Selesai

569 22 0
                                    

"Ada miliaran rumah di Dunia, tetapi mengapa hanya aku yang tidak memilikinya?"

-Danniela Allana-

***

Saat Allana dintar Dewangga dengan selamat. Setelah memastikan Dewangga sudah pergi melenggang meninggalkan pekarangan rumahnya dengan motor besarnya.

Allana langsung memasuki rumahnya, berjalan setengah berlari menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Saat berada di ambang pintu, ia terdiam. Sedikit melirik kearah ruangan yang berseberangan dengan kamarnya.

Tangannya terulur, menutup kembali pintu kamarnya. Kemudian berlari, menyelusup masuk kedalam kamar Daegar—abangnya yang tidak di kunci.

Entah, saat ini Allana sedang sangat lelah. Ia ingin tidur di kamar abangnya, menghirup aroma Daegar yang selama ini bisa menenangkannya, dikala sedang merindukan lelaki itu.

Allana membanting tubuhnya diatas bed dengan kuat, menyelusupkan wajahnya dibawah bantal.

Dengan seragam yang masih melekat sempurna di tubuhnya, Allana sudah terlarut dalam tidurnya. Dengkuran halus yang kian terdengar, bisa dipastikan tidurnya kali ini sudah nyenyak.

BRAKKK!!!!

Dobrakan pintu yang sangat keras, membuat Allana yang berada di kamar Daegar terpelonjat kaget. Tubuhnya ikut menegang, memberi respon. Susulan teriakan kencang yang berasal dari ruang keluarga membuat dirinya langsung memgambil posisi duduk di tepi tempat tidur.

Dua jam lamanya Allana tidur, tetapi suara kebisingan dari lantai bawah membuat tidurnya terganggu.

Meskipun begitu, tak perlu bersusah payah untuk menebak. Allana dengan sangat mudah bisa menebak dari mana asal suara itu, siapa seseorang yang dibawah sana membuat kebisingan itu.

Allana sudah terbiasa dengan situasi seperti ini, seolah suara pertengkaran orang tuanya, suara cek-cok antara keduanya sudah seperti backsound yang mengisi kesunyian rumah itu.

Tatapannya menatap kesekeliling setiap sudut kamar Daegar yang bernuansa kelabu. Disetiap sisi langit kamar yang dikelilingi straplamp bewarna warm white, yang siapa saja berada didalam sana merasakan ketenangan.

Keinginan Allana tidur disana memang ingin menenangkan pikirannya yang gaduh, dan meng—istirahatkan tubuhnya yang lelah.

Namun yang justru ia dapat malah isi kepala yang bertambah penuh dan seakan berdesakan, rasanya kepalanya saat ini sudah mau pecah terbelah menjadi dua.

Allana masih diam dalam posisi yang sama. Duduk diam di pinggiran kasur. Indra pendengarannya ikut menajam, ketika samar dia bisa mendengar sepasang suami istri itu sedang beradu argumen. Seolah sedang berlomba untuk memperdengarkan suara siapa yang paling keras dan lantang antara keduanya.

Keduanya seolah buta dan tuli, mereka tidak ingat dimana sekarang mereka berada. Sehingga terus melanjutkan perdebatan yang bisa saja membuat siapa saja yang mendengarnya menjadi trauma.

Sebenarnya hatinya ingin bersikap acuh, namun raganya ingin beranjak dari posisinya.

Saat langkahnya terhenti di ujung tangga, netranya menatap kearah ruang keluarga yang berada dibawah sana. Ruangan yang sudah tak berbentuk seperti ruang keluarga pada umumnya.

Barang berserakan dimana-mana, pecahan Guci yang berserakan di lantai, sudah menjadi corak baru ubin rumah itu.

Tangannya mencengkeram kuat stair railing dihadapannya, netranya mendapati Mora yang sudah terduduk di lantai dan Tian tengah berdiri angkuh didepannya.

SECRET ADMIRERHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin