02 // Kembali

210 32 3
                                    

Saat ini Anda membaca FRIENDS WITH DRAMA VERSI 2.

PLEASE, VOTE BEFORE READ.

=====

=Ariesta POV=

Rasa panas di hidung dan kaki membangunkannya. Sinar yang silau tidak mencegahnya untuk sadar. Perlahan dia membuka mata dan mendapati seorang wanita tengah menatapnya.

Tangannya menggapai kepala dan menutupi mata. Dia gugup, pertama kalinya dia sadar setelah pingsan lalu disaksikan oleh seseorang yang belum dia kenal, walau hanya seorang.

“Kepala kamu sakit?” tanya wanita itu sambil duduk menegak.

Ariesta menggeleng, dengan alasan, “Silau.”

Wanita itu bernama Neola Nandia, petugas UKS sekaligus wali kelas Cancero. Dia membuatkan Ariesta teh hangat dan meminta Ariesta untuk duduk.

“Kamu duduk dulu, minum teh angetnya,” pintanya seraya menaruh telapak tangan di pipi Ariesta yang panas.

Ariesta menurutinya dan duduk bersandar pada bantal yang disusun wanita itu. Bu Neola menaruh teh hangat itu di tangan Ariesta.
“Kamu adiknya Cancero, ya?” tanya Bu Neola.

Ariesta meneguk tehnya lalu mengangguk. “Kok Ibu bisa tau?”

“Saya wali kelasnya Cancero, saya juga deket sama Cancero, jadi saya tau seluk-beluknya Cancero,” jawab Bu Neola yang sukses membuat Ariesta tercengang. “Kamu nggak perlu heran, Kakak kamu itu udah dikenal seluruh sekolah, loh.”

“Terkenal karena apa?” Ariesta penasaran.

“Banyak hal,” Bu Neola tersenyum saat mengingat hal-hal yang membuat Cancero terkenal. “Yang paling utama dia ganteng, juara ngelukis, kapten basket, ketua ekskul basket, nggak sombong, belom pernah pacaran walau saya nggak tau dia punya pacar atau nggak, kecerdasannya itu nutupin semua kebolosannya.”

Ariesta hanya manggut-manggut mengerti mendengar jawaban Bu Neola yang terdengar lengkap baginya dan semua itu benar adanya.

Bu Neola kelupaan satu hal tentang Cancero, Ariesta yang tengah sibuk memikirkan Cancero tidak mendengarkan satu hal itu.

Mata Ariesta menangkap bayangan tubuh di balik tirai sebelah kirinya. “Itu siapa?”

Bu Neola menjawab, “Oh, itu yang bawa kamu ke sini, dia juga lagi sakit.” Dia berdiri, “Saya mau bikin surat izin dulu buat kamu sama dia, sekalian manggil Cancero buat nganterin kamu pulang.”

Mendengar opsi kedua, Ariesta menoleh cepat, dia tak mau pulang dengan kakanya dulu kali ini tapi masalahnya siapa yang akan mengantarnya pulang. “Jangan Bu,” tolak Ariesta, “Umm… maksud saya, saya sama Kak Can lagi marahan, sekarang saya nggak mau pulang sama Kak Can.”

Bu Neola hendak menolak, seharusnya dengan kondisi adiknya sakit seperti ini pasti masalah sepele sudah terselesaikan oleh Cancero, lagipula kakak mana yang tega melihat adiknya dibiarkan sakit begitu saja. “Terus kamu pulangnya gimana?”

“Biar saya aja yang ngaterin dia pulang, sekalian saya juga pulang,” sahut cowok di belakang Ariesta.

Suaranya yang serak basah masih bisa Ariesta kenali, dia yang tadi pagi Ariesta marahi dan mengantarnya ke sekolah.

“Oke, kalo itu mau kalian. Saya tinggal sebentar,” tanggap Bu Neola lalu keluar dari ruangan tersebut.

Dia tak berani menatap matanya. Dia mau jemput gue, tapi gue malah marahin dia bukannya bilang terima kasih, dan sekarang dia mau nganter gue pulang. Hati dia terbuat dari apa sih, baik dan sabar banget ngedepin gue.

Never Forgotten [Telah Dibukukan]Where stories live. Discover now