Chapter Two : Verdy Alamsyah

171 7 0
                                    

Seorang cowok berpenampilan casual masuk ke dalam sebuah mobil Everest hitam dengan tenang. Di dalam mobil sudah ada seorang sopir dan seorang laki-laki berumur sekitar tiga puluhan yang duduk di kursi depan. Cowok ini duduk di kursi belakang lalu membuka kacamata hitamnya dan sedikit merapikan rambutnya di kaca yang tergantung di mobil.

            “Kita berangkat sekarang, Om?” tanya cowok itu kepada laki-laki yang duduk di depan.

            “Kamu udah siap? Jalan, Pak.” ucap laki-laki itu kepada sopir mobil dan mobil pun dengan perlahan berjalan menuju lokasi yang dituju.

            “Ver, kamu yakin menerima tawaran syuting ini?” tanya laki-laki itu.

            Cowok yang ditanya itu langsung menoleh dan tersenyum, “Aku yakin ko, Om. Emang kenapa sih?”

            “Engga. Om cuma ga mau kamu terlalu sibuk dan akhirnya kecapean. Kamu punya jadwal yang padat. Kontrak syuting film yang kemarin aja belum selesai, terus kamu punya dua tawaran kontrak iklan yang harus kamu jalanin, sekarang syuting drama serial. Emang kamu ga capek?”

              “Ini kan emang udah kewajiban aku sebagai seorang entertainer. Yah.. Aku harus semangat dong ngejalaninnya.”

            “Tapi ga di paksain sampe beberapa proyek gini juga, Ver.”

            “Om tenang aja. Aku bisa ko ngatur waktu. Terus juga kan ada, Om. Aku yakin ko, Om manager yang profesional. Jadi aku ga takut keteter.”

            “Yaudah terserah kamu aja. Tapi inget, jangan maksain diri.”          

            “Beres, Om.”

            Ya, dia adalah Verdy Alamsyah, seorang aktor muda yang sedang dalam masa gemilangnya. Masa dimana sekarang dia adalah seorang bintang terkenal. Seorang artis yang wajahnya diketahui oleh seluruh Indonesia. Usianya baru menginjak tujuh belas tahun, tapi prestasinya sudah banyak sekali dalam bidang entertainer.

            Laki-laki yang berbincang dengannya tadi adalah manager-nya. Verdy biasa memanggilnya Om Sofyan. Om Sofyan adalah sahabat Papa Verdy sejak Papa Verdy masih SMA.

            Saat ini, Verdy dan Om Sofyan sedang dalam perjalanan menuju sebuah lokasi syuting. Lokasi syuting kali ini adalah sebuah sekolah yang cukup terkenal di Jakarta. SMA Pancasila. Kali ini Verdy akan bermain acting sebagai anak sekolahan dan lawan mainnya adalah Zevanya Melani. Salah satu aktris yang sedang naik daun juga seperti Verdy. Umur mereka juga sama yaitu menginjak tujuh belas tahun. Bahkan mereka sempat digosipkan berpacaran, tapi sejauh ini tidak ada klarifikasi dari mereka berdua.

            Mobil Verdy sampai di gerbang sekolah berbarengan dengan sebuah mobil jazz putih milik Zevanya. Mereka memang cukup dekat satu sama lain dan kali ini pun mereka janjian untuk dateng bersamaan ke lokasi syuting.

            Bukan kejutan lagi untuk Verdy saat tiba di lokasi syuting banyak sekali orang-orang yang berkerumun dan meneriaki namanya. Kebanyakan sih kaum hawa yang berbuat seperti itu. Sementara kaum adam, tentu saja mereka melihat ke arah Zevanya. Mobil Verdy pun bergerak perlahan memasuki sekolah ini. Banyak anak cewek yang melambai-lambai ke arah mobilnya. Verdy tidak mau dibilang sombong, walaupun kaca mobilnya hitam, dia tetap tersenyum di dalam mobil.

            Lalu mobil berhenti di parkiran, Verdy tidak langsung turun melainkan dia memakai kacamata hitamnya. Om Sofyan sudah terlebih dahulu turun dengan diringi dua penjaga. Salah satu penjaga membukakan pintu mobil tempat Verdy berada, lalu Verdy pun turun dari mobil. Segerombol cewek langsung menyerbu ke arahnya. Menambah sesak jalan Verdy untuk sampai ke ruang multimedia, tempat kedatangan dia disambut.

            Berbagai teriakan dari mulut kaum hawa itu sempat memerahkan telinga Verdy tapi Verdy sabar, sebagai artis dia tidak boleh sombong. Lalu sambil tersenyum dan melambaikan tangan, diiringi dua penjaga dan Om Sofyan, mereka menerobos kerumunan itu dan selang beberapa menit mereka sudah sampai di ruang multimedia dengan tenang.

            Di dalam ruang multimedia tidak ada banyak orang yang hadir. Hanya ada kepala sekolah, staf dan guru-guru yang hadir dan menempati kursi masing-masing. Lalu ada beberapa anak memakai almamater berwarna merah bertuliskan OSIS dan ada empat orang anak hanya memakai seragam putih abu-abu. Dua anak laki-laki dan dua anak perempuan.

            Verdy dan Om Sofyan lalu duduk di kursi tamu dan acara dimulai. Pertama adalah sambutan kepala sekolah dan sambutan ketua OSIS. Lalu setelah itu sambutan Pak Bambang, sutradara drama serial yang akan Verdy perankan. Dia lalu memperkenalkan Verdy dan Zevanya.

Verdy lalu memperhatikan seluruh orang yang hadir. Termasuk juga dua cewek tadi. Tapi, Verdy melihat sangat jelas perbedaan mereka. Bukan wajah mereka tapi sikap mereka. Yang berambut panjang, berbando dan berseragam sangat rapi tersenyum sangat manis ke arah Verdy dan duduk layaknya seorang yang ingin dilihat oleh Verdy. Verdy pun membalas senyum itu dan cewek itu tersenyum girang lalu memberitahu cewek yang di sebelahnya yang berambut sebahu dan berseragam agak slengean. Cewek yang disebelahnya menyikapi cewek tadi dengan acuh tak acuh dan hanya menyuruh cewek yang kegirangan tadi untuk diam. Verdy memperhatikan gerak-gerik cewek itu, sepertinya dia terpaksa hadir disini karena dipaksa oleh cewek yang kegirangan tadi. Verdy berusaha tersenyum ramah dengan cewek berambut sebahu itu, tapi hanya dibalas dengan senyum samar yang singkat lalu kembali mengotak-atik ponselnya.

Cewek aneh, pikir Verdy. Baru kali ini Verdy melihat seorang cewek melihatnya dengan sikap acuh tak acuh seperti itu. Bukannya sombong, Verdy adalah seorang artis tampan yang banyak diminati oleh cewek-cewek. Cewek-cewek itu sangat bersikap manis pada Verdy dan sering memuja-mujanya. Tapi cewek ini, senyum yang ramah pun tidak. Hanya senyum samar, itu juga terpaksa. Cewek ini memerikan kesan bagi Verdy yang entah kenapa Verdy merasa tertarik.

An ArtistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang