[4] Harry Styles & Lamaran

618 58 10
                                    

Dengan sigap, Alessia menutup mulut milik seorang musuh bebuyutan kakaknya itu—Harry Styles. “Diam!” seru Alessia. “Aku bisa dimarahi habis-habisan oleh Dave jika ia tahu kau datang kesini, Styles.”

“Harry—panggil saja Harry,” ujar lawan bicara Alessia. “Dan kau?”

Alessia menjabat tangan Harry lalu berkata, “Alessia Lincoln, senang bertemu denganmu, Harry.”

Harry tersenyum—memperlihatkan lesung pipinya yang begitu dalam. “Sudah siap untuk memulai petualangan hari ini bersama Harry Edward Styles?” tanya Harry sembari mengedipkan mata kirinya.

Alessia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

Akhirnya, Alessia pergi ke tempat dimana mobil milik Harry diparkir—tentunya tanpa sepengetahuan Dave. Disepanjang perjalanan mereka menuju tempat parkir apartemen, Alessia terus berpikir-pikir mengenai satu hal: Apakah Zayn benar-benar akan melamar kekasihnya hari ini?

*Play lagu yang ada di multimedia ya*

“Silahkan.” Harry membuka pintu mobil range rover hitamnya untuk mempersilahkan Alessia masuk, lalu kembali menutupnya.

“Terima kasih,” kata Alessia yang sudah memasuki mobil milik Harry. Ketika memasuki mobil tersebut, ia sudah disambut oleh lagu Hey Jude dari The Beatles. Kedua bola matanya juga menyorot beberapa album The Beatles yang terletak di sembarang tempat. “Kau adalah seorang penggemar The Beatles?” tanyanya.

“Ya,” jawab Harry. “Menurutku, mereka sangat bertalenta.”

Harry menekan pedal gas dan sebuah range rover berwarna hitam melaju pelan untuk keluar dari Steeped Apartment.

***

“Jadi Zayn akan menikah?” tanya Alessia yang sedang memakan es krim dan berjalan di taman yang begitu indah.

Harry mengedikkan bahunya. “Jika perempuan yang akan ia lamar menerima lamarannya—maka jawabannya adalah; ya, ia akan menikah dalam waktu dekat. Tapi jika kekasihnya itu menolak, Zayn tidak akan menikah dalam waktu dekat.”

“Oh, tunggu,” sambung Harry. Alessia mengerutkan dahinya ketika melihat Harry kembali dengan setangkai bunga mawar di tangannya.

“Untuk apa kau membeli mawar itu, Harry?”

Harry tersenyum. “Aku tidak tahu. Tapi—ehm—seluruh temanku sudah mempunyai pasangan, hanya aku yang tidak mempunyai seorang kekasih.” Alessia mengerutkan dahinya lagi, mengisyaratkan agar Harry melanjutkan perkataanya. “Tapi kurasa aku telah menemukan perempuan yang tepat,” sambung Harry.

“Siapa?” tanya Alessia berpura-pura bodoh. Pertanyaan itu adalah satu-satunya pertanyaan terbaik yang ada di dalam otaknya. Karena tidak mungkin ia bertanya, ‘Aku?’ kepada Harry. Menurut Alessia, itu terlalu percaya diri.

Harry memberikan setangkai bunga mawar tersebut kepada Alessia. “Aku tidak perlu menjawabnya sekarang, karena cepat atau lambat kau akan mengetahui jawabannya.”

Terlalu cepat, pikir Alessia. Jika perempuan yang Harry maksud adalah dirinya, maka itu semua terlalu cepat. Sejak seorang pria berkewarganegaraan Australia menghianati dirinya, Alessia hanya percaya bahwa cinta terjadi karena kebiasaan. Kebiasaan tertawa bersama, kebiasaan bertemu setiap hari, atau hal-hal semacam itu. Ia percaya bahwa sesuatu yang terjadi secara instan itu tidak baik—mie instan saja tidak baik.

“Bagaimana kalau kita pergi ke restoran tempat Zayn akan melamar kekasihnya—Perth?” tanya Harry setelah ia menghabiskan es krimnya.

Wajah Alessia berseri-seri. “Ide bagus!” serunya.

***

Harry dan Alessia telah sampai di restoran bernama Blue Jam—tempat dimana Zayn akan sah menjadi seorang tunangan. Namun ketika mereka hendak berjalan mendekati Zayn, sesuatu yang janggal terjadi: Zayn sedang bertengkar dengan kekasihnya, dan di samping kekasih Zayn terdapat seorang pria.

“LIHAT CINCIN INI!” Zayn memegang sebuah cincin sembari menahan tangisannya. “Aku berniat untuk melamarmu hari ini, Perth! Tapi kau mengacaukannya—ralat—kau dan pria brengsek itu! Kau mengacaukan seluruh rencana yang telah kubuat semalaman suntuk.”

Perth terdiam layaknya patung. Ia tak bisa berkata apa-apa lagi karena ia memang salah.

“Aku kira kau adalah perempuan yang tepat, namun ternyata aku salah,” ujar Zayn. “Kita putus—dan kuharap kau bahagia dengan pria itu.”

Zayn yang tak sadar bahwa Alessia dan Harry berada di dalam restoran Blue Jam, berjalan keluar restoran itu.

Alessia berkata kepada Harry, “Aku akan mengerjar Zayn dulu, Harry. Kalau kau ingin pulang, tidak apa-apa. Aku bisa pulang memakai taksi.”

“Baiklah.”

Mendengar jawaban dari Harry, Alessia langsung berjalan keluar restoran Blue Jam untuk mengikuti Zayn.

“Aku kira kau akan bunuh diri,” kata Alessia berbohong. Kutipan itu rupanya membuat Zayn tertawa kecil.

Zayn menghisap rokoknya. “Nyawaku terlalu berharga,” ucapnya.

Alessia yang terkejut setelah melihat Zayn menghisap benda keparat tersebut langsung berkata, “Apakah kau selalu seperti ini?”

“Seperti apa?”

Alessia menautkan alisnya. “Tidak usah pura-pura tidak tahu,” ujarnya, “maksudku, apakah kau selalu merokok setiap kali kau mendapatkan masalah?”

“Ya,” jawab Zayn, kemudian ia kembali menghisap rokoknya.

“Kakekku meninggal karena kanker paru-paru, dan kanker paru-paru itu disebabkan karena rokok,” jelas Alessia. “Jadi kuharap kau bisa berhenti merokok, Zayn. Bukan hanya untukmu, tetapi juga untuk keluargamu, atau untuk orang-orang yang berada di sekitarmu. Jangan egois, Zayn. Asap rokok juga berbahaya untuk orang-orang yang menghirupnya.”

Zayn berpikir sejenak sebelum berkata, “Sudah telat. Aku sudah kecanduan.”

“Tidak ada kata telat. Kau pasti bisa lepas dari benda tersebut jika kau berusaha. Jika kau mau, kau bisa.”

Zayn menginjak rokoknya. “Sejak kapan kau menjadi perempuan yang bijak?” tanya Zayn. Senyumnya mengembang dengan seketika.

Alessia mengedikkan bahunya seraya tertawa kecil. “Tidak tahu,” balasnya, “kata-kata itu keluar secara spontan. Tapi jika diingat-ingat, kata-kataku keren juga ya? Aku bisa menjadi seorang motivator yang hebat karena kemampuanku merangkai kata-kata.”

“Sudahlah, ayo kita pulang,” ajak Zayn.

“Kita?”

Zayn menautkan jari-jarinya kepada tangan Alessia. “Iya, kau dan aku. Terakhir kali aku mengecek, kita tinggal di apartemen yang sama bukan?”

Alessia tersenyum melihat perubahan sikap Zayn yang terjadi secara spontan. “Baiklah, ayo kita pulang!”

Setelah Alessia memasuki mobil milik Zayn, Zayn berkata, “Sebelum aku menginjak pedal gas ini—aku hanya ingin memberitahumu bahwa aku benar-benar mahir dalam mengemudikan mobil.” Ia menginjak gas dan sebuah mobil jaguar melaju dengan cepat.

“Zayn!” pekik Alessia, merasakan guncangan hebat. “Jangan menyetir ugal-ugalan seperti ini!”

Zayn tertawa kecil. “Aku kan sudah bilang bahwa aku sangat mahir dalam mengemudikan mobil. Kau diam saja, karena itulah tugas dari seorang penumpang.”

Alessia berpegangan erat pada jok mobil seraya berkata, “Apakah kau bercanda? Kemampuanmu mengemudikan mobil jauh dari kata mahir, Zayn Malik!”

“Diam, Alessia. Pakai seat bealtnya dan aku jamin kau akan sampai dengan selamat.” Zayn mengedipkan matanya, lalu kembali fokus ke jalan raya dan menyetir ugal-ugalan ala Zayn Malik.

***

TO BE CONTINUED!

A/N: Jangan lupa vote & commentnya ya :)

Heart of LocksWhere stories live. Discover now