[10] Oh, seperti ini...

1K 144 63
                                    

G A M O N

...

Sahabatku cintaku-
Mungkin itu kalimat terbaik yang aku pilih sebagai judul awal perjalanan hidupku dengan Hinata.

Harus aku gambarkan seperti apa dia ?
Dia itu seperti sesuatu yang tidak ternilai. Hinata sangat berarti-
Dia memiliki warna yang berbeda untuk melengkapi warna yang aku punya.
Dia mempunyai potongan puzle yang cocok untuk disatukan dengan potongan yang aku punya. Dan Hinata, punya sabar yang cukup luas untuk aku yang tak punya kesabaran sebanyak itu.

Aku punya cinta, dan Hinata pemiliknya.
Lalu aku menjadi cukup jika digabungkan dengan dia.

Bukankah kita adalah kombinasi yang pas ?

Entah sejak kapan aku menyukainya. Kita hanya terbiasa bersama, aku punya dia, dan dia punya aku. Kami tumbuh, bermain, berbicara, dan berbagi satu sama lain sejak kami masih kecil.
Jadi aku tidak pernah tahu kapan aku menyukainya. Karna setahuku, aku sudah menyukai segala tentangnya sejak aku mengenalnya.

Oh, tapi aku ingat satu hal.
Yaitu ketika kelas satu SMP, waktu menjalani masa orientasi siswa. Aku sangat ingat kalau waktu itu Hinata dihukum lari lapangan sebanyak tujuh kali, lalu setelah selesai dan dia kelelahan, aku menawarkan pahaku untuk menjadi bantal agar dia bisa tidur dengan nyaman.

Tapi agaknya tawaranku itu malah menjadi petaka untukku. Aku bisa melihat jelas bagaimana wajah cantik Hinata yang tertidur nyenyak dipangkuanku, bibirnya terlihat begitu manis, kulitnya bersih, bulu matanya lentik, pokoknya semenjak hari itu,
Jantungku terdengar dugun-dugun berdetak kencang dan akan selalu begitu setiap melihat Hinata.

Aku mencoba menghapusnya, mengabaikannya, menghindarinya. Dan berkencan dengan beberapa gadis untuk melupakan Hinata. Tapi tetap saja nihil, semakin aku menghindar, maka semakin aku ingin melihatnya setiap saat.
Bukankah itu aneh ?

Tapi tunggu, kalian bilang aku pengecut ?

Tidak !!
Aku tidak pengecut. Aku sudah berulang kali ingin menyatakan cintaku padanya. Aku juga sudah memberi sinyal pada Hinata, bahwa aku menyukainya. Tapi, Hinata nya yang bodoh.

Dia masih saja berkencan dengan pemuda lain.

Hinata selalu berlari kearahku, berseru dan berteriak bahagia kalau pemuda pujaan hatinya baru saja menyatakan cinta.

Lalu aku harus apa ?
Bukankah aku hanya bisa pasrah ?

Aku tidak bisa mematahkan kebahagiaan Hinata demi keegoisanku. Biarlah aku memendam perasaan ini sendirian.
Aku bahkan rela menahan sesak setiap mengantar Hinata untuk bertemu kekasihnya. Aku juga rela menuruti semua keinginan Hinata walau kadang aku membencinya. Apapun itu, aku selalu berusaha mengabulkan keinginannya.

Aku terkadang bertanya-tanya,
Mantra apa yang Hinata gunakan hingga aku jatuh kedalam pesonanya hingga sedalam ini ?
Aku tertawa, dan aku bahagia.

...

Sasuke tersenyum saat melihat Hinata keluar dari gerbang rumahnya. Pria itu sudah staycool duduk diatas motor untuk menjalankan kencan mereka diakhir pekan ini.

"Sudah ?"

Hinata mengangguk,
Tangannya menerima helm dan hanya memegangnya. Sambil memperhatikan Sasuke yang mengenakan helm, Hinata sedikit merapikan rambutnya yang terbang terbawa angin.

Satu detik, dua detik, tiga detik hingga detik ke sepuluh. Hinata masih berdiri ditempatnya.

Sasuke pun menoleh sambil membuka kaca helmnya.
"Kenapa ? Ada yang ketinggalan ?"

G A M O N ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang