Purpose - 4

56.3K 7.3K 397
                                    

Wahai Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?" Maka beliau bersabda : "Semoga engkau selamat. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka, selain ucapan lidah mereka?" (HR. Tirmidzi)

Sudah kurang lebih dua bulan ini Shafa belajar mendalami agamanya sendiri. Seminggu dua kali dia ikut kajian bersama Khansa dan teman-teman barunya yang lain. Mereka mengikuti kajian yang diisi oleh Ustadz yang memang pemahaman islamnya sudah mendalam. Belum pernah selama ini Shafa ikut majelis dakwah dengan penjelasan yang begitu detail dan bisa diterimanya dengan mudah. Isi pelajaran yang disampaikan ustadz tersebut lugas dan memang berdasarkan dalil, yaitu Al-quran dan Hadits, yang memang merupakan petunjuk bagi umat islam.

Shafa ingat perkataan Khansa yang menjelaskan tentang pentingnya mendapatkan guru yang benar dalam mendalami islam, karena salah guru bisa fatal akibatnya.

"Cari guru yang apa yang keluar dari lisannya sesuai dengan hukum Allah, Al-quran dan hadits, karena itu petunjuk bagi kita, bukan hasil pemikiran sendiri. Nanti Kakak ajak ikut kajiannya, kalau kamu nggak sempet atau memang mau belajar waktu di rumah bisa buka di youtube kan, cari ustadz yang kita hadiri kajiannya ini, atau bisa juga ulama dari luar. Dari pada lihatin gosip selebriti?" canda Khansa waktu itu.

Shafa menuruti saran Khansa, sejak mulai mendalami islam, Shafa lebih merasa tenang, dia sekarang tidak pernah lagi meninggalkan salat wajib, walau memang belum bisa diawal waktu. Padahal dulu, Shafa salat seminggu dua kali, seperti puasa sunah senin dan kamis saja, itupun kalau ingat.

Untungnya Shafa berusaha untuk mengejar hidayah itu. Dia ingat perkataan Sabrina saat dia mau pulang ke Jakarta. "Hidayah itu dikejar, bukan ditungguin. Masa mau ngejer jodoh aja? Ngejer hidayahnya kapan?"

Mengingat itu Shafa jadi rindu dengan sepupunya itu. Dulu sebelum Azril menikah, Shafa pasti menyempatkan diri untuk menghubungi Azril, tapi sekarang dia lebih banyak berkomunikasi dengan Sabrina.

Shafa memutuskan untuk menghubungi Sabrina, dia sering merasakan kesepian tinggal sendiri di rumahnya ini. Itu juga alasan Shafa ingin lebih cepat menyelesaikan kuliahnya, setidaknya dia tidak harus tinggal di sini dan bisa kembali ke Palembang bersama keluarganya yang lain, walau sebenarnya ada perasaan mengganjal kalau dia bertemu dengan Azril.

"Assalamualaikum," sapa Sabrina.

"Waalaikumsalam, Sab."

"Duh, tumben nelepon duluan, Ayuk kangen?"

Shafa mengerucutkan bibirnya. "Sepi."

"Ih, giliran kesepian baru nelepon Sabrina. Gimana belajar kajiannya?"

"Asik, Kak Khansa orangnya baik, aku dapet temen baru, terus penjelasan ustadznya juga jelas banget."

"Alhamdulillah, Sabrina ikut seneng dengernya."

"Tapi Sab, ini kan aku tiap malem sebelum tidur dengerin kajian ya di youtube, tapi sering sedih deh bacain komentar di bawahnya."

"Kenapa, Yuk?"

"Ya ada yang baik-baik gitu komennya, tapi ada juga yang nyalahin ustadznya, terus saling debat gitu, sedih lihatnya. Pengin tutup aja kolom komentarnya, tapi aku kan suka penasaran."

"Komen kayak apa misalnya?"

"Ya, bilang kalau apa yang dikatakan ustadz itu salah, sudah nggak sejalan lagi dengan zaman sekarang. Padahalkan apa yang diucapkan ustadznya berdasarkan Al-quran dan hadits, terus ada yang nanggepin, debatlah mereka, ada yang bilang, 'makanya ngaji itu di masjid bukannya di sosmed atau di youtube' atau 'ilmu masih cetek aja bertingkah' rasanya geram banget, Sab."

The Purpose of Life (DI HAPUS UNTUK PROSES PENERBITAN)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora