Part 9 - Sweet, Colorfull, Joyful Flavor Ice Cream

2.5K 93 32
                                    

July 13th, 2014

Cuaca terlihat begitu menyenangkan di langit London. Hiruk pikuk jalanan juga begitu terlihat stabil. Nyanyian alam masih saling bersahutan. Keindahan hidup makin terasa, merambat ke seluruh permukaan bumi yang kutapak. Sesuatu yang membuatku begitu senang, kini Eleanor telah dinyatakan 'bebas' dari genjatan rumah sakit. Pemikirannya terhadap rumah sakit sangat sama denganku; kami begitu membencinya.

Dokter berkata, sebuah keajaiban yang hebat bahwa Eleanor bisa menyelamatkan dirinya. Seluruh dokter yang bekerja keras merawat Eleanor sebelumnya sudah kehabisan pikiran dan harapan; mereka tidak lagi tau akan berbuat apa selain menyerahkannya pada Tuhan. Harapan adalah harapan. Cinta adalah dasar dari segalanya. Bahagia adalah mimpi yang ingin dituju. Masa depan jangan diacuhkan, masa lalu pun jangan dilempar begitu saja. Hidup itu rumit, pada suatu titik tertentu, sebuah pintu menuju jalan kemudahan akan tebuka menghadangmu dari kesusahan. Percaya, sebuah pertemuan itu selalu berakhir dengan kepergian, yang kemudian lagi mendatangkan pertemuan. Sebuah rantai kuat mengikat manusia, dengan apa yang ada pada bumi ini, memutarnya pada roda kehidupan, takkan mungkin melepasnya.

July 14th, 2014

"Tidak, Zayn! Tidak, tidak!" Keributan kembali terjadi di dalam rumah milikku pribadi. Bersama Zayn, bagian dari keluarga kecil yang baru saja kami bangun.

"Lantas? Bagaimana cara melakukannya? Kamu berteriak begitu banyak, bisakah kita melakukannya dengan tenang? Konsentrasi katamu? Nikmati tiap gerakan yang kita buat? Dengan teriakanmu? Oh, ayolah!" Ocehnya tanpa henti. Membuat telingaku pengang dan lelah akan perkataannya. Dasar tukang penggerutu.

"Haruskah aku mengajarimu cara memotong timun?" Seruku kesal. Kurampas pisau ditangannya dan menodongkannya di wajah Zayn. "Aku termasuk handal dalam menggunakan ini, mau coba?" Aku menggertak.

"Nah," ia menggeleng. "Ingat apa yang terjadi, ketika kamu mencoba bunuh diri lagi ketika di rumah sakit? Menurutmu, lemparanku ketika itu bagus atau tidak?" Katanya. Tangannya kemudian beringsut merebut pisau di tanganku. Ia mendorong tubuhku dan menyudutkanku di meja dapur. Punggungku cukup terantuk keras sisi meja, ngilu. Bahkan mataku sempat berair gara-gara menahan sakitnya.

Dalam situasi itu, aku terlihat seperti seekor mangsa, kelinci yang akan diterkam oleh singa buas. "Uh, ingin menerkamku, hah?"

"Ya." Zayn meletakkan pisau di atas meja kemudian melandaskan kedua telapak tangannya di atas bahuku. "Rawr." Desahnya menirukan suara auman singa, lebih terdengar seperti auman bayi singa.

"Ayolah, kau tak akan memangsa anak kelinci yang manis ini bukan?" Ucapku melirih. Yah, kurasa permainan ini cukup menyenangkan.

Zayn melesat maju ke hadapanku, wajahnya kini benar-benar di hadapanku. "Of course I will. I'm hungry ya know?" Ia membuka mulutnya. "Rawr."

Deg. Tiba-tiba jantungku seakan berpacu melawan angin. Rasa yang begitu menyesakkan di dada. Apa ini? Takut? Hanya dengan ancaman seorang bayi singa? Yang benar saja.

"Be-benarkah itu, M-Mr. Lion? Ergh." Entah mengapa pun aku jadi tergagap.

Zayn pun kemudian menelak ludahnya dan memundurkan tubuhnya. "Tidak. Tuan Singa sedang berbaik hati." Ia kemudian menyembunyikan salah satu tangannya di kantung celana. Sementara yang satunya hanya mengelus tengkuknya.

"Erm, Emilia... Halo."

"Ele! Ada apa?" Sahutku senang. Karena seharusnya Eleanor tidak diperbolehkan untuk banyak bergerak selama satu minggu ke depan. Hanya untuk memulihkan kembali kondisi tubuhnya.

Yellow Sunrise [One Direction FanFic] - IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang