13. Cinta Kasih Murni (TAMAT)

3.5K 66 7
                                    

TIBA-TIBA ia teringat dan ia loncat bangun lagi. Ah, bukankah nona itu tertarik dan kagum padanya karena pertempuran tadi?

Mungkin nona itu sangat kagum setelah ia mengusir ketiga musuhnya dan jatuh cinta. Tapi...... tabib itu? Lie Bun tersenyum pahit.

Tentu saja Swat Cu ingin sekali melihat ia menjadi tampan, jadi betapapun juga, gadis ini tidak menyukai mukanya yang buruk, dan yang disukai hanyalah kepandaiannya saja.

Tentu akan lain halnya kalau ia tidak berkepandaian tinggi. Ah........ dan ia menjadi kecewa. Tapi karena kepalanya masih terasa berat, ia lalu makan sedikit dan tidur lagi dengan nyenyaknya!

Pada keesokan harinya, ia mendengar lagi suara tabib yang lemah lembut itu, disusul suara Swat Cu yang lembut.

"Kau sungguh keras hati, nona. Kau kuat menunggu aku sampai semalam penuh membuat obat itu, sungguh mengagumkan!" tabib itu memuji.

Lie Bun terkejut, jadi tabib itu dengan Swat Cu telah sibuk semalam penuh dalam pembuatan obat untuk mukanya! Cepat Lie Bun bangun dan bereskan pakaiannya lalu ia membuka pintu kamarnya.

Ternyata tabib itu sedang duduk menghadapi secangkir teh dan di depannya duduk Swat Cu yang rambutnya agak kusut dan mukanya mengantuk. Dan di dekat cawan teh itu tampak sebuah bungkusan kecil.

Melihat Lie Bun telah bangun, Swat Cu berdiri dan menyambutnya dengan senyum.

"Lie-taihiap, enakkah tidurmu?"

Melihat sikap ini, Lie Bun merasa tidak enak kalau tidak menjawab, maka iapun berkata.

"Terima kasih atas segala kebaikanmu, pangcu. Sekarang perkenankanlah aku kembali ke hotelku dan maafkan bahwa selama ini aku telah mengganggumu."

"Eh, Lie-taihiap, nanti dulu. Silakan duduk dulu, taihiap."

Terpaksa Lie Bun duduk di atas sebuah bangku.

Tabib itu lalu berkata kepada Swat Cu. "Kau telah tahu cara menggunakannya, nona yakni kuulangi lagi. Masak dengan air semangkuk sampai airnya habis. Lalu campur dengan embun yang terkumpul di ujung daun-daun bambu sampai basah betul. Biarkan menempel di muka sampai satu hari satu malam lamanya, pasti akan berhasil dan sembuh!"

Setelah berkata demikian, tabib itu lalu berpamitan dan meninggalkan tempat itu sambil membawa sebuah bungkusan yang tampak berat, agaknya uang perak hadiah dari Swat Cu.

"Pangcu, sekarang terpaksa aku juga harus pamit," kata Lie Bun sambil berdiri.

"Tunggu sebentar, taihiap. Aku merasa sangat kagum dan berterima kasih kepadamu. Untuk menyatakan terima kasihku, maka sukalah kau terima pemberianku ini. Bukan barang berharga, melainkan semacam obat yang kau telah mendengar sendiri cara pemakaiannya tadi. Sesungguhnyaaku ingin sekali diberi kesempatan untuk mengobati mukamu, taihiap. Aku ingin sekali bahwa aku dan tanganku sendiri yang mengerjakan pengobatan itu, tapi........" gadis itu menundukkan mukanya dengan pipi kemerah-merahan.

Celaka, pikir Lie Bun. Dugaannya benar! Ia merasa tidak enak kalau menolak pemberian ini, karena ternyata betapa gadis ini dengan sabar menunggu tabib itu mengerjakan dan membuat obat ini sampai semalam penuh. Maka ia lalu berkata sambil tersenyum.

"Pangcu, kau benar-benar baik hati. Baiklah, pemberianmu kuterima dengan senang hati dan terima kasih. Tapi aku tidak berani mengganggumu dan membuatmu repot, pula akupun sebenarnya tidak ingin menjadi tampan. Tapi......" sambungnya ketika melihat betapa Swat Cu merasa terpukul dengan pernyataan ini. "Siapa tahu, mungkin sewaktu-waktu aku perlu dengan obat pemberianmu ini." Setelah berkata demikian, maka Lie Bun terima bungkusan obat yang telah diangsurkan oleh Swat Cu itu.

Pendekar Bermuka Buruk - ASKPHWhere stories live. Discover now