Bagian 10

636 46 1
                                    

Bagian 10

George masuk ke dalam kamar dan melihat Mary masih terbaring di tempat tidur dengan memeluk bocah. Kamar sangat hening, bersamaan dengan malam kembali datang dan tidak ada seseorang lainnya di dalam kamar selain Emma yang siap melayani kapanpun Milady membutuhkannya.  Bapa Simon dan Suster Ann sudah kembali pulang ke St. Peter beberapa jam yang lalu. Tapi kemudian ia menyadari sunyi yang melebihi biasanya. Suara hembusan nafas Alex yang mencoba bernafas, tak lagi terdengar. Ia langsung memeriksa Alex. Anak itu masih terlihat pucat tapi tak terlihat demam, dan sangat tenang. George meletakkan tangganya di kening dan terasa dingin. Ia menangkap gerakan kecil dan hembusan nafas yang sangat teratur tanpa terlihat rasa sakit di sana.

                Sesaat George terpaku, tapi kemudian menghembuskan nafas lega. Akhirnya demanya turun juga, dan dia kini bisa tertidur dengan normalnya, bernafas dengan mudah.

     “Terima kasih, Tuhan, terima kasih!

    “Emma, demamnya sudah turun,” ia setengah berbisik.

    “Benarkah?” Emma langsung mendekati bocah tersebut dan menyentuh keningnya. “Iya, Tuan, demamnya sudah turun!” ia harus bernafas lega. Ia melihat bocah itu tertidur dengan tenangnya di pelukan Milady, sangat mengingatkan dirinya akan seseorang, tapi entah mengapa dia sangat tidak keberatan.  “Milady telah membuatnya tetap bertahan.”

    “Iya, Emma,” George harus mengakuinya dengan tersenyum lega. Ia melihat keduanya, dan tidak ingin kehilangan lagi.

    “Emma…”

    “Ya, Tuan…?”

    “Kemarilah sebentar,” George mengajaknya keluar untuk berbicara….

Emma menahan nafasnya dengan terkagetkan akan apa yang baru saja Tuannya sampaikan,

    “Tuan, Tuan yakin ingin melakukannya?”

    “Ya, Emma.”

    “Tapi dia anak lelaki, Tuan, bukan anak perempuan.”

    “Saya tahu, tapi kita bisa menjadikannya.”

Emma menggigit bibirnya, tidak akan mengira Tuannya akan berpikiran seperti itu.

    “Ini untuknya, Emma, jelas sekali anak ini membangkitkan semangat hidup Mary.”

    “Tapi kita akan hidup dalam kebohongan, Tuan, dan orang sudah mengetahui Nona Adeline sudah meninggal.”

    “Saya tahu, tapi tidak semua orang, Emma, hanya keluarga kita. Saya sudah mempertimbangkan semuanya.”

    “Tapi Tuan, bagaimana dengan Tuan Muda Byron dan Tuan Muda Tristan?”

    “Aku yang akan berbicara dengan mereka, tapi aku yakin mereka akan menerimanya selama ini untuk Ibu mereka.”

Emma masih belum yakin dengan rencana ini. “Tapi tidak dengan Tuan Muda Tristan, Tuan…”

George harus mendesah, “Ya, aku tahu, Tristan…,” putra keduanya ini memang berbeda dengan si Sulung.

    “Akan kucoba. Tapi kumohon, Emma, kau mendukungnya?”

Emma melihat mata memohon Tuannya. Beliau tidak akan memohon seperti ini jika bukan untuk istri tercintanya.

    “Tentu, Tuan, dengan segenap hati.”

Beauty Love AdelineWhere stories live. Discover now