Part 8 - Our Revival

1.7K 52 2
                                    

June 24th, 2014

Telah kulalui satu bulan hanya dengan Zayn. Aku hidup dalam keadaan yang sulit karena sama sekali tidak dapat lagi membaur dengan orang-orang di luar. Aktivitasku setiap pulang sekolah hanya berpadu kasih dengan perabot memasak di dapurku, lalu lekas kupergi menyusul Zayn di tempat kerjanya juga untuk menyampaikan bekal makan yang telah kubuat. Katanya lumayan untuk menghemat pengeluaran. Yah, itu semua. Tidak ada yang dapat kulakukan semenjak Louis mendekap di rumah sakit, masih terbelenggu dalam kemurungannya yang susah untuk terbebaskan. Biasanya malam Jum'at aku menjenguk Louis dan menginap sampai Hari Sabtu, berharap agar keberadaanku dianggap sebagai penyemangatnya. Aku merasa kian hari senyumnya mulai dapat terkembang dengan berkurangnya pilu yang menderu. Tawa pun lambat laun dapat kembali terdengar dengan keceriaan minimal yang kurindukan dari sosok kakak lelakiku satu-satunya.

Hari ini adalah hari di mana kebahagiaan kembali memenuhi diriku hingga ujung ubun-ubun. Louis dinyatakan boleh keluar dari rumah sakit asal kata ia tidak boleh terlalu banyak beraktivitas. Lagipula aktivitas apa yang dapat dikerjakannya dengan tangan tergantung kain dan terperangkap gips? Tetapi tetap kujaga pandangan terhadapnya, karena mungkin saja sewaktu-waktu ia dapat melakukan hal-hal iseng, seperti Louis yang kutau. Setidaknya kecerian kembali mewarnai harinya, hari kami.

Semenjak itu, Louis memilih untuk tinggal di rumahku. Keuangannya sedikit mengkritis sejak tangannya tak dulu dapat menari di atas tut piano. Bisa saja ia mengandalkan suara merdunya, namun pikirannya selalu mengarah pada "seorang penyanyi dengan gips, ia terlihat seperti banci yang gagal menendang bola dengan tangannya." Memang tidak masuk akal, tetapi selalu saja berhasil mebuatku tertawa. Di hati yang terdalam, aku memang selalu terhibur dengan kelakuannya yang konyol.

Hari ini pula aku memutuskan untuk hidup 'sedikit' mandiri; aku akan bekerja di toko bunga Zayn dan tentu menerima gaji, namun tetap menerima uang bulanan dari ibuku. Louis berjanji jika ia bisa, ia akan menemaniku bekerja. Berita bagusnya, kini pemain triangle terhebat dan pemain piano profesional telah bersahabat. Setiap bertemu, mereka selalu bertingkah bagai saudara kandung dan bahkan hampir melupakan keberadaanku.

Kami bertiga telah hidup bagai keluarga. Kami memiliki penderitaan yang sama. Kami memiliki semangat yang sama. Luka, tangis, pedih, kesal, amarah, dan rindu yang selalu teriring dalam langkah kami, terus melaju tanpa mau terus-terusan menatap ke belakang. Semua itu kami hadapi bersama. Zayn kemudian mengusulkan untuk mencurahkan apa yang kami pikirkan dan rasakan pada buku diari yang kami lihat di sebuah toko buku, di mall milik ayah Zayn. Louis dan aku setuju. Kami membelinya. Ketiganya bergambar tiga gembok yang terkalung sebagai liontin, warnanya perak menunjukkan kilauan cantik di balik keangkuhannya. Masing-masing dari kami memiliki warna yang berbeda, Louis dengan warna merah, aku memegang buku berwarna ungu muda, dan Zayn mempunyai yang berwarna biru.

July 6th, 2014

Pagi ini aku bangun dengan segar seperti Hari Minggu sebelumnya. Lebih segar tanpa mimpi yang biasanya datang menghampiriku, mengingatkan agar tak kulupakan masa lalu yang telah mendorongku untuk mencari keluarga baru dan kebahagiaan lainnya. Ini minggu pertama pada bulan Juli, yang berarti adalah hari di mana aku harus menjenguk Ele seperti biasanya--setiap minggu pertama dan ketiga kami menjadwalkan untuk menjenguk Ele. Dengan senyum yang terlukis dengan harapan, aku bangkit dari tempat tidurku dan berlalu ke kamar mandi.

Tubuhku telah kering dan terasa semakin segar. Kimono ungu yang kukenakan setelah mandi masih terasa terlalu nyaman untuk dilepaskan. Tetapi aku harus segera mengganti pakaian sebelum Zayn menjemputku. Kubuka lemariku dan menelaah satu per satu baju yang kupunya. Kusambar satu baju bertali bahu warna biruku, modelnya simple tapi tetap modis. Dengan bahan kain yang sedikit tipis namun tidak transparan, panjangnya hanya sepinggul dengan tali pita menempel di bagian baju sebelah kiri. Kupadukan dengan celana pendek berwarna krem dengan tergulung sedikit di ujungnya. Kubiarkan rambutku jatuh terurai dengan sentuhan gelombang hitam, poniku kubiarkan menutupi sebagian wajahku dengan belahan ke kiri. Tak perlu membawa tas, karena aku kurang begitu menyukainya.

Yellow Sunrise [One Direction FanFic] - IndonesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang