5. His Smile

376K 11K 1.2K
                                    

Dasar cowo kurang ajaaaarrrr!!! Argh!!!

Mentang-mentang anak yang punya restoran dia berlaku seenak jidatnya. Gimana kalau dia anak presiden?? Hancur sudah negri ini karena kelakuan biadab dia. Aku memang bukan orang kaya, berpendidikan tinggi dan pintar tapi bukan berarti dia bisa memperlakukan aku seperti itu dong. Heloo, siapa lo siapa gue siapa kita?

Mending kalau dia cakep, boleh deh marah-marahin aku. Lha ini, mukanya aja ga jelas bentukannya. Sok kecakepan banget lagi. Aku tahu banget gimana dia godain teman-teman kerjaku yang lain. Iiiih, geli ngeliatnya aja, saat seperti itu aku malah bersyukur tidak dikaruniai wajah bak bidadari melainkan bak mandi. Jadi ga bakal dia rayu. Namun melihat gimana dia bikin teman-temanku ga nyaman tetap aja bikin kesel. Sok oke sok asik sok iye. Cuih. Najis tralala banget.

"Aeris" panggil Manager restoran sambil memasuki ruang loker karyawan. Lelaki paruh baya ini melihatiku dengan kasihan.

"Iya, Pak"

"Maafin saya ya. Saya ga bisa bantuin kamu" katanya dengan menyesal.

Aku pun tersenyum lebar melihat dia. "Santai aja, Pak. Saya ngerti kok" Ya, aku ga nyalahin dia kok. Dia pasti takut cecunguk satu itu memecat dirinya. Jadi aku maklum kalau dia ga bisa belain aku tadi. Dia pasti mikirin nasib dirinya dan keluarganya juga. Nyari kerja sekarang ga mudah.

"Tapi kamu jadinya ga bisa kerja lagi" katanya sambil menghela napas resah. "Padahal kamu karyawan yang sangat baik dan juga jujur. Banyak pelanggan suka kamu karena kamu selalu ramah."

"Duh, jangan dipuji gitu, Pak. Saya jadi melayang nih" kataku sambil terkekeh.

"Sayangnya kamu ceroboh"

"Dan saya pun kpleset dan jatuh kembali ke bumi" kataku dengan ekspresi datar "Niat muji ga sih Pak?"

Pak Manager pun tertawa melihat aku. Baguslah dia sudah tidak merasa menyesal lagi karena aku ga mau bikin dia merasa bersalah dengan berhentinya aku bekerja di sini. Karena kalaupun aku ga dipecat, aku tetap akan angkat kaki. Karena sudah tidak tahan lagi sama si anak Mama itu.

"Ini gaji dan bonus kamu" kata Pak Manager mengulurkan amplop putih yang cukup tebal kepadaku.

"Bonus? Bonus buat apa Pak? Bonus karena menjadi anak buah yang manis dan menggemaskan?"

Pak Manager lagi-lagi tertawa. Aku bakat jadi pelawak nih. "Anggap seperti itu"

"Makasih ya, Pak" kataku sambil mengambil amplop tersebut. "Kok tebal banget ya?" kataku sambil meremas-remas amplop di tangan. Karena penasaran, aku pun membukanya dan terbelalak melihat isi amplop yang sangat melebihi gajiku.

"Kenapa?"

"Ini ... bapak ngasih saya bonus apa zakat?? Kok banyak amat?"

"Itu hak kamu kok" katanya sambil tersenyum.

Aku masih memandangi uang di dalam amplop dengan kagum. "Baru kali ini gue liat duit sebanyak ini. Ajigileee. Ini uang semua kan ya? Bukan daun?"

"Aeris, kamu lagi-lagi berbicara dalam hati tapi dengan suara yang kencang" kata Pak Manager sambil menggeleng. "Hentikan kebiasaanmu itu. Jangan sampai kamu dapat masalah lagi"

"Hah? Loh, kedengaran ya Pak?" tanyaku dengan muka merona.

Aku itu punya kebiasaan antik. Sejak dulu kalau aku sedang merasa berbicara dalam hati, terkadang tanpa sadar aku akan menggumamkannya dengan kencang. Sehingga orang bisa mendengar apa yang sedang aku pikirkan dan itu membawa banyak masalah padaku. Karena tidak jarang aku jadi bertengkar dengan orang lain karena ketahuan sedang membicarakan keburukan mereka.

[4] My Lady [SUDAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now