Elang Memeluk Senja - Part III ( END )

8.3K 588 28
                                    

“Senja? Kamu tahu kenapa aku selalu suka memanggil namamu?”

“Karena nama aku unik?”

Bukan sayang, tapi karena memanggil namamu seakan mengingatkanku kalau kamu adalah Senjaku, tempat perhentianku.”

“Dan kamu tahu kenapa aku suka nama kamu?”

“Nggak.”

“Karena kamu dan namamu seolah hidup untuk melindungiku, kamu mendekapku seakan tak membiarkan dunia luar menyentuhku, Elang memeluk Senja.. karena dia tahu dimana harus berhenti dan saling melindungi.”

“Dimana?”

“Disini, dihatiku, dihatimu dan tak akan berubah sampai kapan pun.”

“Aku berharap bintang jatuh lagi malam ini.”

****

“Miss Senja? Ada yang tidak beres dengan wajah saya?” pertanyaan Elang membuyarkan lamunan yang mendadak mampir tanpa permisi di pikiranku.

“Oh Maaf… sampai dimana kita pak?” tanyaku mencoba kembali pada topik pembahasan kami hari ini. Tiba-tiba saja pagi ini supir Elang menjemputku dikantor dengan asalan ada yang ingin disampaikan oleh Sang pemilik perusahaan. Tanpa bawahan yang menemani aku pun menerima undangan tersebut. mungkin ini salah satu cara agar aku bisa bicara berdua saja dengan Elang. Agar aku bisa segera move on darinya.

“Sampai warna yang akan menjadi trend tahun ini.” jawab Elang menunjuk kertas yang berisi detail warna yang tadi kubawa dari kantor.

“Warna-warna cerah akan mendominasi tahun ini, tapi saran saya jangan meninggalkan warna-warna seperti hitam, merah dan biru yang selalu jadi warna andalan.” Penjelasanku berbuah senyum dari Elang. Pria itu tiba-tiba saja menyingkirkan dokumennya dan duduk dengan tubuh bersandar nyaman pada bantalan sofa.

 “Apa saya mengingatkanmu pada seseorang?”

Aku terdiam cukup lama saat Elang justru membahas masalah pribadiku bukan projek yang akan kami jalankan. Pertanyaan yang Elang lontarkan bukan hanya membuatku senang tapi disisi lain ada pertanyaan-pertanyaan lain yang mengusikku. Apa ini akhir dari penantianku? Apa sudah saatnya aku membicarakan semuanya padanya.

“Ya.” Jawabku dengan susah payah. Mata Elang berkilat senang saat mendengar jawabanku. Ia bahkan merubah posisi duduknya dengan menopang dagu dengan tangan kanannya.

“Siapa? Apa salah satu mantan pacarmu?”

Aku mengangguk dengan wajah tenang,” Satu-satunya mantan saya.” Jawabku melengkapi. Elang mendadak tersenyum bahkan tubuhnya kian condong ke arahku membuatku mematung di tempat.

“Apa kami begitu mirip?”

“Ya.”

“Semirip apa?”

“Semuanya yang ada pada anda mengingatkan saya padanya.” Jelasku. Entah sejak kapan tapi mataku dan Elang kini saling terpaut. Aku dengan tatapan penuh rindu sedangkan dia dengan tatapan yang sulit kubaca.

“Benarkah?”

Aku mengangguk,” Semuanya, bahkan nama anda pun sama.”

Senyum di bibir Elang hilang seketika. Ekspresinya mendadak kosong membuatku bertanya-tanya.

“Pak? Anda baik-baik saja?” tanyaku yang akhirnya menyadarkan pria itu. Elang tersenyum tipis.

“Sepertinya diskusi kita hari ini sudah selesai.”

“Baiklah. Saya permisi.” Aku pun membereskan dokumen-dokumen dan beranjak meninggalkan ruangan Elang. Walau di dalam hatiku meminta agar aku tetap tinggal dan mengatakan semuanya pada pria itu. tapi ada rasa enggan yang membuatku memilih untuk meninggalkan Elang yang kuyakin sedang sibuk dengan pikirannya sendiri.

Box Of LoveWhere stories live. Discover now