04 // Terbongkar

122 21 1
                                    

Saat ini Anda membaca FRIENDS WITH DRAMA VERSI 2.

PLEASE, VOTE BEFORE READ.

=====

=Ariesta POV=

Sesekali Ariesta menarik dan mengehmbuskan napasnya di setiap awal kalimat. Dia tengah menceritakan kejadian pilu dan senang yang terjadi di hari yang sama dua hari yang lalu pada teman sebangkunya.

“Sumpah, ya, Ar, gue kalo jadi lo bakal patah hati sepatah-patahnya balok kayu,” tanggapnya setelah Ariesta selesai bercerita.

“Sepatah-patahnya balok kayu?” Ariesta mengernyitkan alis, bingung.

Arina, teman sebangkunya, sama bingungnya dengan Ariesta untuk menjelaskan maksud dari perkatannya. “Ya… pokoknya gitu lah, nyesek-nyesek sakit gitu.”

Ariesta mengangguk-ngangguk saja alibi malas membahas ketidakjelasan temannya itu. Kemudian dia beralih memikirkan kesenangan setelah masa pilu itu. Orang yang menciptakan kesenangan itu tak lain adalah Librio atau Cancero kedua atau teman sekelasnya atau kini menjadi sahabatnya.

“Oh iya,” seru Ariesta setelah jusnya terteguk sempurna.  “Waktu gue nangis di mobil…” suaranya perlahan mengecil, “Librio meluk gue, terus gue nggak nolak.”

“Hah?! Demi apa lo?!” pekik Arina terkejut bak toak.

Seketika seluruh aktifitas penghuni kantin terhenti dan memandang tidak suka pada mereka berdua.

Tangan Ariesta mengepal, ingin sekali menabok bibir Arina yang mengalahkan toak tukang tahu bulat. Sedangkan Arina terbengong-bengong dan perlahan pipinya memerah malu.

“Hehehe,” kekeh Arina pada penghuni kantin. “Maaf, reflek. Lanjutkan-lanjutkan,” katanya sambil mengibas-ngibas tangan sebagai isyarat agar kembali ke aktifitas semula.

Bola mata Ariesta memutar disambung dengusan kasar. “Mulut lo itu loh, nggak bisa dikecilin volumenya.”

“Hehe, sorry. Oke, go on,” pinta Arina untuk melanjutkan.

“Kita hampir satu jam di mobil. Terus dia ngajak gue maen basket dengan harapan bisa ngelupain kejadian itu sementara waktu, dan berhasil, gue lupa sampe pagi ini terus gue baru inget lagi waktu mau cerita ke lu.”

“Wow…” ucap Arina takjub. “Dia hebat juga bisa bikin lo bangkit setelah jatuh dalam beberapa waktu.”

“Iya sih, tapi gue ragu dengan perkataannya kalo yang dia lakukan itu tulus tanpa paksaan alias tulus karena dia nggak bisa ngeliat cewek nangis gara-gara cowok.”

Hmm, gitu,” Arina mengangguk paham. “Terus gimana?”

Ariesta bingung, “Gimana apanya?”

“Lo suka dibuat senang sama dia?” tanya Arina.

Ariesta berpikir, Kalo perlakuan dia ke gue bener-bener tulus sih gue nggak bakal cuma sekedar suka sama perlakuan doang tapi sama orangnya juga. Ah, tapi gengsi lah, baru aja dipatahin hatinya sama mantan eh masa udah langsung suka lagi sama temen.

“Seneng sih iya, tapi nggak ampe suka. Gitu-gitu walau gue abis dibikin patah hati tapi rasa gue sama Leon nggak bakal ilang begitu aja, butuh waktu lama buat move on dan kembali suka sama cowok,” belanya. “Lagian juga, kalo bener terjadi kita nggak bakal bisa bersatu dengan mudah, karena kakak gue ngelarang gue pacaran sama yang beda keyakinan.”

“Kenapa dilarang?”

Ariesta menaikkan kedua bahunya, “Kagak tau.”

“Jadi lo bisa percaya sama Librio kalo dia bener-bener tulus, no bullshit?”

Never Forgotten [Telah Dibukukan]Where stories live. Discover now