Drama Tujuh

81.2K 3K 36
                                    

Aku memperhatikan motor Dennis yang bergerak semakin menjauh dari rumahku. Aku tersenyum tidak percaya mengingat apa yang dikatakan Dennis padaku tadi sore. Ah, mengingat apa tadi sore, aku jadi kembali merasa sedikit tidak enak dan mulai berpikir, bagaimana seharusnya besok aku bersikap pada Dennis saat bertemu di kampus?

Dengan pelan aku menaiki satu per satu undakan anak tangga yang ada di teras rumahku. Pikiranku penuh dengan Dennis. Tapi bukannya tadi Dennis mengatakan; sekarang yang harus aku lakukan adalah, bahagia dengan suamiku? Well, berarti aku tidak perlu pusing-pusing memikirkan bagaimana seharusnya aku bersikap pada Dennis nantinya.

Bibirku meretas senyum sinis saat otakku mengutip kata, bahagia dengan suamiku. Bahagia dengan suamiku? Yang benar saja. Arti bahagia untuk pernikahanku dengan Damar entah kenapa menjadi kabur, buram, tidak jelas atau apalah itu.

Aku tidak berani memikirkan kata bahagia bersamanya.

Aku menarik napas, menutup pintu rumahku dan berbalik, berjalan menuju tangga untuk ke kamarku. Sedikit koreksi, kamarku dan Damar.

Satu kakiku baru saja menginjak anak tangga pertama saat suara Damar mengintrupsi langkahku.

"Pacarmu?" tanya Damar. Aku masih belum berbalik menghadapnya yang tengah berdiri dinding dekat pintu. Aku tidak melihatnya di sana saat aku menutup pintu tadi, ya kan?

"Kamu ngintip?" aku berbalik, menatapnya dengan sebelah alisku yang menaik. Aku benar 'kan? Berarti tadi saat Dennis mengantarku pulang, ia mengintip.

"Hanya kebetulan melihat, aku baru saja keluar dari garasi tadi." sahut Damar.

Aku berdecih, ia pasti bohong. Memangnya aku tidak punya mata sampai tidak melihatnya baru keluar dari garasi tadi? Oke, aku memang sempat tidak melihatnya yang berada di dekat pintu. Tapi, kalau memang tadi ia baru saja keluar dari garasi dan berjalan memasuki rumah, aku yakin pasti melihatnya.

"Bohong. Aku gak ngeliat kamu keluar dari garasi tadi, kok." ucapku tenang, aku melipat kedua tanganku di depan dada.

Damar mengangkat bahunya santai, "Memang." ucapnya. Nah 'kan! Aku benar, ia berbohong. Ia memang mengintip tadi.

Damar berjalan mendekat padaku, dan entah kenapa aku refleks mengambil langkah mundur, seringaian di wajah Damar terlihat menjanjikan untuk suatu hal yang tidak menyenangkan.

"Jadi, di pacarmu?" Damar kembali pada pertanyaan awalnya, ia hanya tinggal dua langkah dariku. Dan aku, masih tetap mengambil langkah mundur, berdo'a agar aku tidak tergelincir karena meleset menginjak anak tangga.

"Kalau iya, apa peduli kamu? Toh kamu punya pacar pun aku gak masalah." jawabku berusaha tetap terdengar biasa.

Damar mendengus, ia memperhatikanku dari atas sampai bawah. Demi Tuhan! Aku benci di tatap dengan cara seperti itu!

"Ingat? Aku suami kamu."

"Ingat? Aku istri kamu." aku membalikan kata-kata Damar. Sesaat ia terkekeh pelan, menertawakan yang dapat ku pastikan samasekali tidak lucu.

Tubuhku berteriak penuh antisipasi saat Damar semakin mempersempit jarak antara kami, ia ikut menaiki anak tangga.

Sial! Aku memekik kencang saat kakiku meleset menginjak anak tangga di belakangku, membuatku terjatuh duduk, seharusnya mungkin aku berguling-guling sampai bawah kalau saja Damar tidak menahanku.

Tanganku gemetar, napasku turun naik dengan cepat. Bagaimana kalau tadi Damar gagal menahanku?

"Kamu... Istriku, ingat." bisik Damar tepat di telingaku. Ia membungkukan badannya, tubuhnya nyaris tanpa jarak dengan tubuhku, ia menumpukan kedua tangannya di belakang tubuhku.

Aku kehilangan orientasiku. Kami... Terlalu dekat. Nyaris tidak ada jarak.

=================================

Hai, hai, Dandelion is here. xD

Okeh, ini Drama Tujuh yang membikin gumoh. xD

Aku lagi puasa ngomong, jadi gak mau ngoceh panjang-panjang. Haha.

Aku cuma mau bilang, maaf kalau ini lagi-lagi mengecewakan para pembaca. :)

Kalau ikhlas, tolong vote dan komennya dicolek(?) yaaa. xD

Babay, sampe ketemu di Drama Delapan yang gak tau kapan lahir(?) xD

Salam sayang, penuh cintaH,

Dendelion. ^^ (kecup mesrah)

Karena Aku MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang