Keberanian...

25.2K 750 26
                                    

# INDAH POV

“Kan udah aku bilang mendingan kamu ngomong aja yang sejujurnya sama dia.” Aku bicara serius pada sahabat terbaikku satu – satunya, siapa lagi kalau bukan Bizar Razka Winata, pria tampan keturunan Palembang, China, dan Arab di hadapanku ini tidak pernah sekalipun dalam hidupnya menggunakan sedikit keberaniannya untuk dirinya sendiri. Keberanian yang selama ini ia miliki justru sibuk ia gunakan di arena pertandingan karate. Keberanian yang sesungguhnya ia miliki justru ia pendam hingga padam dan membuatnya tak bernyali di hadapan lawan jenis. Kesimpulannya adalah ia takut kecewa.

                “Bukannya nggak mau jujur, dia pasti bakal bilang aku aneh kalau tiba – tiba aku nembak dia setelah tiga tahun kami bahkan nggak saling negor,” sahut Bizar membela diri. Selalu alasan itu yang dia pakai, Basi!

                “Terserah kamu aja, aku cuma kasih saran. Dan selagi alasan kamu itu terus, aku akan tetep kasih saran yang sama. Aku duluan ya, ada janji sama Miko soalnya.” Ia menatapku dengan dahi berkerut, kali ini apa lagi Zar??

                “Miko?” tanyanya, mungkin sekedar untuk meyakinkan telinganya yang mulai agak terganggu. Aku mengangguk santai sambil membereskan buku dan notebook yang bertebaran di meja kafe dimana siang ini kami janjian.

                “Kamu serius sama Miko?” tanyanya dengan nada penuh kekhawatiran. Dia selalu protektif kalau menyangkut dengan siapa aku berhubungan, ehm... sebenarnya dia cuma takut aku terluka. Lagi.

                “Jalanin aja dulu, kalau kedepannya baik ya kenapa nggak,” sahutku santai. Kulihat dia tersenyum miris mendengar jawabanku.

                “Aku duluan ya… Assalamualaikum,” pamitku sambil menepuk bahunya.

                “Walaikumsalam,” sahut Bizar yang samar-samar masih bisa kudengar.

                                                                                ****

# BIZAR POV

Indah Syifa Zahrani. Sahabat baikku itu selalu seperti itu, pikirannya selalu positif dan stok maafnya benar–benar melimpah. Siang ini kami sibuk berdiskusi mengenai bisnis clothing yang kami jalani hampir 2 tahun terakhir, tapi seperti biasa di akhir diskusi selalu kusempatkan curhat padanya. Selain karena dia sahabatku, dia adalah penasehat yang baik. Sebenarnya wajar sih karena dia anak psikologi dengan background keluarga dokter dan psikolog.

                ‘TING’

                Suara notifikasi yang berasal dari handphoneku menyadarkanku. Ada 1 update yang masuk ke dalam aplikasi chatting-ku.

                DISHA UPDATE STATUS:

-          Hujannya gede banget, mana nggak ada yang jemput, gimana pulangnya nih? -

                Disha? Nggak ada yang jemput? Aku terpaku dengan tangan gemetar bukan main. Mungkinkah ini kesempatanku untuk menguji keberanianku? Ya… tidak ada salahnya untuk dicoba. Kusambar tas dan kunci motorku.

                Disha… tunggu aku...

                                                                                      ****

# INDAH POV

Brengsek!! Cuma itu 1 kata yang menggambarkan Si Miko, Playboy cap Curut itu benar – benar menghabiskan kesabaranku.  Ini ketiga kalinya aku melihat dia bersama Farah, dan aku bersumpah ini adalah terakhir kali aku bersabar padanya.

Box Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang