2. uneeded

2.6K 130 0
                                    

Letitia kecil pernah menangis kencang setelah boneka kelincinya jatuh dan dia menendangnya ke danau. Delmora tak tahu pasti bagaimana bisa jatuh, namun ia lihat boneka lucu tersebut ditendang. Marquess dan Marchioness yang kala itu tengah berbincang dengan bangsawan lain pun terpaksa berhenti dan memilih mengejar Letitia.

"Kok, dibuang?" Delmora bertanya di sela-sela pasangan suami istri yang tengah menanyai kenapa Letitia menangis.

"Mora bilang, kelinci itu jelek dan lemah! Mora bilang, beruang lebih kuat dari kelinci! Mora bilang, beruang bisa bunuh kelinci! Beruangnya lebih keren daripada kelinciku yang lemah ...."

Delmora yang tak paham mendapat serangan tuduhan secara mendadak dari Letitia pun memiringkan kepala dan mengernyitkan alis.

"Lalu bagaimana boneka Tia bisa jatuh?"

"Aku?" tanya Delmora menimpali tuduhan Letitia tepat setelah Marchioness bertanya. Siapa sangka, itu menjadi hal celaka untuk dirinya. Zerlina Targaryen berbalik pada si Putri Kedua bersamaan dengan Esmond Targaryen.

"Kau membuang boneka kakakmu setelah mengejeknya?" tuduh Zerlina. Ia berdiri dan mendekati putri kedua lalu menjewer telinganya.

"Aku, aku tidak! Kok, Kakak!" Suara Delmora terpotong-potong menahan perih di telinga. Gilbert tidak ada, tak akan ada yang menghentikan keadilan dari sang ibu. Sementara Esmond terus menanyai Letitia yang menyudutkan Delmora atas kesalahan yang sama sekali tidak diperbuatnya.

"Sudah, nanti Ayah belikan boneka beruang yang lebih besar. Sebesar tubuh Ayah agar bisa lebih besar dari milik Delmora." Esmond menghiburnya seraya berjongkok mangusapi air mata Letitia. "Jangan menangis, Anak Ayah."

Letitia bisa membuang apa saja yang dimilikinya, demi mendapat apa yang ia mau. Selain itu, Delmora pernah menguping pembicaraan Ayah dan Ibu saat hendak mengantar kakaknya tersebut ke akademi, katanya Letitia akan menjadi bangsawan besar. Jadi apa pun akan dikabulkan sebelum pergi menjadi bangsawan besar tersebut.

Serta pernah sekali, Letitia masuk ke kamarnya di asrama dan duduk di tempat belajar. Bercakap layaknya saudari kandung seperti orang lain, namun seusai Letitia keluar, surat dari Serge tidak ada.

Dan sekarang Delmora harus menghadapi sikap kakaknya lagi, lalu menerima drama keluarga yang tak mendengarkannya. Mora sadar, dirinya hanya bayangan semu di keluarga ini.

Meskipun hilang, tidak akan dicari.

Banyak anak kedua, ketiga dan seterusnya yang dibiarkan menjadi gelandangan atau prajurit bayaran, mereka dijadikan cadangan. Sedangkan yang tertua selalu di letakkan dan diberi posisi terbaik. Seperti menjadi kesatria ataupun penerus keluarga.

Tidak adil, tapi itulah kenyataanya. Anak sebagai investasi. Tak jarang anak perempuan dijual pada hidung belang hanya untuk menerima imbalan. Terutama seperti Delmora. Begitu sebabnya ia memutuskan memiliki kekasih, agar nanti bisa lari dari jeratan tradisi.

Barang, mungkin itu pandangan bangsa Elysie terhadap anaknya.

Para anak harus berusaha lebih keras agar bisa melampau kakaknya dan memiliki posisi lebih baik, barulah kebanggaan akan memihak.

"Ini salahku, Ayah. Seharusnya aku lari saat Serge mengajakku ke kamar Delmora," ujar Letitia sendu di rengkuhan ibunya.

Saat melihat Serge, jantung Delmora memberontak tak karuan meskipun ekspresi pemuda itu sekarang seperti kucing melihat ular. Namun ketika kalimat itu diucapkan kakaknya, jantung ia seolah berhenti berdetak dan disayat, napasnya tercekat.

"APA?! Lady mengatakan seolah aku yang bersalah dan biang keladinya?" timpal Serge setelah beberapa saat syok.

"Berani sekali kau mengangkat suara pada putriku setelah menodainya!" bentak Ayah murka, sampai Letitia di sampingnya terjingkat.

"Ya ampun, keributan macam apa ini? Anak kembar kalian pulang tapi tak melihatnya sama sekali?" Gilbert menegur, kakinya melangkah lebar menuju area sofa yang panas. "Dan apa telingaku tidak bermasalah? Kau, Serge, apa yang dimakud me-no-da-i?!"

Letitia terdengar berisak. "D-dia mengancam akan membawa- kabur Mora kalau ak-u tak menuruti," katanya, mengadu.

"Sialan! Sejak kapan aku bilang?"

"Kau, tentu tak ingat, kau mabuk."

"Betapa bodohnya bila dirimu tahu aku mabuk tapi tidak memukulku sampai hilang kesadaran? Memanggil pelayan, atau kesatria setidaknya untuk membunuhku? Mana putri Marquess Targaryen yang katanya pintar?!"

Marquess Targaryen berdiri, wajahnya menggelap tak sedap dipandang. Kemurkaan menggebu-gebu di dada paruh baya itu, dan ia memukul wajah Serge tepat saat Serge mengakhiri ucapannya.

"Ayaaah!" seru Delmora sembari berjalan, sementara Gilbert sesigapnya menahan lengan berotot Ayah.

"Berani sekali mengangkat suara pada putriku dan menuduh-nuduhnya?!" Tangan paruh baya itu tetap terkepal kuat.

"Ayah, kau tid—"

"Ini bukan urusanmu, Delmora!" sela Marchioness ketus tanpa menengok ke arah Delmora berada. "Keluar!" usirnya.

"Bukan uru—"

"KELUAR, DELMORA GRETL!" Lagi, Marchioness menyela serta mengusir. "Kau tidak dibutuhkan di sini! Bila tidak ingin keluar, DI-AM!"

Delmora mengatupkan bibir sebentar. "Diam. Aku sudah sering diam!"

"Kau—"

"Kali ini aku tidak bisa diam mendengar percakapan kalian yang ambigu!" Gadis itu melangkah secepatnya lekas menarik rambut Serge begitu dekat. "Kau menodai kakakku?!"

Lalu melirik kakaknya yang bersembunyi di bahu ibunya. "Atau dia merayumu lagi?"

Mendapat pertanyaan itu, Ibu berdiri dan menarik kasar Delmora. "HARUS BERAPAKALI DIKATAKAN, HORMATI KAKAKMU DAN JANGAN BALIK MENUDUH!"

'Oh, dia tak mendengarkan pendapatku lagi.' Delmora membatin.

Dalam sekejap kemudian, amarah yang merasuk Marchioness lenyap. Dia berbinar melirik putri pertama dan keduanya. Sampai-sampai Gilbert kebingungan dan mengabaikan Marquess yang mengecam Serge.

"Ayah, kau membuat kekacauan! Di mana harga dirimu?!" Gilbert menegurnya. Dia seperti mati kutu bila berhadapan kedua orang tua, berbeda ketika bersama Delmora.

"Suamiku, aku memiliki usulan," cetus Marchioness menghentikan aktivitas Marquess.

"Delmora, keluar."

Kali ini ayahnya yang memerintah keluar. Sembari berbalik, Mora meminta, "Gilbert, dengarkan untukku."

Ia keluar dari ruangan menuju kamarnya. Tanpa mendapat salam penghormatan dari pelayan yang dipergoki, ia terus berlalu mencari kamar untuk meletakkan semua beban. Tidur, itu yang sedari tadi diinginkan. Kamarnya luas, sebab diisi dua manusia. Dirinya dan saudara kembarnya. Sampai sekarang pun mereka masih tidur bersama ketika sedang tidak di asrama.

Di depan kamar ada beberapa pelayan. Bergosip, itu yang Delmora tebak.

"Gaji kalian akan dipotong," tegur Mora sembari berlalu memasuki kamar, dan sesaat kemudian pelayan mengunci mulut. Benar hanya sesaat, toh yang menegur nona kedua.

Bola mata Delmora bergetar tatkala melihat ranjang.

Ini berantakkan dan ..., ia menyingkap selimut. "Darah ...."

****

Published : Jum Mar 15, 2024

Your Grace, Kill Me NowWhere stories live. Discover now