Chapter 2

616 47 9
                                    

Lucas berdiri, menatap Qing yang kini telah kembali sibuk dengan handphonenya. Entah sejak kapan mukanya berubah merah, tapi kini ia merasakan matanya memanas dan ada air mata yang kuat kuat ia tahan.

"Aku pergi"

#Lucas POV#
Aku berhenti tepat di depan pintu keluar restoran, aku membalikkan badan berharap ada Qing di belakangku untuk mencegahku pergi tapi sayangnya itu hanya anganku. Tak kulihat bayangannya muncul dari balik ruangan yang kami pesan untuk makan tadi. Aku menatap ruangan itu dengan pilu, yang kurasakan kini hanya kekecewaan.

Sesampainya di rumah, aku memilih untuk langsung tidur. Tanpa berganti pakaian, aku langsung menjatuhkan tubuhku dikasur. Kutarik selimut hingga menutupi wajahku, berharap bisa melupakan kejadian hari ini dan terlelap tapi nyatanya otakku masih dengan lihai memutar puing puing memori yang membuat hatiku ngilu. Masih kupejamkan mataku rapat-rapat dan kuketuk-ketukkan kaki dikasur untuk membantuku cepat mengantuk tapi masih tidak berhasil. Akhirnya aku menyerah. Kubuka lagi selimutku dengan kesal, kupandangi setiap sudut kamar yang tak ada penerangan sama sekali. Ku balikkan tubuhku ke kiri, ada sisi kasur yang kosong. Yah, sisi dimana Qing selalu tidur menemaniku. Ku usap bantal disampingku, aku merindukannya. Tidak masuk akal memang, beberapa saat lalu kami berdebat dan aku masih merindukannya. Sepertinya rinduku lebih besar dari rasa kesalku pada pria yang sudah 4 tahun menjalin hubungan denganku ini.

#Lucas POV end#

Bar merupakan tempat terbaik bagi Qing untuk melepas penat, entah karena pekerjaan yang tak kunjung rampung hingga masalah kekasihnya yang sangat sering merajuk dan ini membuatnya kesal.

Ia mainkan ujung jarinya disetiap sudut gelas beer pesanannya. Qing kembali terbuai dalam lamunannya akan Lucas. Ia menyadari bahwa sebulan ini ia sangat sibuk dengan pekerjaannya hingga ia mulai sedikit... mmm tidak tidak, ia sangat mengabaikan Lucas.

Walaupun mereka tinggal bersama, tidak ada lagi waktu untuk mereka saling bertukar rindu. Lucas mencoba paham dengan segala kegiatan Qing diluar sana karena apa yang Qing usahakan sekarang pastilah untuk kebahagiaan mereka berdua. Lucas selalu terjaga hingga tengah malam untuk menunggu Qing pulang, membuatkannya satu cup mie instan dan menunggu kekasihnya itu selesai makan. Sama sekali tidak ada kalimat yang terucap dari mulut keduanya. Qing sudah lelah dengan pekerjaan nya dan Lucas hanya memandang kekasihnya dengan tatapan "dia sudah lelah, aku tidak mungkin menceritakan hari-hariku padanya sekarang", begitu selama satu bulan.

#Qing POV#

"Hari ini pasti ia sudah tidak tahan dengan sikapku, hingga ia marah dan meninggalkanku". kataku dalam hati

"Aku pun merasa bahwa aku sedikit keterlaluan, tapi aku harus bagaimana? Aku juga tidak bisa begitu saja meninggalkan pekerjaanku dan bersenang-senang dengan nya."

"Harusnya ia sedikit lebih bersabar, yang ku lakukan ini kan........"

Pyaaaarrrrr

Lamunanku terusik oleh suara yang sangat nyaring dibelakangku. Aku menengok ke belakang dan mendapati seorang pria dan wanita yang tengah berdiri berhadapan dengan posisi pria memunggungiku. Sepertinya mereka sedang bertengkar, aku melihat wanita itu menangis menatap si pria yang mematung. Wanita itu mengarahkan tangannya ke lantai dengan mata masih menatap si pria tanpa berkedip. Ia mengambil pecahan kaca dilantai, membuatku sadar bahwa suara nyaring yang membuyarkan lamunanku adalah suara gelas beer yang pecah. Wanita itu mengambil pecahan kaca ukuran besar dan ia arahkan dipergelangan kirinya. Sontak membuat semua yang melihatnya mundur sambil menutup mulut karena terkejut.

Wanita itu berteriak, mengancam bahwa dirinya akan bunuh diri. Aku bingung mengapa pria itu hanya diam saja seperti tidak ada niat untuk menghentikan aksi ekstrim wanita di depannya. Semua orangpun menatap pria itu dengan pandangan yang sama tapi ia tetap diam. Setelah suasana bar menjadi sepi karena tegang dan beberapa saat kemudian akhirnya pria itu angkat bicara.

"Silahkan saja kau bunuh diri jika itu memang yang kau inginkan, aku tidak akan melarang."

Aku tersenyum mendengar perkataannya. Mereka sama-sama gila, harusnya mereka tidak perlu berpisah karena keduanya sangat cocok.

Aku memutar tubuhku dan kembali menghadap meja, aku tersenyum. Kuminum beerku yang sedari tadi aku tinggalkan dan mengabaikan pasangan "gila" yang masih belum beranjak dari tempatnya.

Tak lama kemudian ku dengar beberapa langkah yang tergesa-gesa mencoba menerobos masuk dalam kerumunan. Aku masih setia dengan beer ku dan tidak ada keinginan untuk menoleh kebelakang. Aku sudah cukup lelah dengan dramaku sendiri hari ini, tidak perlu aku melihat drama lainnya.

Aku mendengar jika wanita itu meronta dan menolak untuk keluar. Sepertinya ia diseret keluar oleh beberapa orang yang aku yakini adalah security bar. Wanita itu terus meronta dan mengoceh hingga suaranya tak terdengar lagi.

Setelah wanita itu pergi suasana bar sudah mulai normal, beberapa orang yang ada dikerumunanan mulai mencari tempat mereka kembali. Beberapa OB juga sibuk membersihkan pecahan gelas yang ada dilantai. Semuanya kembali seperti seharusnya dan aku kembali meneguk beer ku yang tak banyak tersisa. Saat aku ingin beranjak pergi, ada pria yang sejenak menghalangi jalanku sampai akhirnya ia memilih kursi tepat disampingku. Kulihat sosok pria itu yang tengah memesan beberapa gelas beer dan seperti nya untuk dirinya sendiri. Kuamati dari atas hingga bawah, ia memakai topi putih dan jaket hitam yang sama dengan yang pria "gila" tadi kenakan. Oh ternyata memang dia.

Aku terus menatapnya tajam dan sepertinya ia tidak menyadari itu. Ada yang aneh dengan pria ini. Aku seperti pernah melihatnya ditempat lain. Kugali lagi memoriku sambil menatapnya dari samping.

"Yang Yeming?"......
.
.
.
.to be continued

StrangerWhere stories live. Discover now