnya terlihat kesal.

"Are you listening to me??!" Ia mulai kesal dengan pengacuhanku.

"Yes, Kid, I'm listening to youSo, it's all about a girl?" Aku mulai menggodanya.

"Nyalait's more than a girl, Kak!"

"She is just a girl. She doesn't have tails, wings, or a horn like unicorn."

"Aaarrggh, Kak, have you ever been fall in love??" Tanyanya dramatis, sambil menatap mataku dengan kasihan. Sementara laki-laki yang di belakang Marlo, tertawa terbahak-bahak mengejekku.

"Holy shit," aku memaki pelan agar Marlo tidak mendengar. "14 years old, and you ask me that damn question???!" Aku melotot ke arah Marlo dan juga laki-laki di belakangnya.

"Kak Rama ngomongnya kasar ih. Aku bilangin Tante Kiran nanti ya."

Aku langsung menjewer kupingnya dan menyeretnya menuju rumah. Walaupun jeweranku sama sekali tidak keras, tapi sepanjang jalan Marlo berteriak-teriak minta ampun. Sementara, laki-laki yang sedari tadi ada di sekitar kami, berjalan di sampingku sambil menggandeng tangan kiriku yang bebas.

***


Ketika akan mengantar Marlo ke rumahnya, yang berjarak beberapa rumah dari rumahku, ibuku, yang dipanggilnya dengan sebutan Tante Kiran, keluar rumah. Ia segera berlari ke arah ibuku dan mengadu tentang kelakuanku yang sudah dibuat-buat oleh versinya.

KANIAWhere stories live. Discover now