Bab 2

8.2K 802 26
                                    

Aku langsung berlari masuk ke dalam rumah ketika turun dari  taxi.

"Ayah!"

Ayah dan Kim Jongin menatapku. Aku menatap sekeliling, tidak hanya rumah dan halaman kami yang berantakan tapi ayah dan Jongin pun tampak berantakan setelah bertengkar dengan para rentenir.

Kim Jongin tersenyum lebar menatapku yang masih berdiri di depan pintu gerbang.

Aku mendapati kepala ayahku berdarah. Bergegas aku mengambil peralatan medis Sehun yang ada di rumahku dan menjahit kepala ayah.

Ayahku berteriak beberapa kali ketika aku menjahit kepalanya tanpa suntikan anti-kram sebelumnya. Selain memang persediaan di rumah habis, aku pun tidak berniat menggunakan obat injeksi itu pada ayah mengingat banyak alkohol yang sudah ayah minum—tercium jelas dari bau mulutnya. Percuma saja bila kusuntik sebelum menjahit luka di kepalanya.

"Hei nak, hati-hati."

Sebenarnya aku sedikit bergidik ngeri menjahit luka ayahku sendiri tidak peduli seberapa sering aku melakukan ini pada para pasienku, kali ini adalah ayahku sendiri.

Namun Jongin menguatkanku. Akhirnya aku selesai menjahit luka di kepala ayah. Untungnya luka terbukanya hanya pada lapisan kulit bagian atas saja sehingga mudah untuk kujahit.

"Sujeong-ah, pelan-pelan saja. Kepala ayah bukan kepala banteng," ucapnya sambil meringis kesakitan.

Aku memukul lengannya. "Ayah kalau kau begini lagi, aku tidak akan kembali ke rumah ini." Ancamku sambil membereskan kembali peralatan medis, sambil menahan tangis di depannya. 

Semenjak ibu meninggalkan kami, ayah menghabiskan hidupnya dengan alkohol dan judi. Dia pun dipecat dari pekerjaannya sebagai manager hotel.  Sekarang hanya aku tumpuan hidupnya.

"Han Sujeong ... kau sudah besar sekarang dan akan menikah dengan dokter terkenal jadi sudah gampang mengatakan kau tidak akan kembali lagi ke rumah ini ya," ayah berdehem kecil. "Aku tahu aku bukan ayah yang baik untukmu. Kalau kau mau pergi, pergi saja. Jangan pedulikan ayah tuamu ini."

"Benar. Aku bosan. Aku lelah," aku menatap ayah dan tak kuasa menahan emosiku. "Kau ayah yang buruk!"

Aku langsung berdiri dan berjalan keluar dari rumah.

"Sujeong-ah!" Seru Jongin yang ikut berlari menyusulku.

***

"Yak ... Han Sujeong!"

Kim Jongin berlari kencang mendapatiku dan merengkuh tubuhku berbalik menatapnya.

"Kau mau kemana malam-malam begini?"

"Aku mau kembali bekerja."

"Kau gila!" Jongin menatapku heran, "Lihat wajahmu sudah sangat kelelahan."

"Aku tidak peduli."

"Baiklah," Jongin melepas kedua tangannya dari lenganku. "Kalau kau tidak mendengarku, sebaiknya Sehun saja yang mengatakannya langsung padamu."

"Baiklah," selaku. "Aku akan mendengarmu."

Kim Jongin tersenyum. Dia adalah sahabatku dan sahabat Sehun. Kami berteman sejak duduk di bangku sekolah menengah atas.

Kim Jongin bukan anak dari keluarga sederhana seperti aku dan Sehun. Dia adalah salah satu cucu pemilik Daesang Grup, yang sukses di banyak bidang usaha dan salah satunya adalah Daesang Hospital tempat aku dan Sehun bekerja. Kami bisa berhasil meraih impian kami juga tidak luput dari bantuannya. Kami berutung budi padanya, terlebih aku karena sejak dulu Jongin selalu membantuku terkait keuangan.

Ain't Creeping in Your Heart? [REMAKE]Where stories live. Discover now