[5] Jake Yang Sebenarnya

517 56 11
                                    

Ketika sampai di apartemen Steeped, Zayn memutuskan untuk menggendong Alessia menuju kamar milik kakaknya karena tidak tega membangunkannya.

Zayn menekan tombol bel pintu kamar Dave Lincoln dan menunggu pintu dibuka. Tak lama kemudian, seseorang membuka pintu kamar.

Betapa terkejutnya ia ketika melihat seorang Dave—pria yang selama ini terkenal kebaikannya di kampus—sekarang sedang menghisap sebatang marijuana yang tak lain adalah narkoba. “Dave?” tanya Zayn memastikan, “sejak kapan kau melakukan hal-hal ini?”

Dave tersenyum miring, memperlihatkan sisi buruknya yang selama ini tertutupi. “Kau tidak perlu tahu, Malik,” jawabnya. “Kembalikan adikku ke kamarnya, sekarang.”

Zayn melihat-lihat situasi di dalam apartemen Dave untuk sejenak—ada sekumpulan pria sedang bermain judi, meminum alkohol, merokok, dan bahkan ada yang sedang menggoda perempuan. Tidak, Alessia tidak aman di apartemen ini, batin Zayn.

“Aku tidak akan mengembalikan adikmu sebelum kau memberhentikan pesta konyolmu ini dan mengusir teman-teman barumu yang mempunyai etika sangat buruk,” kata Zayn.

“Kau pikir kau siapa memberiku perintah?” Dave menghisap marijuananya  kembali sebelum berkata, “Bukankah dulu kau selalu mengadakan pesta seperti ini dan bertingkah lebih buruk daripada aku yang sekarang?”

Zayn menghela napas. “Tapi setidaknya tidak akan ada yang kecewa jika aku melakukan hal-hal buruk—aku sudah tidak punya keluarga lagi,” ucap Zayn dengan suara yang sangat pelan agar Alessia tidak terbangun. “Ayolah, Lincoln—kau adalah pria yang sangat baik. Jangan sampai kau mengecewakan Alessia.”

Dave tertawa layaknya orang gila. “TAHU APA KAU TENTANG DIRIKU, MAKILIKOO?!”

Zayn menggeleng sabar lalu berkata, “Aku telah memperingatimu namun kau tidak mau menuruti keinginanku, jadi aku tidak akan mengembalikan adikmu sampai esok hari. Semoga besok kau telah sadar, Dave.”

Zayn berlari dengan susah payah karena sedang menggendong Alessia—dibelakangnya, Dave berusaha mengejar, tapi tentu saja ia tidak bisa; Dave tengah seperempat sadar.

***

Keesokan paginya, Alessia terbangun dengan kondisi sangat bingung. Ia tidak tahu dimana ia sekarang dan apa yang telah terjadi semalam. Ia hanya bisa mengingat samar-samar bahwa kemarin malam ada yang menggendongnya dan ada yang berteriak-teriak—namun ia tidak tahu siapa.

“Kau sudah bangun rupanya.” Zayn tersenyum di ambang pintu sambil melipat tangannya di dada.

“Dimana aku sekarang, Zayn?” tanya Alessia.

“Di apartemenku.”

Dengan seketika, mulut Alessia membentuk huruf O bulat. “APA?! BAGAIMANA BISA?” Ia berteriak sangat keras, sampai-sampai Zayn menutup telinganya.

Zayn terpaku. Ia tidak tahu harus berkata apa—Alessia tidak boleh tahu fakta yang sebenarnya, ia pasti akan sangat kecewa dan sedih jika mengetahui kakaknya telah berubah. “Aku…,” Zayn berhenti sejenak untuk mencari alasan yang tepat, “Aku… tidak ingat nomor apartemenmu, Alessia. Jadi aku membawamu ke apartemenku.”

“Lalu mengapa kau tidak membangunkanku? Dengan begitu aku tidak harus menginap di apartemenmu. Kalau begini, apa kata tetangga-tetangga?! Dan apa kata Dave?” Alessia menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. “Aduh, Zayn. Kau membuatku frustasi.”

“Sudahlah, Nona Lincoln yang cerewet. Lebih baik sekarang kau mandi dan menyisir rambutmu, kau terlihat seperti singa, tahu tidak?” ejek Zayn, mengalihkan pembicaraan.

Heart of LocksWhere stories live. Discover now