Chapter 5

484 35 11
                                    

"Aku hanya ingin berterima kasih padamu, dan ini caraku. Aku juga akan mengambalikan buku-buku mu itu saat kita bertemu besok."

Jika tempat ini tidak sedang memutar sebuah lagu yang cukup kencang untuk ukuran sebuah coffee shop, pasti semua orang yang ada di sini akan mendengar jeritan hati Lucas yang terlewat keras. Besok katanya? Sekarang hari selasa dan yang dia maksud dengan besok itu...

"Rabu jam 5 sore, aku tunggu di sini"

Ini lebih terdengar sebagai paksaan dan bukannya sebuah penawaran yang layak untuk dipertimbangkan. Kini Yeming masih menatap Yaowang dengan senyum kemenangan. Bagaimana tidak, Yaowang bisa saja menolak tawaran -maksudnya, paksaan- yang Yeming berikan dengan resiko yang sudah jelas adanya. Menyetujui tawaran Yeming tidak sepenuhnya sebuah kesalahan, hanya itu yang Yaowang yakini mungkin untuk saat ini.

"Aku harap kau tidak terlambat besok sore, karena aku benar-benar membutuhkan buku itu. Paham?" jawab Yaowang yang disambut senyum hangat dari bibir Yeming

*.............................................................*

Malam ini, Yaowang berencana untuk mengerjakan sebagian tugasnya yang kira-kira dapat ia selesaikan sebelum akhirnya Qing mengetuk pintu kamar dan membukanya sedikit.

"Aku boleh masuk?" tanya Qing dan dijawab dengan anggukan Yaowang

Yaowang memutar kursinya menghadap Qing yang kini duduk diranjang, menatapnya tulus. Selama beberapa saat mereka hanya diam tanpa satupun yang berbicara. Entah enggan atau mungkin bingung. Tak pernah sebelumnya mereka terdiam tanpa tahu harus berbuat apa sampai kejadian waktu itu benar-benar merubah keduanya, tidak hanya Qing tapi juga Yaowang. Obrolan yang biasanya tanpa akhir dengan topik yang selalu muncul dari berbagai sudut kini terhenti atau mungkin terpaksa berhenti karena sebuah ketidakcocokan.

"Aku ingin minta maaf padamu soal makan malam itu."

"Kenapa kau minta maaf padaku?" tanya Yaowang dengan nada yang sebisa mungkin ia atur agar tidak terdengar frustasi

"Aku salah dan aku mengakuinya. Aku minta maaf karena aku terlalu jatuh cinta dengan pekerjaanku dan akhirnya membuatmu merasa kesepian. Kau tahu kan seperti apa pekerjaanku, aku dituntut untuk sempurna dalam segala kondisi dan itu membuatku kehilangan waktuku denganmu. Aku sangat rindu padamu bahkan saat aku sedang ada di dalam ruang rapat. Tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa karena pekerjaan itu menuntutku..........

"Tidak ada orang yang sangat sibuk di dunia ini,,," kata Yaowang memotong. Matanya menatap dalam mata pria di depannya yang kini wajahnya berubah masam. "Tidak ada orang yang sangat sibuk di dunia ini, yang ada hanya pertanyaan \aku ada didaftar prioritasmu yang keberapa?\."

PRIORITAS. Satu kata yang sampai saat ini masih tabu bagi Yaowang. Ia butuh jawaban akan sebuah pertanyaan tentang prioritas. Di nomor berapakah Yaowang sekarang di mata Qing? Benarkah dirinya ada dideretan prioritas-prioritas yang Qing usahakan, atau tragisnya, Yaowang hanya seorang cameo. Dengan keberaniannya yang tersisa, Yaowang ingin memastikan apa jawaban dari semua pertanyaannya akan prioritas.

"Apa aku ada didaftar masa depanmu?" tanya Yaowang pada Qing yang dibalas dengan tatapan bingung.

#Yaowang POV#

Aku benar-benar ingin tahu tentang apa arti diriku baginya. Tentang adakah aku didaftar masa depannya. Aku pikir ini pertanyaan mudah yang akan ia jawab dengan mantap namun yang kudapat hanya sosoknya yang berubah lesu. Tatapannya tak setajam ketika ia menjelaskan betapa berat pekerjaannya, kini sorotnya memudar layaknya harapanku akan sebuah masa depan dengannya.

Aku menatapnya tak kalah lesu. Aku tahu ini berat baginya -dan tentu untukku- hingga "maaf" pun tak mampu ia utarakan. Aku sudah mendapatkan jawabannya, jawaban yang membuatku tak habis pikir namun juga tak bisa aku usahakan. Aku hanya menunggu waktu hingga akhirnya kami benar-benar saling meninggalkan. Mungkin tidak sekarang, tapi pasti.

StrangerWhere stories live. Discover now