Bagian 11

403 33 8
                                    

   "Maaf aku tidak bisa menjemputmu, Ara. Aku masih dalam perjalan pulang setelah menemui Tuan-R. Kamu bisa naik Lin atau menumpang temanmu. – Papa Fahri."

    Aku menghela nafas panjang saat membaca pesan dari Fahri di ponselku. Yang membuatku gusar adalah, Fahri mengirimiku pesan itu saat aku sudah menunggu sekitar empat puluh lima menit di gerbang sekolah! Lin kuning sudah tidak dalam peredarannya dan sebagian teman-temanku sudah pulang. Hanya tinggal mereka yang menunggu untuk dijemput, sepertiku. Tapi kenyataannya, tak ada yang menjemputku.

   Dengan terpaksa aku mencari-cari nomor taksi yang bisa kuhubungi. "Ah. Ini dia!" seruku pelan karena masih ada harapan.

    Tut... tut.... Nada sambung telepon mulai terdengar.

    Tut... tut.... Kenapa tidak ada yang mengangkat?

    Tut... tut....

      "HALO!!" Suara teriakan yang sangat keras itu membuatku menjatuhkan ponsel. Jatuh dan terpisah menjadi tiga bagian. Front, back and battery.

    Suara itu terdengar bukan dari ponselku, melainkan dari belakangku. Benar saja, saat aku menoleh sudah ada Raka yang cekikikan puas di atas motornya. Hell.

    "Itu sangat lucu, missy!" pekiknya sambil tetap tertawa terbahak-bahak.

   Karena merasa tidak akan ada ujungnya jika aku melawan, aku berbalik dan melenggang pergi mengabaikannya. Berjalan kaki menjauh dengan cepat, menuju rumah.

   "Hei, mau kemana kamu?" tanyanya sambil mengikutiku dengan motornya yang melaju pelan. Sesekali ia menahan motornya yang hampir jatuh karena melaju terlalu lambat dengan kakinya.

   "Pulang." Jawabku singkat agar ia tidak bertanya hal-hal aneh lagi. Bahkan sedikitpun aku tidak menoleh.

   "Pulang? Really?" Well, ternyata tidak berpengaruh.

   Aku tidak menjawabnya, namun semakin menambah kecepatan dan interval langkahku.

   "Dengan jarak rumahmu yang sekitar lima kilo meter dari sini?" tanyanya dengan nada menggoda.

   Ya, aku bahkan pernah bersumpah pada diriku sendiri bahwa aku akan jauh lebih memilih berjalan kaki sepuluh kilo meter daripada menumpang dengan.... seekor Raka.

   Ok. Stop Ara. Be realistic. Bukankah kamu akan lebih menghemat energimu jika bisa menumpang?

   "No way, miss Robot. Dengan jarak sejauh itu, bisa jadi kamu akan sampai di rumahmu. Tapi lima menit kemudian fajar menyingsing dan kamu harus berangkat sekolah lagi. Nah lho?"

   Sangat melebih-lebihkan. Tapi benar juga. Tidak! Tidak benar!

   "Bukannya apasih, cuma mau bilang aja kalau di boncengan motor Medio Arraka masih kosong," ucap Raka dengan nada menggoda. Ia tak henti-hentinya berbicara

   "Yakin nggak mau ikut?"

   "Nanti kasihan loh, kaki-kaki tuan puteriku jadi letih."

   "Ayo, missy. Anggap saja sebagai hadiah tambahanmu,"

   "Ayo sini, naik sama om."

   Oke, yang ini menjijikkan!

   "Missy, aku akan terus mengikutimu kalau begitu,"

   Raka terus berceloteh mengatakan kalimat-kalimat yang tidak penting. Telingaku terasa panas karena suaranya menusuk-nusuk gendang telingaku dan terus masuk hingga melukai kokleaku.

LATENTWhere stories live. Discover now